Pages - Menu

Saturday, February 11, 2023

Pentingnya Memiliki Gaya Hidup Sehat untuk yang Memiliki Faktor Risiko Keturunan Diabetes Melitus

Ibuku dulu penderita diabetes melitus (DM) tipe 2 selama lebih dari 20 tahun. Insya Allah sekarang ibu sudah di tempat yang terbaik tanpa rasa sakit. Selama membersamainya, aku menyaksikan bagaimana ibu berjuang dengan penyakitnya. Perawakan lebih tua daripada usianya, gigi lebih mudah copot bahkan sampai habis, luka sulit sembuh, kaki sering kesemutan dalam durasi waktu yang lama, tubuh makin kurus, hingga sering linglung di akhir-akhir hidupnya.

Pernahkah mencoba untuk membayangkan mengalami semua hal itu selama puluhan tahun? Coba berusaha tempatkan dirimu menjadi ibuku yang menderita tersebut, aku yakin ga banyak yang bisa sesabar ibu. Aku aja sering ngga tega tiap kali ibu mementokkan kakinya ke kayu kasur ketika tidak bisa lagi menahan rasa sakit di kakinya apabila gula sedang tinggi, berusaha agar kesemutannya segera hilang, seandainya bisa bu, lebih baik aku aja yang rasain :(

Karena itu juga aku belajar keras mempelajari seluk beluk DM, agar bisa meringankan penyakit ibu. Hidupku, aku dedikasikan untuk ibu. Setiap hari aku yakin, ibu bisa melalui hari-harinya dan percaya Tuhan akan mengabulkan doaku agar ibu panjang umur. Namun, ajal berkata lain, rencanaku untuk bisa hidup lama dengan ibu, terhenti di usianya yang ke-66 tahun. 

Dengan menyaksikan bagaimana ibu hidup dengan DM seumur hidupnya, aku tidak ingin orang-orang lain terutama orang terdekat juga mengalaminya. Asli, ga enak banget! Jangan coba-coba! Kalau bisa memilih, ibuku tentu tidak ingin mengalaminya, meskipun demikian, ibu menerimanya dengan sabar. 

Oleh karena itulah, aku sering bawel ke kakak-kakakku untuk lebih memperhatikan kesehatan, agar tidak mengulangi apa yang ibu alami. 

Ibu bisa terkena DM karena memiliki faktor risiko dari riwayat keluarga yang juga banyak terkena DM. Mungkin saat muda bisa sehat-sehat aja, namun DM bisa muncul ketika sudah tuanya, seperti yang ibuku alami. Muncul atau tidaknya DM tergantung dari gaya hidup. Mungkin saat itu, ibuku ngga mengerti tentang bagaimana caranya hidup sehat. Ibu tidak memperhatikan makanan yang dikonsumsi hingga mengalami kelebihan berat badan, dan mungkin tidak pernah menyangka kelebihan berat badan yang dialaminya mengantarkannya pada vonis DM seumur hidup yang dimulai di usianya yang ke-40an.

Apabila kita memiliki gaya hidup yang sehat, insya Allah faktor risiko keturunan DM atau penyakit apa pun tidak akan muncul, kecuali memang sudah takdir yang ditetapkan oleh Tuhan. 

Kelebihan berat badan berkaitan erat dengan peningkatan resistansi insulin. Resistansi insulin adalah kejadian dimana insulin tidak dapat berkomunikasi dengan baik pada sel ketika ingin memasukkan glukosa [1]. 

Insulin itu ibaratnya adalah suatu kunci, untuk bisa memasukkan glukosa ke dalam sel, harus dibuka dengan kuncinya, dengan insulin. Glukosa tidak bisa masuk begitu saja. Ketika kuncinya gagal membuka pintu (ibaratnya) maka terjadi resistansi, dalam hal ini resistansi insulin, sehingga yang dimaksud dengan resistansi insulin adalah kegagalan insulin memasukkan glukosa ke dalam sel sehingga menyebabkan sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa akibat adanya gangguan dalam merespons insulin tersebut [2]. 

Sementara glukosa adalah zat yang amat dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi. Gagalnya glukosa masuk ke dalam sel, menyebabkan tubuh kekurangan energi, sehingga penderita selalu tampak lesu. Ada banyak lainnya hal-hal yang akan terjadi sebagai akibat dari gagalnya glukosa masuk ke dalam sel, misalnya penumpukan glukosa dalam peredaran darah, nantinya bisa terdistribusi ke berbagai jaringan tubuh, kalau terbawa sampai ke saraf, maka saraf akan mengalami gangguan, tanda yang dirasakan dapat berupa kesemutan yang berlangsung lama, jika dibawa sampai ke ginjal dan berlangsung lama, juga tidak menutup kemungkinan adanya kerusakan ginjal, dan seterusnya.

Kelebihan berat badan berkaitan erat dengan resistansi insulin, dimana seperti yang kita tahu ketika mengalami kelebihan berat badan maka akan terjadi penumpukan lemak dalam jumlah yang tidak wajar. Lemak-lemak tersebut khususnya yang dalam bentuk asam lemak yang tidak teresterifikasi (nonesterified fatty acid, NEFA) adalah zat toksik yang memicu resistansi insulin tesebut. Selain itu,  NEFA juga menurunkan pembentukan insulin itu sendiri yang sebagai akibatnya glukosa tak terantar ke sel dan meningkatkan kadar gula darah. Itulah mengapa, peningkatan kadar gula darah dijadikan diagnosis untuk DM [1]. 

Dengan demikian, jelaslah bagaimana kelebihan berat badan dapat menjadi penyebab munculnya DM melalui mekanisme stimulasi resistansi insulin dan penurunan pembentukkan insulin. 

Lalu bagaimana caranya memiliki gaya hidup sehat agar terhindar dari DM si silent killer ini? Dapat dimulai dengan menjaga berat badan. Berat badan harus dijaga di indeks massa tubuh yang normal. Indeks masa tubuh itu tergantung tinggi dan berat badan. Perlu berhati-hati ketika berat badan masuk ke kategori overweight dan tentu menjadi perhatian jika sudah masuk kategori obesitas. Bagaimana lengkapnya penjelasan terkait BMI ini, bisa baca pada tulisanku di sini yaa (klik)

Ngomong-ngomong terkait menjaga berat badan, tentu wajib memiliki timbangan. Sebelumnya aku punya timbangan digital biasa, dengan harga di 100an ribu rupiah, tetapi hanya bisa digunakan untuk menimbang berat badan saja. 

Baru sekitar tahun lalu aku mengetahui adanya timbangan digital yang dijual bebas yang tidak hanya untuk menimbang berat badan saja, tetapi juga bisa menganalisis antara lain indeks massa tubuh (body mass index, BMI), massa otot, massa tulang (body fat), lemak tubuh, protein, lemak visceral, metabolisme basal, air, berat ideal, usia secara fisik, dsb. 

Mengapa kita perlu mengetahui analisis lainnya selain berat badan? Awalnya aku pikir juga hanya perlu untuk menjaga berat badan saja, hingga akhirnya ketika perjalananku menerapkan diet karbo, dimana aku berhasil menurunkan hingga 9 kg, tetapi kok rasanya justru malah tidak tampak sehat, kekurusan dan jadi sering sakit. 

Ternyata menurunkan berat badan saja tidak cukup untuk sehat, melainkan terdapat faktor-faktor yang disebutkan di atas juga yang terlibat. 

Massa otot terlibat dalam memberikan gaya hidup yang lebih sehat, sementara body fat mengacu pada proporsi lemak secara total pada berat badan. Body fat yang tinggi dapat menyebabkan banyak penyakit terkait kelebihan berat badan, sementara body fat yang rendah dapat menyebabkan gangguan endokrin. Otot yang kuat ditambah body fat yang seimbang dapat memberikan kebugaran pada tubuh. 

Air mengacu pada air yang terkandung dalam tubuh baik yang ada dalam darah, limfa, dan cairan tubuh lainnya. Terlalu sedikit minum air dapat menyebabkan penyakit terkait ginjal, seperti batu ginjal misalnya, sehingga memonitor jumlah air yang dikonsumsi harian, penting untuk kesehatan. 

Protein juga berguna untuk tubuh, kekurangan protein dapat menyebabkan penurunan imunitas. Sementara imunitas diperlukan dalam menyerang zat asing penyebab penyakit infeksi yang masuk ke dalam tubuh. 

Lemak visceral mengacu pada lemak yang terakumulasi ke dalam celah-celah organ internal. Kadar lemak visceral yang tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, hipertensi, hiperlipidemia, dan penyakit kronis lainnya. 

Usia tubuh menjadi indikator fungsi dari tubuh. Usia tubuh yang lebih tua dari usia aktualnya, mengindikasikan bahwa organ-organ berfungsi tidak sestamina usia aktualnya. Dengan menjaga gaya hidup sehat atau rutin berolahraga, dapat memberikan usia tubuh yang sesuai atau bahkan lebih muda dari usia aktualnya, sehingga menjadi selalu berstamina dan awet muda. 

Jadilah aku membeli timbangan digital Xiaomi Mi Smart Scale 2, belinya di sini [3] dengan harga sekitar 299 ribu rupiah. Hasil analisisnya terkoneksi ke smartphone dengan mengaktifkan bluetooth


Ternyata setelah aku amati, penurunan berat badan saja tidak menjamin tubuh tetap sehat. Berkali-kali skor tubuhku (body score) jelek, paling parah aku dapat skor 84, dengan 3 item tidak mencapai goal, yaitu body fat, protein, dan otot, ditambah usia tubuh 44 tahun (jauh banget dari usia aktual wkwk). 

Body score terburuk: 84

Body fat, muscle, protein tidak mencapai goal

Usia tubuh 44 tahun wkwk


Ketika body fat bisa di-handle, protein dan otot ini yang ga pernah bisa mencapai goal. Karena aku cuma jaga makan aja dan jogging doang seminggu sekali. 

Akhirnya aku coba join gym di Celebrity Fitness. Barangkali dengan aktivitas fisik yang lebih sering, akan ada perbaikan.

Kira-kira sebulanan aku gym setidaknya seminggu 3-4 kali, tapi kalo ada agenda lain, bisa cuma 1 atau 2 kali doang seminggu, alhamdulillah akhirnya ada perbaikan!!!! Selama aku mulai monitoringku dari 31 Oktober 2022, pertama kalinya aku dapat proteinku mencapai goallll!!!. Usia tubuhku juga jadi lebih muda dari aktual hihihi. Gapapa lebay, tapi bagiku pencapaian kayak gini aja udah buat aku senanggggg :).

Body score: 99, otot masih belum mencapai goal

Pertama kalinya protein mencapai goal!

Usia tubuh 27 dong! Lebih muda dari usia aktual


Biasanya selalu 2 hal yang ga tercapai, otot dan protein. Setidaknya proteinku dulu yang baru bisa aku capai, ototnya menyusul yaaa.

Sebelum join gym, aku mencoba konsumsi suplemen protein, berharap kebutuhan proteinku tercapai. Eh ternyata, suplemen aja ngga cukup. Setelah ikut gym, dengan aktivitas fisik yang lebih sering, terjadi peningkatan massa otot pelan-pelan, sehingga pelan-pelan juga protein-protein terbentuk. 

Semoga aku bisa mempertahankan pencapaian kebutuhan protein ini agar terus bisa memiliki imunitas yang baik dan tidak mudah sakit dengan tidak berhenti menjalani aktivitas fisik di gym secara rutin. Tinggal massa ototnya aja nih yang masih belum mencapai goal. Duh, aku mager banget weightlifting >,<

Balik lagi soal gaya hidup sehat untuk mencegah DM, sudah aku infokan berkali-kali ke kakak-kakak karena tentunya mereka juga berisiko. Satu kakakku juga sudah mulai perhatian dengan gaya hidup sehatnya, ditambah setelah selesai bareng-bareng cek HbA1c setahun yang lalu, alhamdulillah aku masih normal, tapi kakakku itu prediabetes, kalau ngga segera berubah lebih baik lagi gaya hidupnya bisa berlanjut ke DM, kalau udah DM ga bisa balik normal lagi. Kesempatan ngga datang dua kali, jadi harus sekarang sebelum menyesal. Alhamdulillah kakakku ini sering join aku kalo lagi jogging dan katanya juga suka olahraga sendiri di rumahnya sama udah jaga makan lebih baik lagi, sebelumnya udah jaga makan, tapi lebih ketat lagi.

Namun kakak-kakak yang lain masih belum ada keinginan untuk menerapkan gaya hidup sehat, ada kakakku yang pernah sakit lalu cek gula darah biasa, dan angkanya tinggi, di atas normal, aku udah berupaya membujuk supaya cek HbA1c, tapi kakakku yang itu masih enggan, sepertinya masih denial atau mungkin takut karena belum siap dengan hasilnya. Padahal justru mengetahui lebih cepat lebih baik untuk pencegahan. Terkait pentingnya pemeriksaan HbA1c khususnya untuk keturunan DM, penjelasan lengkapku ada di sini yaa (klik)

Hmmmm, kadang aku merasa kesal kalau kakak-kakak tidak mendengarkan yang menjadi perhatianku. Tetapi kemudian aku menyadari, bahwa aku ngga perlu terlalu jauh intervensi. Aku hanya perlu ada kalau kakak-kakakku membutuhkan konsultasi, karena pada akhirnya, semua tergantung kemauan diri sendiri. Kalau dari awal belum ada kemauan, mau aku jelaskan segimana pun ngga akan tergerak. Ya, semoga ada jalan meski bukan melalui aku, agar kemauan dari diri sendiri itu timbul di kakak-kakakku tersebut. Aku tentu akan sangat sedih, kalau pada akhirnya mereka mengalami hal yang sama yang dialami ibu. Semoga kakak-kakakku selalu diberi kesehatan oleh Allah, aammiinn.

Aku ngerti juga sih, mungkin bukan karena tidak mendengarkan, tetapi kesulitan untuk melakukannya. Aku juga menyadari sih, menjaga berat badan atau jika perlu menurunkannya itu tidak mudah. Aku ingat dulu ketika pertama kali memulai diet karbo, waaahh beratttt banget apalagi karena udah terbiasa makan selalu harus ada nasi putih.

Program menurunkan berat badan ada banyak sih, tetapi menurutku yang cocok untuk keturunan DM itu diet karbo. Karena kalau diamati dari keseharian di keluargaku, apa-apa itu makanannya karbohidrat selalu. Ditambah tiap pagi pasti minumnya teh manis anget, pergi keluar makan, minumnya es teh manis, terus makan nasi goreng tambah pake indomie goreng lagi, gimana ngga berlebihan karbohidratnya.

Kenapa karbohidratnya yang perlu dikurangi, karena perlu diketahui bahwa terdapat metabolisme dimana karbohidrat yang berlebihan, setelah dipecah-pecah menjadi glukosa, hanya sebagian yang digunakan untuk bahan bakar energi, glukosa sisanya disimpan dalam bentuk lemak, jadi ada proses konversi dari glukosa menjadi lemak. Lemak-lemak yang terus terbentuk dan menumpuk ini lah cikal bakal kelebihan berat badan ini.

Nah diet karbo ini, menggunakan prinsip kebalikannya. Ketika ada proses konversi glukosa menjadi lemak yang disebut glikogenesis, ada juga proses konversi lemak menjadi glukosa atau disebut glukoneogenesis. 

Ketika tidak ada karbohidrat yang diasup, maka mau tidak mau tubuh mengirim sinyal untuk mengambil kebutuhan glukosa dari lemak yang tersimpan. Semakin lama kita puasa karbohidrat, pelan-pelan satu per satu lemak akan hancur tergunakan. Dengan demikian, berat badan normal dapat tercapai. 

Namun terdapat efek samping yang disebut dengan keto flu, dengan gejala mirip flu biasa, dapat muncul apabila diet karbo tidak dibarengi dengan aktivitas fisik. Jadi, kalau udah yakin memulai program diet karbo, harus dibarengi dengan aktivitas fisik juga yaa.

Oiya diet karbo ini sangat sensitif dengan adanya karbohidrat yang diasup, ada 1 hari aja dalam seminggu ada cheating gula, dipastikan dalam seminggu yang harusnya ada turun 0,5 sampai dengan 1 kg akan gagal. Sia-sia kan jadinya perjuangan 6 hari puasa karbo. Jadi kalo mau cheating, ya harus menerima kalau dalam seminggu itu ga akan ada progress penurunan berat badan. Jadiii, harus komit dan melakukannya dengan konsisten.

Begitulah, intinya penting banget untuk melakukan pencegahan sebelum terlambat. Pencegahan dilakukan dengan memiliki gaya hidup sehat sebagaimana diuraikan di atas yaitu dengan menjaga berat badan dan rutin melakukan aktivitas fisik. Ayo kita sudahi DM si silent killer ini agar tidak memakan korban orang-orang yang kita sayangi. Dapat dimulai dari dirimu sendiri. 

Sekian tulisanku kali ini, semoga bermanfaat, mohon maaf kalau ada salah. Salam sehat selalu yaa!



Referensi:

[1] Al-Goblan AS, Al-Alfi MA, Khan MZ. Mechanism linking diabetes mellitus and obesity. Diabetes Metab Syndr Obes. 2014 Dec 4;7:587-91. doi: 10.2147/DMSO.S67400. PMID: 25506234; PMCID: PMC4259868.\

[2]https://www.niddk.nih.gov/health-information/diabetes/overview/what-is-diabetes/prediabetes-insulin-resistance

[3] https://shp.ee/65vpwpa


No comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)