Hingga bulan Oktober 2023 ini, diberitakan suhu panas ekstrem di Indonesia masih akan terus berlangsung [1]. Sebagaimana pantauan BMKG terkait indeks sinar UV di seluruh Indonesia, pada waktu siang hari terik justru malah makin parah di bulan Oktober ini.
Aku ingat betul ketika di bulan Mei lalu, indeks sinar UV masih berwarna merah. Kini, di bulan Oktober sudah naik ke warna ungu! Dari bahaya tinggi menjadi bahaya ekstrem! [2]
|
Indeks sinar UV berdasarkan data BMKG bulan Mei 2023 berwarna merah |
|
Indeks sinar UV berdasarkan data BMKG bulan Oktober 2023 sudah naik ke tingkat warna ungu |
Kita tidak boleh menyepelekan panas siang hari terik ini sebagai suatu hal yang wajar, cuaca terus berubah bahkan makin parah seiring meningkatnya pemanasan global. Orang jaman dulu mungkin tidak terlalu menghiraukan panasnya suhu di siang hari, tetapi panasnya jaman dulu dan sekarang sangatlah berbeda. Dulu lubang di lapisan ozon belum sebesar sekarang, sehingga di jaman dulu, sinar UV masih tersaring dengan baik, sehingga berada di luar ruangan, tidak terlalu menjadi masalah. Sekali lagi, sekarang berbeda, masyarakat harus melek cuaca.
Seandainya masyarakat lebih melek cuaca, arti dari warna merah pada indeks sinar UV adalah:
- Tingkat bahaya tinggi bagi orang yang terpapar matahari tanpa pelindung, diperlukan tindakan pencegahan ekstra karena kulit dan mata dapat rusak dan terbakar dengan cepat.
- Permukaan yang cerah seperti pasir, air, dan salju, akan meningkatkan paparan UV.
Oleh karena itu, disarankan untuk:
- Meminimalkan waktu di bawah paparan matahari antara pukul 10 pagi hingga 4 sore,
- Tetap di tempat teduh pada saat matahari terik siang hari.
- Mengenakan pakaian pelindung matahari, topi lebar, kaca mata hitam yang menghalangi sinar UV hingga payung, pada saat berada di luar ruangan.
- Mengoleskan cairan pelembab tabir surya minimal SPF 30+ setiap 2 jam bahkan pada hari berawan, setelah berenang, atau berkeringat.
Sementara arti dari warna ungu adalah:
- Tingkat bahaya ekstrem bagi orang yang terpapar matahari tanpa pelindung, diperlukan semua tindakan pencegahan terhadap kulit dan mata.
- Permukaan yang cerah seperti pasir, air, dan salju, akan meningkatkan paparan UV.
Sehingga disarankan juga untuk:
- Menghindari paparan sinar matahari antara pukul 10 pagi hingga pukul 4 sore.
- Tetap di tempat teduh pada saat matahari terik siang hari.
- Kenakan pakaian pelindung matahari, topi lebar, dan kacamata hitam yang menghalangi sinar UV hingga payung, pada saat berada di luar ruangan.
- Mengoleskan cairan pelembab tabir surya minimal SPF 30+ setiap 2 jam bahkan pada hari berawan, setelah berenang, atau berkeringat.
Lebih lanjut, masyarakat perlu diedukasi mengenai sinar UV dan mengapa sinar UV itu berbaya. Sinar UV pada dasarnya ada 3 macam, yaitu sinar UVA, UVB, dan UVC. Sinar UVA dan UVB ini sama-sama dapat merusak DNA, apabila DNA rusak, maka dapat menyebabkan berbagai penyakit, terutama kanker kulit. Selain itu, UVC juga amat berbahaya, tetapi untungnya, terserap secara sempurna oleh lapisan ozon sehingga tidak sampai ke bumi. Hmmm, terbayangkan bagaimana jika tidak ada lapisan ozon? Yang mana kita tidak tahu bagaimana kondisi bumi di masa depan, tetapi trennya, lapisan ozon terus menipis sehingga perlahan-lahan sinar UV akan dengan mudah sampai ke bumi dan merusak kesehatan kulit manusia [3].
Penggunaan
sunscreen (tabir surya) menjadi penting, sebagaimana sudah pernah aku ulas di postingan di sini (
klik), termasuk pemilihan
sunscreen yang tepat.
Selain sunscreen, pelindung seperti pakaian yang menutupi seluruh badan, topi, dan payung menjadi penghalang fisik yang paling ampuh. Namun, sedihnya, seringkali masyarakat menggunjing jika ada yang menggunakan payung di bawah terik matahari, karena dianggap suatu praktik yang salah. Orang awam melabelkan penggunaan payung hanya pada saat hujan saja.
Aku yang menyadari pentingnya perlindungan, selalu sedia payung walau tidak hujan, sehingga peribahasa "sedia payung sebelum hujan" seharusnya tidak lagi berlaku, karena seperti tadi, harusnya menjadi "selalu sedia payung, walau tidak hujan".
"Mungkin supaya make up-nya ga luntur kak" -seseorang membicarakanku dengan temannya bahkan tanpa berbisik, supaya aku mendengarnya. Ya, aku mendengarnya jelas sekali. Mereka mungkin riang dapat bahan becandaan di depan mata, menganggap aku lucu atau aneh, tapi bagiku yang mereka bicarakan itu tidak lucu, melainkan ejekan yang nyata.
"Teh, biar adem ya?" -seseorang mengomentari aku di jalan sambil cengengesan seperti nada mengejek, ketika aku yang berpayung berpapasan dengannya. Suatu pertanyaan yang malas aku jawab, sehingga aku langsung mempercepat langkahku.
Aku akui, mungkin di antara ratusan atau ribuan orang saat itu di jalan raya, yang sangat ramai, di area menuju pusat perbelanjaan, hanya aku satu-satunya yang menggunakan payung. Sangat jelas hari itu benar-benar terik, tapi tak satu pun menggunakannya.
Setiap kali aku berjalan, aku berdoa, supaya aku tidak terlihat, tetapi gagal, nampaknya aku terlalu berbeda hingga menjadi pusat perhatian dan sasaran empuk orang-orang untuk berkomentar. Mereka yang bergunjing, rasanya tidak dipikir dulu, bagaimana perasaan orang yang digunjing. Terkadang aku bertanya-tanya, apakah aku berbuat salah, aku tidak mengganggu mereka, tetapi kenapa mereka menggangguku?
Di situ aku menyadari, di luar dari topik ini ya, ternyata memang sesulit itu menjadi minoritas. Minoritas ternyata tidak melulu soal perbedaan agama, budaya, atau warna kulit. Intinya setiap kali ada perbedaan, menjadi berbeda adalah hal yang salah. Sungguh, aku sedih dengan situasi sosial yang masih saja seperti ini.
Seandainya semua masyarakat tahu pentingnya memberikan perlindungan diri terhadap suhu ekstrem ini, semuanya menggunakan topi atau payung, tidak perlu ada komentar-komentar nada mengejek seperti ini. Apakah harus ada yang terkena kanker kulit dulu baru sadar?
Dear masyarakat Indonesia, mulailah menyadari bahwa tanpa perlindungan diri, kalian sedang dalam kondisi bahaya yang tinggi bahkan kini naik ke tingkat bahaya ekstrem. Oleh karena itu, mulailah meyakini bahwa selain sunscreen, penggunaan topi dan payung, dimana payung memberikan perlindungan yang lebih luas, juga efektif dalam memberikan perlindungan tersebut.
Tidak hanya digunakan untuk hujan saja, tetapi perlu dipahami bahwa payung juga untuk memberikan perlindungan sinar matahari. Sadarilah, kebutuhanmu akan hal itu, sehingga kamu tidak menyesal nantinya, situasi saat ini tidak lagi sama dengan masa lalu. Dimana berpanas-panasan tanpa apa pun merupakan hal biasa, kini tidak lagi, sinar matahari sudah berbahaya. Semisal pun tidak membutuhkan payung, setidaknya tahan untuk tidak berkomentar dan cukup pengertiannya saja.
Aku mengerti, bisa jadi mereka yang mengejek, belum teredukasi. Di sini aku melihat, media yang memberitakan cuaca atau pun yang mengedukasi masyarakat tentang hal itu masih sedikit. Meski sosial media terus meroket penggunaannya, sayangnya berita-berita yang penting seringnya kalah hits dengan berita-berita yang bersifat dramatis dan lainnya.
Berita mengenai cuaca sendiri, bisa diakses melalui twitter-nya BMKG. Di luar negeri, pemberitaan cuaca hampir selalu ditampilkan di televisi pada waktu prime time, sehingga aku berharap Indonesia juga memulai itu. Bahkan di Jepang sendiri, setiap kondisi ekstrem, penduduknya langsung mendapat informasi melalui text pada handphone masing-masing. Seperhatian itu pemerintah Jepang terhadap masyarakatnya. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia, berikanlah akses kepada BMKG misalnya, untuk siaran rutin di televisi, maupun akses broadcast melalui sms atau whatsapp.
Sesungguhnya ketika menulis ini, aku masih kesal ya dengan ejekan orang-orang yang aku temui di jalan ketika melihatku berpayung di bawah terik matahari, tetapi menyadari mungkin mereka belum teredukasi, aku menahan untuk membela diri. Aku harap dengan aku menulis ini, ada waktu bagi mereka yang mengejek untuk membaca sebentar dan tersadarkan bahwa menggunakan payung walau tidak hujan, bukanlah praktik yang aneh, melainkan praktik baru yang harus mulai dibiasakan sebagai pentingnya perlindungan diri di cuaca suhu ekstrem panas ini di Indonesia.
Referensi:
[1] https://makassar.antaranews.com/berita/504909/bmkg-prakirakan-cuaca-panas-terik-berlangsung-sampai-oktober-2023
[2] https://hariane.com/indeks-sinar-uv-7-oktober-2023-diprediksi-ekstrem-melanda-hampir-seluruh-wilayah-indonesia
[3] D'Orazio J, Jarrett S, Amaro-Ortiz A, Scott T. UV radiation and the skin. Int J Mol Sci. 2013 Jun 7;14(6):12222-48. doi: 10.3390/ijms140612222. PMID: 23749111; PMCID: PMC3709783.