Pada catatan kali ini, akan dijelaskan mengenai gangguan kardiovaskuler selain hipertensi, yaitu aritmia. Aritmia merupakan gangguan pada detak jantung atau irama jantung, ketika organ tersebut berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Sebelum membahas lebih lanjut terkait dengan patofisiologinya, perlu diketahui terlebih dahulu fisiologinya, hal-hal seperti apa yang terjadi seharusnya pada keadaan normal.
Pada normalnya, laju dan ritme jantung terjadi ketika miokardium tereksitasi melalui aktivitas listrik. Pada keadaan istrirahat intraseluler, miokardium bertegangan sekitar -90 mV, sementara di nodus SA sekitar -40 mV. Pada keadaan istirahat pula terjadi influks K+ dan efluks Na+ melalui pompa Na+/K+. Potensial aksi terjadi ketika ion Na+ masuk ke intrasel, hal ini menyebabkan stimulasi pada serat otot tunggal, lalu menyebabkan aktivitas listrik menyebar ke seluruh miokardium. Potensial aksi di miokardium terdiri dari 4 fase:
- Fase 0: depolarisasi (Na+ influks)
- Fase 1: repolarisasi parsial (Na+ inaktif, K+ efluks)
- Fase 2: plateu (Ca2+ influks lambat)
- Fase 3: repolarisasi (Ca2+ inaktif, K+ influks)
- Fase 4: potensial pacemaker (Na+ influks lambat, K+ efluks lambat
- Fase 1-3: periode refraktori.
Terkait dengan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan depolarisasi dan repolarisasi otot jantung, dapat dibaca di sini.
Ritme jantung yang teratur adalah dimulai dari nodus SA sebagai pacemaker (pencetus/pemacu detak jantung). Depolarisasi yang terjadi oleh nodus SA mencetuskan depolarisasi pada atrial. Kemudian menyebar hingga terjadi konduksi di nodus AV secara lambat. Selanjutnya dilanjutkan konduksi melalui berkas/bundel his dan serat purkinje yang lebih cepat. Nodus SA ini dikendalikan oleh sistem saraf otonom. Terkait dengan aktivitas parasimpatis dapat dicetuskan melalui reseptor M2 muskarinik. Sementara aktivitas simpatis melalui reseptor beta 1. Aktivasi pada saraf simpatis ini akan mengakibatkan peningkatan denyut jantung (efek kronotropik positif), peningkatan automatisiti, dan fasilitasi konduksi nodus AV. Ritme jantung/denyut jantung yang normal adalah 60-100 bpm (detak per menit).
Sekilas terkait inotropik dan kronotropik. Inotropik ada dua macam, yaitu inotropik positif dan negatif. Inotropik positif adalah kondisi ketika terjadi peningkatan kontraktilitas miokard, sebaliknya kondisi ketika terjadi penurunan kontraktilitas miokard adalah inotropik negatif biasanya obat yang berperan seperti ini digunakan untuk mengurangi beban kerja jantung. Kronotropik juga terbagi menjadi dua macam, yaitu kronotropik positif dan negatif. Kronotropik positif adalah kondisi ketika terjadi peningkatan denyut jantung melalui pengaruhnya pada saraf dan mengubah irama yang dihasilkan oleh nodus SA. Sebaliknya, kronotropik negatif adalah yang berperan dalam menurunkan denyut jantung juga dengan cara mengubah irama yang dihasilkan oleh nodus SA.
Alat yang digunakan untuk merekam aktivitas listrik jantung adalah EKG. Pada rekamannya, dapat dilihat pola yang menunjukkan depolarisasi dan repolarisasi dari miokardium. Pola yang tampak adalah P-QRS-T. P adalah saat ketika terjadi depolarisasi atrial. QRS adalah saat terjadi depolarisasi ventrikel. Sementara T adalah saat terjadi repolarisasi ventrikel.
[Sumber Gambar: elearning.code3cme.com] |
Aritmia jantung dihasilkan akibat gangguan pembentukkan impuls, konduksi impuls, atau kombinasi keduanya. Gangguan pembentukkan impuls dapat berupa:
- Sinus bradikardi (< 60 bpm) disebabkan oleh lambatnya spontanitas SA.
- Sinus takikardi (> 100 bpm) disebabkan oleh cepatnya cetusan nodus SA.
Gangguan konduksi impuls dapat berupa (1) blok jantung yang menyebabkan blok/memperlambat konduksi, dan (2) proses reentry akibat blok searah dalam pathway konduksi (iskemia/IM). Gangguan aritmia dapat pula terjadi akibat kecacatan dari kanal ion tervoltasi (voltage-gated ion channel) secara genetik. Reentry adalah reaktivasi jaringan refraktori akibat blok konduksi. Manifestasi klinik pada pasien aritmia jantung antara lain memiliki denyut jantung yang mengalami peningkatan atau penurunan, ritme jantungnya dapat teratur atau tidak teratur, dan kompleks pada EKG-nya dapat sempit atau luas. Aritmia terjadi karena ada reentry, sirkuit menjadi abnormal. Contohnya pada WPW (Wolf Parkinson White) sindrom.
WPW sindrom adalah gangguan beberapa sistem konduksi dari jantung yang sering disebut sindrom pra eksitasi. Pada jantung normal, sinyal listrik hanya menggunakan satu jalur pada saat memasuki jantung. Saat sinyal listrik bergerak dari atrium menuju ventrikel diperlukan jeda agar jantung berdetak dengan tepat. Jika ada jalur konduksi ekstra, sinyal listrik bisa mencapai ventrikel terlalu cepat sehingga gejala yang dialami penderita WPW sindrom berupa takikardi, pusing, dada berdebar, dan serangan jantung (jarang terjadi).
Cardiac channelopathies merupakan salah satu bentuk aritmia akibat genetik. Jadi terjadi gangguan fungsi pada subunit kanal ionnya. Subunit kanal ion dapat mengalami gangguan fungsi akibat terjadi mutasi pada gen yang meregulasinya yaitu Ankyrin B dan LQT4. Akibatnya, potensial aksi dapat terjdadi lebih cepat, atau lebih lambat.
Manajemen untuk antiaritmia berupa terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi nonfarmakologi untuk aritmia akut adalah carotid sinus massage. Terapi profilaksis (untuk mencegah penyebaran penyakit) dapat digunakan implamantable defibrillator (stimulator detak jantung). Terapi nonfarmakologinya dapat juga digunakan pacing yang bersifat sementara maupun yang permanen.
Terapi farmakologi memiliki taget untuk automatisiti dan konduksi agar dapat mengembalikan ritme jantung ke normal, mencegah kekambuhan, memperbaiki konsekuensi hemodinamik aritmia, dan mereduksi risiko keparahan aritmia. Obat-obatan antiaritmia berdasarkan Vaughan-Williams Classification, terdiri dari beberapa kelas, yaitu:
- Kelas I, bloker kanal natrium (aksi membran secara langsung).
- Kelas II, yaitu antagonis beta adrenoseptor.
- Kelas III, yang dapat memperlama repolarisasi atau durasi potensial aksi.
- Kelas IV, yaitu bloker kanal kalsium.
- Selain itu antiaritmia dapat pula berupa agonis purinergik dan glikosida digitalis.
Antiaritmia kelas I memblok kanal natrium, pada subunit alfa. Mempengaruhi aksi membran secara lansgung, efek ke fase 0 (potensial aksi) di mana terjadi reduksi laju maksimum depolarisasi. Kelas I ini terbagi lagi menjadi 3, yaitu: (1) Kelas Ia yang memblok
kanal natrium dan juga kanal kalium, sehingga terjadi prolong periode refraktrori. Contoh obat yang termasuk golongan Ia adalah quinidine, disopyramide, dan procainamide. Obat ini biasa digunakan untuk mencegah kekambuhan fibrilasi atrial; (2) Kelas Ib yang memblok kanal
natrium, yang bekerja lebih efektif pada laju yang tinggi, contoh obatnya adalah lidocaine dan mexiletine. Obat ini biasa digunakan untuk pengobatan dan pencegahan takikardi ventrikular dan fibrilasi ventrikular; serta (3) Kelas
Ic yang memblok kanal natrium, tanpa dipengaruhi laju, contoh obatnya adalah flecainide dan encainide. Obat ini biasa digunakan untuk mencegah fibrilasi atrial dan sindrom WPW.
Antiaritmia kelas II berperan sebagai antagonis beta adrenoseptor. Perlu diketahui bahwa adrenalin dapat menyebabkan aritmia melalui efeknya terhadap potensial pacemaker dan influks kalsium secara lambat. Aritmia terjadi pula akibat peningkatan aktivitas simpatis. Aktivitas simpatis ini mempengaruhi konduksi AV secara kritikal. Oleh karena itulah obat golongan ini berperan dalam meningkatkan periode refraktori dari nodus AV. Contoh obatnya adalah propanolol. Kegunaannya adalah untuk mencegah kekambuhan takiaritmia (fibrilasi atrial akibat aktivitas simpatis).
Antiaritmia kelas III, berperan dalam memperlama atau prolong potensi aksi miokardium melalui prolong interval QT dan periode refraktori. Mekanismenya masih belum jelas sepenuhnya. Namun, mungkin terlibat dalam penghambatan kanal kalium pada saat repolarisasi, meningkatkan influks kalsium selama prolong potensi aksi sehingga menyebabkan peningkatan fase after-depolarisation, interupsi reentrant takikardi, atau menekan aktivitas ektopik. Contoh obatnya adalah amiodarone dan satolol. Kegunaannya adalah untuk takikardi terkait sindrom WPW, efektif untuk takiaritmia supraventrikular dan ventrikular. Sotalol digunakan pada SVT dan menekan denyut ektopik ventrikular.
Antiaritmia kelas IV, berperan dalam memblok kanal kalsium. Konduksi pada nodus SA dan AV diperlambat, direduksi pula fase after depolarisation-nya sehingga menekan timbulnya denyut ektopik prematur. Contoh obatnya adalah verapamil dan diltiazem. Digunakan untuk menegah kekambuhan paroximal supraventricular tachycardia (SVT) dan mereduksi laju ventrikel pada pasien dengan fibrilasi atrial.
Selain antiaritmia di atas, terdapat adenosine yang tidak termasuk kelas antiaritmia, merupakan nukleotida purin yang dapat mengaktivasi reseptor A1 dan mempunyai efek terhadap nodus AV. Reseptor A1 ini berhubungan dengan kanal kalsium miokardium yang diaktivasi oleh asetilkolin. Konduksi nodus AV diperlambat, terhadi hiperpolarisasi dan memperlambat peningkatan potensial pacemaker, mengagntikan posisi verapamil karena lebih aman dengan waktu paruhnya yang pendek. Digunakan untuk terminasi SVT.
Antiaritmia digoksin juga tidak termasuk ke dalam kelas antiaritmia, mekanismenya adalah memblok Na/K-ATPase pada membran sel sehingga meningkatkan natrium intrasel dan kalsium. Meningkatkan kontraksi miokardium, memperlambat konduksi AV melalui peningkatan periode refraktori nodus AV. Digunakan untuk fibrilasi atrial.
Demikian yang bisa dituliskan. Semua materi saya peroleh dari handout kuliah dan hasil mencari dari sumber lain yang saya temukan di internet. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Jangan dijadikan sebagai referensi, gunakan untuk meningkatkan pemahaman saja. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :)
No comments:
Post a Comment
If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)