Selepas menonton Little Mermaid, ada beberapa hal yang aku sukai, mulai dari sinematografinya, CGI (Computer Generated Imaginary), lagu-lagu dan suara penyanyinya yang merdu, dan yang paling top adalah alur ceritanya yang penuh makna.
Tentu tidak mudah untuk membawakan cerita animasi Little Mermaid yang mana dibuat pada tahun 1989 ke dalam versi live action-nya karena banyak hal-hal yang tidak real seperti mermaid, kehidupan di bawah laut, dan hewan-hewan air yang dapat berbicara.
Jika pembuatan live action itu dilakukan pada masa sebelum adanya teknologi CGI, kemungkinan pembawaan gambarnya akan kacau dan terkesan dipaksakan, semacam sinetron-sinetron naga indos*ar.
Oleh karena itu, tepatlah pembuatan live action ini dilakukan di masa kini, dimana teknologi CGI semakin maju, sehingga hal-hal yang tampak tidak real dapat menyaru dengan sempurna tanpa cacat dan sangat terlihat nyata.
Lagu-lagu yang dibawakan Ariel (Halle Bailey) sangat merdu dan sukses memvisualisasikan nyanyian siren dimana dipercaya nyanyian siren dalam mitologinya sangat merdu dan dapat memikat yang mendengarnya. Begitu pun dengan lagu-lagu yang didendangkan oleh karakter-karakter lainnya, seperti lagu rap yang dibawakan oleh Sebastian (nama kepiting, pesuruh raja Triton yang ditugaskan untuk mengawasi Ariel) ketika menghibur Ariel, ringan didengarkan dan kadang lucu, serta juga lagu yang dibawakan Eric ketika frustasi mencari Ariel.
Dari semuanya itu, tentu lagu "Part of Your World" yang terbaik, karena penuh dengan emosi Ariel yang penasaran dengan dunia daratan. Dinyanyikan dengan sangat lantang dan bersemangat.
Alur ceritanya tidak jauh berbeda dengan animasi aslinya, tentang mermaid yang penasaran dengan dunia manusia di daratan kemudian jatuh cinta dengan seorang pangeran. Namun, justru ini yang aku garis bawahi karena terkesan ada sisipan politis yang sebetulnya makna yang disampaikan mengandung kebaikan juga.
Aku memahami adanya perdebatan tentang sosok pemain yang memainkan karakter Ariel ini, dimana bertolak belakang sekali dengan animasi aslinya yang digambarkan sebagai mermaid berkulit putih dan berambut merah. Di versi live action-nya ini, Ariel diperankan oleh sosok berkulit gelap dan berambut coklat agak keemasan.
Sisipan politisnya adalah adanya keinginan untuk mengangkat isu masih adanya rasisme antara kulit hitam dan kulit putih di beberapa bagian negara di dunia. Selain itu, adanya pemain karakter Disney berkulit gelap, dapat menjadi suatu hal yang baru dan penghiburan untuk anak-anak berkulit gelap yang juga senang menonton film Disney, tetapi tidak ada satu pun 'princess' yang berkulit gelap, seperti pada Cinderella, Beauty and the Beast, Snow White, dst.
Sosok berkulit gelap sebagai karakter utama semacam memberikan 'motivasi' atau 'inspirasi' pada anak-anak yang juga berkulit gelap, bahwa mereka pun berhak menjadi karakter utama yang dilihat. Sebagaimana isu rasisme yang tak kunjung selesai, lebih banyak menyudutkan dan merugikan posisi mereka, bagaimana mereka dinomor-duakan, dan sebagainya.
Itulah mengapa, di akhir cerita, Raja Triton mengatakan kepada Ariel:
"Kamu tidak harus menyerahkan suaramu agar didengar".
Secara tersurat, hal ini terkait bagaimana Ariel, membuat perjanjian dengan sea witch untuk menukar suaranya dengan sepasang kaki. Ariel menyetujui perjanjian tersebut saking penasaran dan keinginan kuatnya bertemu dengan Eric, pangeran yang ia cintai. Namun, justru perjanjian yang dibuatnya itu, hampir menyeret pada kehancuran dirinya.
Ketika sudah mendapatkan kaki, benar Ariel tidak bisa bicara sama sekali, sehingga menyulitkan Ariel untuk dikenali pangeran Eric meski Ariel sudah berada di daratan.
Singkat cerita, karena ketulusan dan Ariel menjadi dirinya apa adanya, Eric pelan-pelan mengenalinya, meski sempat tersihir dengan sea witch yang menyulap dirinya sendiri menjadi wanita cantik dan mengaku penolongnya, yang sebenarnya penolong Eric adalah Ariel, tetapi Ariel tidak bisa berbicara.
Raja Triton sempat kalah ketika diserang oleh sea witch yang berhasil mengambil alih kekuasan. Namun, pada akhirnya atas perjuangan Ariel dan Eric, Raja Triton dapat bangkit kembali. Karena hal itulah, Raja Triton menyadari bahwa apa yang Ariel selama ini sampaikan terkait manusia dan dunia daratan tidak sepenuhnya buruk seperti apa yang ia pikirkan selama ini, sehingga ia tersadar bahwa Ariel benar dan sudah seharusnya ia mendengarkannya sejak dulu. Itulah mengapa, Raja Triton mengatakan kepada Ariel, ia tidak perlu menyerahkan suaranya hanya agar didengar.
Oleh karenanya kalimat yang dikutip di atas, tersirat bahwa dalam dunia saat ini, juga merupakan seruan/pesan kepada penduduk dunia berkulit gelap, bahwa mereka tidak perlu 'menyerahkan' suara mereka hanya agar dapat didengar. Selama hal itu baik, kebenaran pada akhirnya akan terungkap.
Di sinilah, mengapa aku merasa Little Mermaid tidak dibuat secara murni, karena disisipi dengan unsur politis (meskipun suatu hal yang baik, tetapi aku percaya hal-hal yang berbau politis merupakan suatu hal yang sensitif, dimana tidak semua orang dapat menerima).
Menurutku pribadi, penyisipan unsur politis tersebut bukan suatu masalah, hanya saja yang disayangkan adalah bahwa pada dasanya setiap versi live action semestinya mewujudkan semirip mungkin animasi aslinya. Ketika perwujudannya jelas berbeda, sangat bertolak belakang, menurutku ini 'melecehkan' pembuat animasi awalnya, seperti tidak adanya rasa hormat pada pembuatnya.
Tidak masalah disisipi unsur politis, tetapi akan lebih baik, jika membuat film baru tersendiri. Silakan buat dengan latar belakang cerita kehidupan bawah laut, mermaid dan lainnya juga, tetapi jangan angkat dari Little Mermaid, buatlah sesuatu dengan alur cerita yang benar-benar baru dan beda. Dengan demikian, versi live action Little Mermaid bisa dibuat semirip mungkin, apa adanya seperti animasinya, serta bebas dari unsur politis.
Terlepas dari sedikit kritikku tersebut, aku menikmati filmnya sebagaimana sinematografi dan CGI-nya bagus sehingga tampak nyata, lagu-lagu dan penyanyinya sesuai, amat merdu dan memikat, serta alur ceritanya yang bermakna positif (meskipun berbau politis). Semoga ke depannya, aku tetap berharap, Disney dapat lebih bijak dalam membuat versi-versi live action lainnya.
Sekian review dariku, mohon maaf kalau ada salah kata. Terima kasih sudah berkunjung!
Disclaimer: seluruh gambar diperoleh dari Google
0 comments:
Post a Comment
If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)