Gagal jantung adalah pembahasan materi gangguan kardiovaskular kali ini, setelah pada catatan-catatan sebelumnya dibahas mengenai hipertensi, aritmia, iskemia, dan infakrd miokardial. Gagal jantung atau kegagalan fungsi pompa jantung merupakan keadaan patofisiologi yang dikaitkan dengan disfungsi jantung dan merupakan titik akhir berbagai penyakit sistem kardiovaskular. Gejala muncul bervariasi tergantung seberapa cepat terjadinya gagal jantung. Gagal jantung meliputi gagal jantung ventrikel kiri, ventrikel kanan, atau ventrikel kiri dan kanan. Faktor risiko gagal jantung antara lain hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, inaktivasitas, obesitas, alkohol, merokok, dan diet garam.
Gagal ventrikel kiri gejalanya berupa:
Sesak napas (dyspnea) terutama pada posisi berbaring.
Nyeri dada, sputum diwarnai darah, lelah dan bigung.
Peningkatan ventilasi dan denyut jantung.
Palpasi menghasilkan denyut kuat lemah.
Auskultasi paru menghasilkan bunyi abnormal (pada pemeriksaan fisik).
Penyebab gagal jantung antara lain pada kondisi kerja jantung tidak seimbang, seperti volume overload (hipertiroid) atau tekanan overload (hipertensi sistemik), pengisian jantung terbatas (mitral stenosis, penyakit perikardial), reduksi miosit (infark miokardial, lupus), atau penurunan kontraktilitas miosit (akibat infeksi virus dan bakteri, keracunan alkohol, kobalt, dan doxorubicin).
Pada gagal ventrikel kiri terdapat perubahan hemodinamik yaitu penurunan output (akibat disfungsi sistolik) dan penurunan pengisian (disfungsi diastolik). Selain itu, terdapat pula perubahan neurohormonal berupa aktivasi sistem simpatis, aktivasi sistem RAA, pelepasan vasopresin, dan pelepasan sitokin. Terdapat pula perubahan seluler seperti inefisiensi kalsium intrasel, desensitisasi adrenergik, hipertropi miosit, apoptosis, dan fibrosis.
[Sumber Gambar: biology-forums.com]
Gagal ventrikel kanan gejalanya berupa napas pendek, edema, nyeri abdominal, pemeriksaan fisik sama dengan gagal jantung kiri. Gagal ventrikel kanan disebabkan oleh peningkatan afterload pada ventrikel kanan (abnormalitas arteri atau kapiler paru) dan iskemia ventrikel kanan. Pada kelanjutannya akan terjadi disfungsi sistolik dan diastolik, penurunan kontraktilitas miosit, dan perubahan seperti pada gagal ventrikel kiri. Gagal ventrikel kanan juga dapat berasal sebagai kelanjutan dari gagal ventrikel kiri. Manifestasi klinik gagal ventrikel kanan antara lain napas pendek, peningkatan tekanan vena jugular, ascites, edema pada kaki, refluks hepatojugular, dan nyeri abdominal kuadran kanan.
[Sumber Gambar: airphysio.com]
Terapi untuk gagal jantung bertujuan untuk mencegah gagal jantung melalui identifikasi faktor risiko (mencegah berkembangnya disfungsi ventrikel dan gagal jantung). Perawatan/penanganan terhadap faktor risiko ini adalah terapi nonfarmakologinya. Terapi farmakologi untuk disfungsi sistolik antara lain ACEI, diuretik, beta bloker, dan digoksin. Sementara untuk disfungsi diastolik antara lain ACEI, beta bloker, CCB, dan nitrat.
Penanganan terhadap faktor risiko, artinya pasien yang memiliki faktor risiko harus mencapai target pengobatannya agar tidak berlanjut menjadi lebih parah kondisinya yang dalam hal ini diharapkan jangan sampai terkena gagal jantung.
Pasien hipertensi diupayakan tercapai target tekanan darahnya yaitu kurang dari 130/80 mmHg.
Pasien diabetes, target terapi HbA1c <= 6,5-7,0%, kadar gula darah puasa < 110-130 mg/dl, dan kadar gula darah 2 jam setelah makan < 140-180 mg/dl.
Orang yang kurang aktivitas fisik, setidaknya melakukan aerobik 20-30 menit 3-5 kali dalam seminggu.
Pasien obesitas, melakukan penurunan berat badan dan diupayakan mencapai BMI < 30.
Perokok, diupayakan untuk berhenti merokok.
Diet garam, maksimum 2-3 gram per hari.
Apabila pasien hipertensi melakukan kontrol tekanan darahnya dengan agresif, maka penurunan risiko terkena gagal jantungnya berkurang menjadi 50%.
ACEI direkomendasikan untuk mencegah gagal jantung pada pasien dengan risiko tinggi, yaitu pasien dengan peyakit arteri koroner, penyakit vaskular perifer, strok, diabetes dan dengan faktor risiko lainnya. ACEI dan beta bloker direkomendasikan utnuk semua pasien dengan riwayat infark miokard. Terapi ACEI menurunkan risiko kematian sel jantung, infark miokard, strok, atau gagal jantung.
Untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi batuk sebagai efek samping dari ACEI, direkomendasikan menggunakan ARB. Kombinasi hydralazine dan nitral oral dapat dipertimbangkan untuk pasien yang tidak dapat mentolerir ARB, yaitu pasien yang mengalami insufisiensi renal.
Antagonis aldosteron direkomendasikan bagi pasien dengan terapi standar, termasuk diuretik. Dapat dipertimbangkan penggunaanya pada pasien post infark dengan gagal jantung secara klinik atau diabetes. Namun, antagonis aldosteron tidak direkomendasikan bagi pasien dengan:
Pada penggunaannya suplemen kalium tidak direkomendasikan kecuali jika kadar kalium kurang dari 4,0 mmol/L.
Terapi diuretik direkomendasikan untuk mengembalikan dan menjaga volume normal pada pasien dengan riwayat overload cairan berupa gejala kongestif dan peningkatan tekanan pada saat pengisian. Dalam hal ini, diuretik kuat lebih banyak digunakan daripada tiazid pada pasien gagal jantung.
Sekian terkait dengan gagal jantung. Terkait dengan penjelasan lebih lengkap seperti apa mekanisme kerja tiap obatnya dan contoh obatnya dapat dibaca pada catatan saya sebelum-sebelumnya. Semua materi saya peroleh dari handout kuliah. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung.
Kali ini yang dibahas adalah ischaemic heart disease dan infark miokardial.
Ischaemic heart disease terjadi ketika kebutuhan aliran darah melebihi suplai darah oleh arteri koroner. Pada kondisi normal, suplai oksigen dan nutrisi melalui arteri koroner sesuai dengan kebutuhan metabolik miokardial. Ketika kebutuhan metabolik di jantung meningkat, aliran darah koroner juga meningkat. Oleh karena itu, keseimbangan oksigen miokardial dipengaruhi oleh meningkatnya kebutuhan oksigen dan nutrisi miokardium, seperti latihan fisik, stres, dan cuaca dingin. Selain itu, dipengaruhi pula oleh adanya metabolik kardial dan nitrogen oksida yang meningkatkan aliran darah koroner. Penyebab iskemia miokardial adalah aterosklerosis dan trombus. Faktor risiko dari penyakit ini antara lain merokok, diabetes, hipertensi, hiperlipidemia, kurang aktivitas fisik, obesitas, dan genetik.
Telah dijelaskan bahwa salah satu penyebab iskemia adalah aterosklerosis dan trombus. Adanya kondisi tersebut menyebabkan adanya penyumbatan pada pembuluh darah. Penyumbatan yang ada secara progresif pada arteri koroner, menghambat darah yang mengandung oksigen dan nutrisi untuk dapat memasuki sel yang membutuhkan oksigen dan nutrisi tersebut sehingga akibatnya suplai oksigen dalam sel tidak memadai. Ketika kebutuhan oksigen dan nutrisi tidak memadai, maka sel akan mengalami apoptosis dan selanjutnya nekrosis. Apoptosis terjadi ketika adanya aktivasi TNF alfa, interleukin-1-converting enzym (ICE related protease) inaktivasi poli-ADP-ribose-polymerase (PARP) dan fragmentasi DNA. Selanjutnya nekrosis terjadi akibat penurunan ATP dan penurunan pompa ion, aktivasi protease, serta kerusakan membran. Akibatnya, jantung tidak dapat bekerja sesuai dengan fungsinya. Nekrosis adalah kematian sel pada jaringan tubuh dan bersifat ireversibel terjadi ketika sel cedera berat dalam waktu lama dan sel tidak mampu beradaptasi lagi tau memperbaiki dirinya sendiri (hemostasis).
Manifestasi klinis iskemia miokardial adalah angina pektoris. Angina merupakan gejala utama iskemia miokardial. Gejalanya berupa nyeri dengan karakteristik menyebar dari dada ke lengan hingga leher, rasa tertekan dan terbakar pada wilayah sternum. Faktor kimia yang dilepaskan oleh sel miokardial yang mengalami iskemia antara lain K+, H+, dan adenosin. Faktor kimia ini kemudian menstimulasi nosiseptor. Nosiseptor adalah saraf aferen primer untuk menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri. Secara klinis angina pektoris terdiri dari 3 tipe, yaitu:
Stable angina, berupa nyeri dada yang muncul akibat peningkatan beban jantung akibat latihan, emosi, stres, dingin. Nyeri dada pada tipe angina ini dapat diprediksi dan terjadi akibat penyempitan arteri koroner.
Unstable angina, berupa nyeri dada yang muncul meskipun tidak ada peningkatan kebutuhan oksigen dan nutrisi, contohnya pada saat istirahat. Hal ini terjadi akibat adanya blok arteri koroner.
Variant angina disebabkan oleh vasospasme arteri koroner. Vasospasme adalah kejang pembuluh darah, menyebabkan vasokonstriksi dan berpotensi iskemia jaringan dan nekrosis. Biasanya dikaitkan dengan penyakit arteri koroner tetapi lebih ke peningkatan aktivitas saraf simpatis. Serangan dapat terjadi lebih sering pad amalam hari, pada saat istirahat atau gerakan fisik minimal. Faktor risiko dikaitkan dengan stres, paparan dingin, dan merokok.
Terapi iskemia miokardial bertujuan untuk mencegah terjadinya infark dan kematian (memperpanjang hidup) dan mereduksi gejala (meningkatkan kualitas hidup). Terapi dapat berupa terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologi dengan mengontrol aktivitas fisik, menghindari stres (emosional, fisiologis), menghindari faktor risiko lain seperti hiperlipidemia, obesitas, hipertensi, diabetes, merokok dan lain-lain. Target terapi farmakologi adalah peningkatan aliran darah koroner melalui dilatasi arteri koroner, penurunan beban kerja jantung melalui reduksi denyut jantung dan kontraksi. Terapi farmakologi terdiri dari:
Aktivator kanal kalium (mekanisme aksi berupa dilatasi), contohnya nicorandil, pinacidil.
Antagonis Beta adrenoceptor (mekanisme aksi berupa blok reseptor beta sehingga terjadi reduksi denyut jantung dan CO, akibatnya terjadi penurunan beban kerja miokardial dan kebutuhan oksigen), contohnya atenolol, propanolol/
Bloker kanal kalsium, contohnya nifedipin, amlodipin.
ACEI, contohnya captopril, enalapril, lisinopril.
Antiplatelet (tujuannya mencegah agregasi platelet, sehingga menghambat terjadinya trombosis, digunakan sebagai profilaksis terutama pada unstable angina). Berdasarkan mekanisme kerjanya dibagi menjadi 3, yaitu (1) penghambat COX-1, yaitu aspirin, mekanisme kerja dengan menghambat COX-1 dalam mensintesis prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan, sehingga dapat mencegah agregasi platelet sehingga menghambat terjadinya trombosis. Trombosis adalah proses koagulasi/penggumpalan darah di dalam pembuluh darah; (2) antagonis ADP, mekanisme aksi sebagai antagonis kompetitif reseptor ADP, contohnya ticlopidine dan clopidogrel (prodrug). ADP dilepaskan oleh trombosit yang aktif ke membran trombosit lain yang kemudian akan mengaktifkan enzim fosfolipase yang pada akhirnya terbentuklah tromboksan yang berperan dalam agregasi trombosit; (3) Antagonis GPIIb/IIIa, mekanisme kerja sebagai antagonis kompetitif reseptor GPIIb/IIIa. Reseptor ini juga berperan dalam pembentukkan tromboksan. Contoh obat golongan ini adalah antibodi monoklonal (abciximab), peptida sintetik eptifibatide, dan molekul sintetik (tirofiban).
Infark miokardial, lebih sering didengar sebagai serangan jantung, adalah kerusakan atau kematian jaringan miokardial akibat iskemia. Terjadi akibat adanya blok arteri koroner oleh trombus dan vasospasme kronis. Perlu diketahui bahwa terdapat dua arteri koroner yang menyuplai miokardium, yaitu arteri koroner kiri dan arteri koroner kanan. Sebanyak kurang lebih 50% infark terjadi pada arteri koroner kiri. Ada 2 tipe infark miokardium yaitu transmural (meliputi keseluruhan dinding ventrikel) dan subendokardial (meliputi sepertiga atau separuh dinding ventrikel bagian dalam).
Terdapat 2 fase pada transmural, fase pertama adalah saat kejadian infark miokard yang dimulai dari iskemia dan berlanjut tanpa penanganan selama 0-2 jam. Sementara fase 2 adalah kelanjutan fase 1, yaitu saat tanpa penanganan selama 2-24 jam, seperti pada gambar di bawah ini.
Pada fase 1 tahap 1, dimulai saat terjadinya iskemia dan belum ada tanda kerusakan maupun nekrosis. Tahap 2 terjadi saat menit kurang dari 20 dan 40 belum juga mendapatkan penanganan, pada tahap ini telah terjadi kerusakan/cedera namun belum sampai ke nekrosis. Tahap 3 terjadi pada menit ke 30, tahap ini telah terjadi nekrosis sebanyak 10%, berlanjut pada menit ke-60 atau pada saat jam ke-1, terjadi nekrosis sebanyak 30%. Pada tahap ke 5, nekrosis telah mencapai separuhnya atau 50% pada jam ke-2.
Fase 2 berlanjut ketika sampai 2 jam dimulai saat terjadinya iskemia pada fase 1 belum juga mendapat penanganan. Pada fase 2 tahap 1 ini, terjadi pada jam ke-3 kelanjutan dari fase 1, telah terjadi nekrosis sebanyak 60%. Berlanjut pada tahap 2, 90% nekrosis terjadi pada 3 jam berikutnya, yaitu di jam ke-6, dan nekrosis mencapai puncaknya, 100%, pada jam ke 24 atau selama 1 hari sejak iskemia dimulai dan tidak juga memperoleh penanganan.
Dalam patogenesis infark miokard, terjadi kompensasi. Kompensasi terjadi akibat hipotensi dan perubahan hemodinamik. Kompensasi berupa:
pelepasan katekolamin, menyebabkan peningkatan denyut jantung, kekuatan kontraksi, dan resistensi perifer.
retensi natrium dan air.
aktivasi sistem RAA.
Hipertropi ventrikel.
Perlu diketahui bahwa kompensasi tersebut justru dapat memperparah fungsi jantung yang mengalami infark. Manifetasi klinisnya berupa nyeri dada parah, kerusakan ireversibel, pelepasan enzim miokard, perubahan EKG, respon inflamasi, dan nekrosis.
Nyeri dada berupa nyeri dada yang parah dan rasa tidak nyaman, sensasi tertekan dan rasa remuk pada dada diikuti mual, muntah, berkeringat, dan lemah.
Terkait pelepasan enzim, enzim dilepaskan oleh sel yang rusak yang akan lisis, enzim tersbut berupa CPK (creatinine phosphokinase), lactate dehydrogenase (LDH) ke dalam darah.
Perubahan EKG terjadi pada gelombang T, ST, dan Q.
Respon inflamasi muncul akibat sel miokardium cedera, akibatnya terjadi infiltrasi leukosit, peningkatan jumlah leukosit dan demam.
Nekrosis, berupa kematian sel yang terjadi di area miokardium yang mengalami infark.
Jaringan parut terjadi akibat perbaikan jaringan yang mengalami nekrosis.
Komplikasi infark miokard terjadi tergantung dari area infark. Komplikasi dapat berupa lepasnya sel miokard yang mati yang menyebabkan perdarahan dalam ventrikel, terbentuknya tromboemboli, perikarditis (umumnya terjadi 1-2 hari setelah infark), aritmia, penurunan fungsi jantung, gagal jantung, dan syok kardiogenik. Terapi infark miokard bertujuan untuk meminimalisir area yang mengalami infark, mencegah kerusakan iskemik yang lebih parah, mencegah terjadinya trombosis koroner. Terapi farmakologi berupa:
Antiplatelet, untuk meningkatkan aliran darah dan mencegah kerusakan otot jantung.
Trombolitik, menormalkan aliran darah dengan melarutkan bekuan darah dalam arteri koroner.
Vasodilator, meningkatkan aliran darah ke miokardium dan mereduksi beban jantung.
Beta bloker, mengurangi beban kerja jantung melalui penurunan denyut jantung dan kontraksi.
ACEI, meningkatkan aliran darah.
Antiaritmia, mengontrol ritme jantung yang terjadi akibat infark miokard.
Terapi pendukung berupa oksigen (menjaga suplai oksigen ke jaringan dan level oksigen otot jantung) dan analgesik (mengurangi rasa nyeri), bila perlu diberi morfin.
Contoh trombolitik antara lain streptokinase, anistreplase, alteplase, urokinase. Streptokinase diperloeh dari beta-hemolitik streptococcus. Anistreplase merupakan prodrug, kompleks dari plasminogen dan streptokinase. Alteplase merupakan rekombinan tissue plasminogen activator. Sementara urokinase merupakan enzim endogen manusia yang mengkonversi plasminogen menjadi plasmin.
Sekian yang dapat disampaikan. Semua materi diperoleh dari handout kuliah dan hasil mencari dari sumber lain di internet. Digunakan untuk meningkatkan pemahaman, mohon jangan dijadikan sebagai acuan, carilah dari sumber yang lebih valid. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D
Pada catatan kali ini, akan dijelaskan mengenai gangguan kardiovaskuler selain hipertensi, yaitu aritmia. Aritmia merupakan gangguan pada detak jantung atau irama jantung, ketika organ tersebut berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak teratur. Sebelum membahas lebih lanjut terkait dengan patofisiologinya, perlu diketahui terlebih dahulu fisiologinya, hal-hal seperti apa yang terjadi seharusnya pada keadaan normal.
Pada normalnya, laju dan ritme jantung terjadi ketika miokardium tereksitasi melalui aktivitas listrik. Pada keadaan istrirahat intraseluler, miokardium bertegangan sekitar -90 mV, sementara di nodus SA sekitar -40 mV. Pada keadaan istirahat pula terjadi influks K+ dan efluks Na+ melalui pompa Na+/K+. Potensial aksi terjadi ketika ion Na+ masuk ke intrasel, hal ini menyebabkan stimulasi pada serat otot tunggal, lalu menyebabkan aktivitas listrik menyebar ke seluruh miokardium. Potensial aksi di miokardium terdiri dari 4 fase:
Fase 0: depolarisasi (Na+ influks)
Fase 1: repolarisasi parsial (Na+ inaktif, K+ efluks)
Fase 2: plateu (Ca2+ influks lambat)
Fase 3: repolarisasi (Ca2+ inaktif, K+ influks)
Fase 4: potensial pacemaker (Na+ influks lambat, K+ efluks lambat
Fase 1-3: periode refraktori.
Terkait dengan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan depolarisasi dan repolarisasi otot jantung, dapat dibaca di sini.
Ritme jantung yang teratur adalah dimulai dari nodus SA sebagai pacemaker (pencetus/pemacu detak jantung). Depolarisasi yang terjadi oleh nodus SA mencetuskan depolarisasi pada atrial. Kemudian menyebar hingga terjadi konduksi di nodus AV secara lambat. Selanjutnya dilanjutkan konduksi melalui berkas/bundel his dan serat purkinje yang lebih cepat. Nodus SA ini dikendalikan oleh sistem saraf otonom. Terkait dengan aktivitas parasimpatis dapat dicetuskan melalui reseptor M2 muskarinik. Sementara aktivitas simpatis melalui reseptor beta 1. Aktivasi pada saraf simpatis ini akan mengakibatkan peningkatan denyut jantung (efek kronotropik positif), peningkatan automatisiti, dan fasilitasi konduksi nodus AV. Ritme jantung/denyut jantung yang normal adalah 60-100 bpm (detak per menit).
Sekilas terkait inotropik dan kronotropik. Inotropik ada dua macam, yaitu inotropik positif dan negatif. Inotropik positif adalah kondisi ketika terjadi peningkatan kontraktilitas miokard, sebaliknya kondisi ketika terjadi penurunan kontraktilitas miokard adalah inotropik negatif biasanya obat yang berperan seperti ini digunakan untuk mengurangi beban kerja jantung. Kronotropik juga terbagi menjadi dua macam, yaitu kronotropik positif dan negatif. Kronotropik positif adalah kondisi ketika terjadi peningkatan denyut jantung melalui pengaruhnya pada saraf dan mengubah irama yang dihasilkan oleh nodus SA. Sebaliknya, kronotropik negatif adalah yang berperan dalam menurunkan denyut jantung juga dengan cara mengubah irama yang dihasilkan oleh nodus SA.
Alat yang digunakan untuk merekam aktivitas listrik jantung adalah EKG. Pada rekamannya, dapat dilihat pola yang menunjukkan depolarisasi dan repolarisasi dari miokardium. Pola yang tampak adalah P-QRS-T. P adalah saat ketika terjadi depolarisasi atrial. QRS adalah saat terjadi depolarisasi ventrikel. Sementara T adalah saat terjadi repolarisasi ventrikel.
[Sumber Gambar: elearning.code3cme.com]
Aritmia jantung dihasilkan akibat gangguan pembentukkan impuls, konduksi impuls, atau kombinasi keduanya. Gangguan pembentukkan impuls dapat berupa:
Sinus bradikardi (< 60 bpm) disebabkan oleh lambatnya spontanitas SA.
Sinus takikardi (> 100 bpm) disebabkan oleh cepatnya cetusan nodus SA.
Gangguan konduksi impuls dapat berupa (1) blok jantung yang menyebabkan blok/memperlambat konduksi, dan (2) proses reentry akibat blok searah dalam pathway konduksi (iskemia/IM). Gangguan aritmia dapat pula terjadi akibat kecacatan dari kanal ion tervoltasi (voltage-gated ion channel) secara genetik. Reentry adalah reaktivasi jaringan refraktori akibat blok konduksi. Manifestasi klinik pada pasien aritmia jantung antara lain memiliki denyut jantung yang mengalami peningkatan atau penurunan, ritme jantungnya dapat teratur atau tidak teratur, dan kompleks pada EKG-nya dapat sempit atau luas. Aritmia terjadi karena ada reentry, sirkuit menjadi abnormal. Contohnya pada WPW (Wolf Parkinson White) sindrom.
WPW sindrom adalah gangguan beberapa sistem konduksi dari jantung yang sering disebut sindrom pra eksitasi. Pada jantung normal, sinyal listrik hanya menggunakan satu jalur pada saat memasuki jantung. Saat sinyal listrik bergerak dari atrium menuju ventrikel diperlukan jeda agar jantung berdetak dengan tepat. Jika ada jalur konduksi ekstra, sinyal listrik bisa mencapai ventrikel terlalu cepat sehingga gejala yang dialami penderita WPW sindrom berupa takikardi, pusing, dada berdebar, dan serangan jantung (jarang terjadi).
Cardiac channelopathies merupakan salah satu bentuk aritmia akibat genetik. Jadi terjadi gangguan fungsi pada subunit kanal ionnya. Subunit kanal ion dapat mengalami gangguan fungsi akibat terjadi mutasi pada gen yang meregulasinya yaitu Ankyrin B dan LQT4. Akibatnya, potensial aksi dapat terjdadi lebih cepat, atau lebih lambat.
Manajemen untuk antiaritmia berupa terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi nonfarmakologi untuk aritmia akut adalah carotid sinus massage. Terapi profilaksis (untuk mencegah penyebaran penyakit) dapat digunakan implamantable defibrillator (stimulator detak jantung). Terapi nonfarmakologinya dapat juga digunakan pacing yang bersifat sementara maupun yang permanen.
Terapi farmakologi memiliki taget untuk automatisiti dan konduksi agar dapat mengembalikan ritme jantung ke normal, mencegah kekambuhan, memperbaiki konsekuensi hemodinamik aritmia, dan mereduksi risiko keparahan aritmia. Obat-obatan antiaritmia berdasarkan Vaughan-Williams Classification, terdiri dari beberapa kelas, yaitu:
Kelas I, bloker kanal natrium (aksi membran secara langsung).
Kelas II, yaitu antagonis beta adrenoseptor.
Kelas III, yang dapat memperlama repolarisasi atau durasi potensial aksi.
Kelas IV, yaitu bloker kanal kalsium.
Selain itu antiaritmia dapat pula berupa agonis purinergik dan glikosida digitalis.
Antiaritmia kelas I memblok kanal natrium, pada subunit alfa. Mempengaruhi aksi membran secara lansgung, efek ke fase 0 (potensial aksi) di mana terjadi reduksi laju maksimum depolarisasi. Kelas I ini terbagi lagi menjadi 3, yaitu: (1) Kelas Ia yang memblok
kanal natrium dan juga kanal kalium, sehingga terjadi prolong periode refraktrori. Contoh obat yang termasuk golongan Ia adalah quinidine, disopyramide, dan procainamide. Obat ini biasa digunakan untuk mencegah kekambuhan fibrilasi atrial; (2) Kelas Ib yang memblok kanal
natrium, yang bekerja lebih efektif pada laju yang tinggi, contoh obatnya adalah lidocaine dan mexiletine. Obat ini biasa digunakan untuk pengobatan dan pencegahan takikardi ventrikular dan fibrilasi ventrikular; serta (3) Kelas
Ic yang memblok kanal natrium, tanpa dipengaruhi laju, contoh obatnya adalah flecainide dan encainide. Obat ini biasa digunakan untuk mencegah fibrilasi atrial dan sindrom WPW.
Antiaritmia kelas II berperan sebagai antagonis beta adrenoseptor. Perlu diketahui bahwa adrenalin dapat menyebabkan aritmia melalui efeknya terhadap potensial pacemaker dan influks kalsium secara lambat. Aritmia terjadi pula akibat peningkatan aktivitas simpatis. Aktivitas simpatis ini mempengaruhi konduksi AV secara kritikal. Oleh karena itulah obat golongan ini berperan dalam meningkatkan periode refraktori dari nodus AV. Contoh obatnya adalah propanolol. Kegunaannya adalah untuk mencegah kekambuhan takiaritmia (fibrilasi atrial akibat aktivitas simpatis).
Antiaritmia kelas III, berperan dalam memperlama atau prolong potensi aksi miokardium melalui prolong interval QT dan periode refraktori. Mekanismenya masih belum jelas sepenuhnya. Namun, mungkin terlibat dalam penghambatan kanal kalium pada saat repolarisasi, meningkatkan influks kalsium selama prolong potensi aksi sehingga menyebabkan peningkatan fase after-depolarisation, interupsi reentrant takikardi, atau menekan aktivitas ektopik. Contoh obatnya adalah amiodarone dan satolol. Kegunaannya adalah untuk takikardi terkait sindrom WPW, efektif untuk takiaritmia supraventrikular dan ventrikular. Sotalol digunakan pada SVT dan menekan denyut ektopik ventrikular.
Antiaritmia kelas IV, berperan dalam memblok kanal kalsium. Konduksi pada nodus SA dan AV diperlambat, direduksi pula fase after depolarisation-nya sehingga menekan timbulnya denyut ektopik prematur. Contoh obatnya adalah verapamil dan diltiazem. Digunakan untuk menegah kekambuhan paroximal supraventricular tachycardia (SVT) dan mereduksi laju ventrikel pada pasien dengan fibrilasi atrial.
Selain antiaritmia di atas, terdapat adenosine yang tidak termasuk kelas antiaritmia, merupakan nukleotida purin yang dapat mengaktivasi reseptor A1 dan mempunyai efek terhadap nodus AV. Reseptor A1 ini berhubungan dengan kanal kalsium miokardium yang diaktivasi oleh asetilkolin. Konduksi nodus AV diperlambat, terhadi hiperpolarisasi dan memperlambat peningkatan potensial pacemaker, mengagntikan posisi verapamil karena lebih aman dengan waktu paruhnya yang pendek. Digunakan untuk terminasi SVT.
Antiaritmia digoksin juga tidak termasuk ke dalam kelas antiaritmia, mekanismenya adalah memblok Na/K-ATPase pada membran sel sehingga meningkatkan natrium intrasel dan kalsium. Meningkatkan kontraksi miokardium, memperlambat konduksi AV melalui peningkatan periode refraktori nodus AV. Digunakan untuk fibrilasi atrial.
Demikian yang bisa dituliskan. Semua materi saya peroleh dari handout kuliah dan hasil mencari dari sumber lain yang saya temukan di internet. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Jangan dijadikan sebagai referensi, gunakan untuk meningkatkan pemahaman saja. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :)
Salah satu gangguan kardiovaskuler adalah hipertensi. Pada post kali ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan hipertensi. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistemik (sistol atau diastol) lebih dari 140/90. Hipertensi sistolik menunjukkan peningkatan tekanan sistol meskipun tanpa peningkatan tekanan diastol. Hipertensi umumnya didiagnosis ketika tekanan diastol meningkat konsisten lebih tinggi dari 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah kronik meningkatkan risiko kerusakan ginjal, jantung, dan otak. Tekanan darah dikontrol oleh sistem saraf dan hormonal secara terintegrasi yang akan memodulasi volume darah, curah jantung, dan resistensi pembuluh perifer.
Hipertensi diklasifikasikan menjadi hipertensi esensial (primer) dan sekunder. Hipertensi primer adlaah hipertensi yang terjadi peningkatan tekanan darah secara idiopatik (istilah medis yang digunakan untuk menjelaskan kondisi yang belum terungkap jelas penyebabnya). Prevalensinya 90-95% pada usia di atas 40 tahun. Beberapa faktor risiko yang dikaitkan dengan hipertensi primer adalah usia, genetik, obesitas, merokok, konsumsi alkohol, kadar garam yang tinggi dalam makanan, dan kurang aktivitas fisik.
Berdasarkan sumber ini, dijelaskan penjelasan faktor risiko hipertensi primer. Terkait dengan faktor usia, risiko hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia. Faktor genetik/keturunan, orang dengan anggota keluarga yang mengidap hipertensi memiliki risiko tinggi untuk mengalami kondisi yang sama. Obesitas/kelebihan berat badan, berat badan yang berlebih membutuhkan oksigen dan nutrisi yang lebih banyak, sehingga volume darah dibutuhkan lebih banyak, volume darah yang meningkat inilah yang dapat menyebabkan tekanan darah. Merokok juga merupakan faktor risiko hipertensi karena rokok dapat meningkatkan tekanan darah sekaligus menyempitkan dinding arteri. Konsumsi alkohol dapat menjadi penyebab karena kandungan alkohol dalam minuman keras dapat memicu kerusakan pada organ jantung. Kadar garam yang tinggi dalam makanan dapat menyebabkan penumpukkan cairan dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan volume darah. Sementara kurang aktivitas fisik menjadi salah satu faktor risiko karena orang yang jarang berolahraga cenderung memiliki detak jantung yang lebih cepat, sehingga jantung akan bekerja lebih keras. Kerja jantung yang lebih keras akan meningkatkan tekanan darah.
Sementara hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya diketahui. Prevalensinya sekitar 5-10%, biasanya penyebabnya adalah renovaskuler (peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh aktivasi sistem angiotensin aldosteron), penyebab lainnya adalah penyakit endokrin. Tingkat keparahan hipertensi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Apabila hipertensi tidak memperoleh penanganan yang tepat, maka dapat terjadi komplikasi munculnya gangguan lain seperti pada pembuluh darah dapat terjadi aterosklerosis; pada jantung dapat terjadi hipertropi, iskemia, gagal jantung; serta pada ginjal juga dapat terjadi iskemia, penurunan laju filtrasi glomerulus, dan gagal ginjal. Oleh karena itulah, sebelum memburuk, pasien hipertensi harus segera diberi penanganan.
Terkait dengan salah satu penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit endokrin. Dalam hal ini yang berkaitan adalah ketika terjadi peningkatan kadar lipid dalam darah atau hiperlipidemia. Pada hiperlipidemia, hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis. Pada saat sel endotel pembuluh darah mengalami kerusakan, terjadi peningkatan permeabilitas. Dengan adanya hiperlipidemia, small-dense-LDL akan masuk ke otot polos dan akan terjadi aterosklerosis. Selain itu, rusaknya sel endotel juga akan menyebabkan inflamasi yang dapat menyebabkan deposit platelet, makrofag, dan jaringan parut. Lama kelamaan dapat terjadi penebalan dinding arteri sehingga akan mengurangi kelenturan pembuluh darah dan akhirnya terjadi hipertensi.
Jadi, tujuan terapi hipertensi adalah penurunan tekanan darah yang tinggi di mana secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi volume darah, curah jantung, dan resistensi perifer.
Target obat antihipertensi antara lain:
Saraf simpatis, yang melepaskan vasokonstriktor.
Ginjal, yang turut berkontribusi dalam regulasi volume darah.
Jantung, yang mempengaruhi curah jantung.
Arteriol, yang mempengaruhi resistensi pembuluh perifer.
Sel endotel, yang mengatur sistem agen hipotensif (NO).
Penanganan pasien hipertensi dapat diberikan terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi nonfarmakologi berupa pengendalian berat badan, banyak beraktivitas, mengatur konsumsi garam, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol, dan mengatasi gangguan lipoprotein.
Terapi farmakologi berupa konsumsi obat yang berperan sebagai vasodilator dan/atau penurun CO/curah jantung. Vasodilator adalah obat yang bekerja dengan cara (1) merelaksasi otot polos vaskular. Bekerja pada (2) kanal kalsium bergantung voltasi (voltage-dependent calcium channel) pada membran plasma, bekerja pula pada (3) kanal kalsium pada retikulum sarkoplasma. Bekerja di (4) GPCRs (G Protein Coupled Reseptor atau reseptor yang tergandeng protein G). GPCRs ini adalah protein yang tertanam di permukaan sel tepatnya pada membran sel. Protein ini menerima sinyal kimia dari luar sel dan lulus sinyal ke dalam sel sehingga sel dapat merespon sinyal. Selain itu, bekerja pula dalam (5) penghambatan Rho kinase. Terapi yang bertujuan untuk menurunkan CO memiliki target yaitu agar terjadi penurunan volume darah, pada umumnya melalui pemberian pengaruh terhadap reseptor adrenergik pada sel otot jantung.
Vasodilator ada 2 macam, yaitu vasodilator langsung dan tidak langsung. Vasodilator langsung dapat berupa (1) antagonis kalsium, (2) agonis kanal kalium, dan (3) rho kinase inhibitor. Sementara vasodilator tidak langsung dapat berupa yang bekerja dengan cara menghambat sistem saraf simpatis yaitu antagonis alfa-adrenoseptor atau yang dengan cara menghambat sistem renin angiotensin seperti (1) antagonis beta, (2) renin inhibitor, (3) ACE inhibitor, (4) antagonis reseptor AT1, dan (5) antagonis reseptor aldosteron.
Obat yang bekerja sebagai antagonis kalsium, mekanisme kerjanya yaitu dengan memblok influks kalsium ke dalam sel melalui kanal kalsium. Obat golongan ini mempengaruhi sel miokard jantung dan sel otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi kemampuan kontraksi miokard, pembentukkan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung, dan tonus vaskuler sistemik atau koroner. Obat golongan ini terbagi menjadi 3 kelas yaitu:
Fenilalkilamin, contohnya verapamil.
Dihidropiridin, contohnya nifedipin, amlodipin.
Benzotiazepin, contohnya diltiazem.
Berdasarkan PIONAS, pemilihan obat-obatan golongan antagonis kalsium berbeda-beda berdasarkan perbedaan lokasi kerjanya sehingga efek terapetiknya tidak sama, dengan variasi yang lebih luas daripada golongan beta bloker. Verapamil dan diltiazem bekerja pada kanal kalsium di otot jantung, sementara nifedipin dan amlodipin bekerja di otot polos. Verapamil dan diltiazem biasanya harus dihindari pada penderita gagal jantung karena dapat menekan fungsi jantung sehingga mengakibatkan perburukan klinis.
Verapamil merupakan antagonis kalsium dengan kerja inotropik negatif yang poten, mengurangi curah jantung, memperlambat denyut jantung, dan mengganggu konduksi AV. Dengan demikian verapamil dapat mencetuskan gagal jantung, memperburuk kondisi gangguan konduksi, dan menyebabkan hipotensi pada dosis tinggi. Oleh karena itu pula, obat ini tidak boleh diberikan bersama dengan beta bloker. Efek samping utamanya berupa konstipasi.
Nifedipin merelaksasi otot polos vaskular sehingga mendilatasi arteri koroner dan perider. Obat ini lebih berpengaruh terhadap pembuluh darah dan kurang berpengaruh terhadap miokardium dibanding verapamil. Nifedipin jarang menimbulkan gagal jantung. Nifedipin memiliki kerja pendek sehingga tidak dianjurkan untuk pengobatan jangka panjang. Berbeda dengan nifedipin, amlodipin dan felodipin memiliki masa kerja yang lebih panjang sehingga dapat diberikan sehari sekali. Efek sampingnya adalah muka merah dan sakit kepala, serta edema pergelangan kaki.
Diltiazem dengan sediaan kerja panjang juga digunakan untuk terapi hipertensi. Senyawa ini dapat digunakan untuk pasien yang karena suatu sebab tidak dapat diberikan beta bloker. Efek inotropik negatifnya lebih ringan dibanding verapamil. Meskipun demikian, karena risiko bradikardi, tetap diperlukan kehati-hatian bila digunakan bersama beta bloker.
Mekanisme kerja agonis kalium adalah melalui relaksasi otot polos dengan adanya peningkatan permeabilitas membran secara selektif terhadap ion K+ akibat aktivasi kanal K-ATP. Contoh obat golongan ini adlah Cromakalim dan minoksidil. Minoksidil sangat poten dengan durasi kerja yang lama. Salah satu sifat minoksidil adalah dapat menyebabkan retensi natrium dan air sehingga perlu dikombinasi dengan diuretik.
Rho kinase adalah efektor dari small GTPase Rho dan termasuk ke dalam ACG family of kinases.
Rho kinase ini memiliki peran dalam berbagai hal regulasi, yang
berhubungan dengan persoalan ini adalah peranannya dalam kontraksi sel
sehingga dengan adanya penghambatan Rho kinase terjadi pula penghambatan
pada kontraksi, dan diharapkan selanjutnya dapat menurunkan tekanan
darah. Contoh obat golongan ini adalah Fasudil.
Antagonis alfa-adrenoseptor bekerja dengan memblok reseptor alfa pada membran vaskuler, contohnya doxazosin dan prazosin. Efeknya berupa penuruann tekanan darah melalui relaksasi otot polos. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan cepat setelah dosis pertama, sehingga harus hati-hati pada pemberian pertama.
Antagonis beta bekerja dengan cara memblok reseptor beta adrenoseptor di jantung, pembuluh darah perifer, bronkus, pankreas, dan hati. Contoh obatnya adalah propanolol dan atenolol. Beberapa beta bloker seperti oksirenolol, pindolol, dan asebutolol cenderung kurang menimbulkan bradikardi dibandingkan beta bloker lainnya dan mungkin kurang menimbulkan rasa dingin pada kaki dan tangan. Beberapa beta bloker ada yang larut dalam lemak dan ada yang larut dalam air. Yang paling larut dalam air adalah atenolol, nadolol, dan sotalol sehingga beta bloker tersebut sukar larut ke dalam otak, jadi kurang menimbulkan gangguan tidur dan mimpi buruk. Beta bloker larut air tersebut disekresi oleh ginjal sehingga diperlukan pengurangan dosis pada gangguan ginjal.
Beta bloker harus dihindari pada pasien gagal jantung tidak stabil yang memburuk. Sementara untuk pasien gagal jantung stabil perlu diberikan secara hati-hati. Beta bloker dapat mencetuskan asma sehingga harus dihindarkan pemberiannya pada pasien dengan riwayat asma atau bronkospasme. Beta bloker dapat menyebabkan efek lelah, rasa dingin di kaki dan tangan, dan gangguan tidur atau mimpi buruk. Untuk pengobatan rutin hipertensi tanpa komplikasi, pemberian beta bloker sebaiknya dihindarkan dari pasien dengan diabetes.
Renin inhibitor bekerja dengan menurunkan aktivitas renin plasma. Contoh obatnya adalah enalkiren.
ACE inhibitor bekerja dengan cara menghambat enzim konversi angiotensin sehingga tidak terjadi konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. ACEI mengandung sulfhidril dengan tapak aktif mengandung atom zink pada ACE. Contoh obatnya antara lain captopril, enalapril, lisinopril, ramipril, perindopril, dan trandolapril. Efek farmakologinya yaitu menghambat efek angiotensin I, mempengaruhi resistensi vaskular tanpa efek terhadap kontraktilitas otot jantung. ACEI merupakan terapi awal yang sesuai untuk hipertensi pada pasien kaukasian berusia muda, tetapi pasien yang berumur lebih dari 55 tahun memberikan respon yang kurang baik. Pada pasien dengan stenosis arteri ginjal bilateral yang berat atau stenosis arteri ginjal unilateral berat (hanya satu ginjal yang berfungsi), penghambat ACE mengurangi atau meniadakan filtrasi glomerulus sehingga menyebabkan gagal ginjal yang berat dan progresif. Karena itu penghambat ACE dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki penyakit renovaskuler kritis tersebut.
Mekanisme kerja antagonis reseptor AT1 adalah menghambat efek kerja dari reseptor AT1 yang dapat menyebabkan vasokonstriksi. Contoh obatnya antara lain losartan, candesartan, valsartan, dan irbesartan. Sifatnya mirip dengan ACEI, tetapi golongan ini tidak menghambat pemecahan bradikinin dan kinin-kinin lainnya, sehingga tidak menimbulkan batuk kering persisten yang biasanya mengganggu terapi ACEI. Oleh karena itu, obat golongan ini adalah alternatif ACEI yang berguna.
(Golongan obat yang bekerja dengan menurunkan curah jantung adalah obat golongan diuretik. Diuretik dapat meningkatkan eksreksi Natrium dan air dan menurunkan reabsorpsi keduanya. Diuretik ada 3 tipe, yaitu tiazid, diuretik kuat, dan diuretik hemat kalium. Diuretik tiazid adalah diuretik yang paling umum digunakan sebagai antihipertensi, bekerja di membran luminal tubulus distal. Penggunaan jangka panjangnya dapat menyebabkan hipokalemia. Contoh obatnya adalah bendroflumetiazid dan hidroklorotiazid (HCT). Diuretik kuat merupakan diuretik yang efeknya paling kuat, bekerja pada bagian lengkung henle, contoh obatnya adalah furosemid. Diuretik kuat juga dapat menyebabkan hipokalemia. Sementara diuretik hemat kalium merupakan diuretik yang mengatami efek samping hipokalemia, contohnya adalah triamteren, amiloride, dan spironolakton.
Algoritme penatalaksanaan terapi hipertensi adalah sebagai berikut:
Apabila hipertensi masih belum parah, dapat hanya dilakukan perubahan gaya hidup saja. Target yang harus dicapai adalah tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg, sementara untuk pasien DM atau penyakit kronik lain, targetnya adalah kurang dari 130/80 mmHg. Apabila dengan adanya perubahan gaya hidup masih belum mencapai target, maka perlu mengkonsumsi obat. Apabila tidak terdapat indikasi darurat, penanganan untuk hipertensi tingkat 1 adalah dengan menggunakan obat golongan tiazid (tipe diuretik paling banyak digunakan), dapat pula mempertimbangkan obat golongan ACEI, ARB (Angitensin Reseptor Blocker/penghambat reseptor angiotensin), BB (beta bloker), CCB (Calcium Channel Blocker, penghambat kanal kalsium), atau kombinasinya. Untuk hipertensi tingkat 2, digunakan 2 kombinasi obat biasanya diuretik tiazid dan ACEI atau ARB, atau BB, atau CCB. Sementara penatalaksanaan antihipertensi untuk yang memiliki kondisi indikasi darurat, dapat dipertimbangkan obat antihipertensi yang sesuai di antara diuretik, ACEI, ARB, BB, atau CCB, sesuai dengan kebutuhan. Apabila tujuan terapi tetap tidak tercapai maka dosis dapat ditingkatkan atau ditambah obat tambahan hingga dapat mencapai target tekanan darah. Pertimbangkan konsultasi dengan dokter spesialis hipertensi.
Sekian. Semua materi diperoleh dari handout saat kuliah dan tambahan dari hasil mencari dari sumber di internet. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Catatan ini ditujukan untuk meningkatkan pemahaman saja, jangan dijadikan sebagai referensi, cari referensi lain yang lebih valid. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :)
The biggest moment in the year of 2016 was passed, your eyes looked happy when seeing me approaching you. You gave me the warmest hug of the year. Thanks, dad, and mom, for always supporting me until this level of education.
Did you remember when I told you a lot about the benefit of joining a student organization? You understood me so much. I only could see your understanding from your mouth, but I couldn't see it from your eyes. Your eyes told a lie, I saw tears in your eyes every time I told you about my GPA progress which tended to decrease. I wasn't expecting you to look sad as I had said in front that my extracurricular activities might interfere my focus on academics.
Then, I gave up on convincing you that soft skill is as important as intelligence because I wanted you to be happy so I tried hard to achieve something that might be impossible to be reached by me. I just kept praying and trying as maximum as I could because I believe "Nothing is IMPOSSIBLE, the word itself says I'M POSSIBLE" -Audrey Hepburn.
Without getting rid of my extracurricular activities, I could show you that my involvement in student organization couldn't constrain me to obtain the highest achievement in academics as you saw in my bachelor graduation day in 2015, I had the chance to obtain cum laude title when I almost gave up to obtain it (read more about my story about this here). Moreover, in this year, which I never expected before and never dreamt about it since I was also not in a good health condition (read more about my story about this here), I obtained Novell Award as the second highest GPA of industry specialization in apothecary profession program. I was happy as I see you happy at that time. Your happiness is my happiness.
What's next?
You came to me and brought a new plan. Even though it came late, I did agree. You and I accepted the consequences. You provided me something I needed for the preparation. You supported me to achieve something bigger. You worked hard to tackle neighbors' curiosity when they saw me unemployed by saying that I was just enjoying my holiday while some of my friends might have already sat in a company.
Now, you let me love myself more than I was before. You let me be free to choose my life plan. Even though I knew you had another plan for me previously, but then actually it was you who changed my life plan and happily it's in accordance with I want. Therefore, we had a same final decision. I couldn't be happier to hear that. Since it was also coming from you so I could undergo this new path at ease.
I wasn't unemployed at all. My research supervisor asked me to help him in his research project so you could say that I had a job. I love my job which was so flexible regardless of its workload and unexpected additional assignments. I could still focus on what I want because not only you, my research supervisor also supported me. He helped me provide the documents and suggestions.
It's about my future. We might only create a plan, but who knows what will truly happen next. Just always be beside me and support me. I hope you always be healthy and be given longevity.
Sebelum membahas terkait gangguan kardiovaskuler, perlu untuk mengetahui fisiologi dari sitem kardiovaskuler terlebih dahulu. Dimulai dari struktur jantung. Struktur jantung tampak pada gambar di bawah ini.
Pada pokoknya, struktur jantung terdiri dari perikardium, 4 Ruang (serambi kanan, serambi kiri, bilik kanan, bilik kiri), pembuluh koroner, katup, septum, dan miokardium. Perikardium adalah membran berlapis ganda, tipis namun kuat yang mengelilingi jantung. Perikardium juga menyediakan peluasan untuk permukaan jantung dan menjaga organ dari menjadi terlalu besar dengan membtasi jumlah ruang tumbuh. Lebih lanjut mengenai fungsi perikardium dapat dibaca di sini. Septum atau sekat pada jantung ada 3 macam, yaitu septum atriotum, septum interventrikularis, dan septum atrioventrikularis. Septum atriotum adalah sekat yang memisahkan ruang antara serambi kanan dan serambi kiri. Septum interventrikularis adalah sekat yang memisahkan ruang antara bilik kanan dan bilik kiri. Sementara septum atrioventrikularis adalah sekat yang memisahkan ruang antara serambi dan bilik. Miokardium adalah lapisan otot jantung yang berperan dalam pemompaan jantung.
Pada jantung, bagian kanan jantung (serambi kanan dan bilik kanan) merupakan bagian yang memompa darah masuk ke sirkulasi paru dan mengalami oksigenasi. Sementara bagian kiri jantung (serambi kiri dan bilik kiri) merupakan bagian yang memompa darah masuk ke sirkulasi sistemik. Di bawah ini adalah mekanisme eksitasi, kontraksi, dan relaksasi otot jantung. Eksitasi adalah perangsangan atau suatu penambahan energi pada suatu sistem yang mengalihkannya dari keadaan dasarnya ke suatu keadaan dengan tenaga yang lebih tinggi.
Potensial aksi menyambar di perbatasan sel mengakibatkan kanal Ca2+ yang tergantung pada voltasi terbuka yang kemudian menyebabkan pula Ca2+ di luar sel masuk ke dalam sel. Adanya Ca2+ di dalam sel menginduksi pelepasan Ca2+ yang terdapat di dalam Retikulum Sarkosplasma melalui kanal resepto Ryanodine (Ryr). Pelepasan lokal menyebabkan cetusan Ca2+. Sejumlah Ca2+ yang mengalami cetusan membuat sinyal Ca2+, yaitu ion Ca2+ berikatan dengan troponin untuk memulai kontraksi. Relaksasi terjadi ketika Ca2+ melepaskan ikatannya dengan troponin. Ca2+ dipompa kembali masuk ke dalam Retikulum Sarkosplasma untuk penyimpanan. Kemudian Ca2+ lainnya mengalami penukaran dengan Na+. Gradien Na+ dijaga dengan Na+/K+ATPase.
Pusat kardiovaskuler di otak terletak di bawah medulla dan pons. Jika terjadi perubahan tekanan darah, maka pusat kardiovaskuler akan mengaktivasi sistem saraf otonom, menstimulasi sistem saraf perifer terhadap jantung, dan menstimulasi simpatis terhadap pembuluh darah.
Pada keadaan homeostasis, tekanan darah dan volume darah berada dalam keadaan normal. Pada suatu kondisi tertentu, baik akibat stres fisik (trauma, suhu tinggi) atau perubahan kimia (penurunan kadar oksigen, perubahan pH, peningkatan karbondioksida, atau prostaglandin), atau juga akibat peningkatan aktivitas jaringan dapat menyebabkan aliran darah dan tekanan darah lokal yang tidak mencukupi. Oleh karena itu, terdapat sistem autoregulasi agar dapat mencapai keadaan normal kembali. Salah satunya melalui mekanisme sistem saraf. Pada sistem saraf, terjadi stimulasi pada reseptor yang sensitif terhadap perubahan tekanan darah sistemik atau kimia. Terjadi aktivasi pusat kardiovaskuler, kemudian akan terjadi peningkatan tekanan darah dalam jangka pendek melalui stimulasi saraf simpatis pada jantung dan vasokonstriksi periferal. Dengan demikian homoestasis dapat terjadi kembali.
Jadi, regulasi aliran darah lokal terjadi melalui vasokonstriksi dan vasodilatasi. Keduanya terjadi pada situs cabang arteriolar, biasanya sampai ke dalam kapiler. Vasodilatasi lokal dapat diakibatkan oleh penurunan pengambilan oksigen oleh sel lokal dan peningkatan pelepasan karbondioksida; penurunan pH; dan inflamasi. Sementara vasokonstriksi lokal dapat disebabkan oleh penurunan suhu, pelepasan berbagai macam senyawa kimia sebagai respon dari trauma/syok, dan respon terhadap aktivitas lokal tertentu (pencernaan, olahraga, dan lainnya).
Pusat jantung dan pusat vasomotor di dalam medulla oblongata bertanggung jawab dalam monitoring dan meregulasi aktivitas kardiovaskuler. Pada pusat jantung, terdapat Cardioacceleratory Center yang berperan dalam eksitasi simpatis untuk meningkatkan Cardiac Output (CO) atau curah jantung dan terdapat pula Cardioinhibitory Center yang berperan dalam inhibisi parasimpatis terhadap CO. Vasomotor adalah sistem saraf dan otot yang mengontrol diameter pembuluh darah. Jadi pusat vasomotor berperan dalam mengirim sinyal ke otot-otot yang mengelilingi pembuluh darah untuk mempersempit (vasokonstriksi) atau memperlebar pembuluh (vasodilatasi) sehingga menyebabkan tekanan darah naik atau turun.
Perubahan tekanan darah juga diregulasi oleh sistem hormonal. Apabila akibat yang disebabkan oleh autoregulasi oleh sistem saraf berlaku dalam jangka pendek, akibat yang diregulasi oleh sistem hormonal berlaku dalam jangka panjang. Jika homeostasis mengalami gangguan, misalnya terjadi penurunan tekanan darah dan volume darah, maka pada sistem hormonal, terjadi (1) pelepasan eritropoietin untuk meningkatkan pembentukkan sel darah merah (untuk meningkatkan volume darah) dan (2) pelepasan renin yang berakhir pada aktivasi angiotensin II. Aktivasi ini akan menyebabkan (1) peningkatan stroke volume dan vasokonstriksi periferal yang berujung pada peningkatan tekanan darah, (2) pelepasan hormon antidiuretik, sekresi aldosteron, dan stimulasi haus yang berujung pada peningkatan volume darah. Dengan adanya peningkatan tekanan darah dan volume darah, homeostasis dapat diperoleh kembali.
Apabila yang terjadi adalah gangguan homeostasis yang menyebabkan peningkatan tekanan darah dan volume darah, maka akan terdapat respon dari Atrial natriuretic peptide (ANP) yang dilepaskan oleh jantung. Aktivasi ini menyebabkan (1) peningkatan kehilangan Na+ dalam urin, peningkatan kehilangan air dalam urin, dan penurunan rasa haus sehingga menyebabkan penurunan volume darah. Selain itu aktivasi ini menyebabkan pula (2) penghambatan pelepasan ADH, aldosteron, epinefrin,dan norepinefrin, serta terjadi vasodilatasi periferal, yang akibatnya penurunan tekanan darah. Penurunan volume darah dan tekanan darah ini dapat mengembalikan homeostasis.
Dalam hal ini, terdapat mediator kimia yang dapat mempengaruhi aliran darah. Mediator kimia ini dilepaskan oleh pembuluh darah atau melalui mediator inflamasi, yaitu NO, serotonin, bradikinin, dan prostaglandin. NO (Nitrat Oksida), dikeluarkan oleh sel-sel endotelium dalam pembuluh darah membuat otot polos yang bersebelahan mengalami relaksasi, sehingga menyebabkan dinding pembuluh darah melebar atau terdilatasi. Serotonin dapat menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah. Bradikinin secara umum dapat menimbulkan efek vasodiltasi nyata di dalam pembuluh darah. Dalam hal ini, Bradikinin 10 kali lebih kuat jika dibandingkan dengan histamin dalam memberikan efek vasodilatasi pembuluh darah pada beberapa organ tubuh seperti jantung serta bagian ginjal. Prostaglandin untuk jenis PGI2 dan PGE2 dapat menyebabkan vasodilatasi.
Ketika terjadi penurunan tekanan darah, maka terdapat respon berupa penurunan aktivitasi parasimpatis, peningkatan aktivitasi simpatis, peningkatan pelepasan renin, dan peningkatan hormon ADH. Dengan menekan aktivasi parasimpatis maka akan terjadi peningkatan laju denyut jantung (Heart Rate). Adanya aktivasi simpatis, menyebabkan peningkatan tahanan perifer (Total Peripheral Resistance), laju denyut jantung, dan stroke volume (SV), serta penurunan aliran darah renal. CO (curah jantung) berbeda dengan SV. CO adalah banyaknya darah yang dikeluarkan ventrikel kiri ke dalam aorta setiap menit, sementara SV adalah banyaknya darah yang dikeluarkan ventrikel kiri ke dalam aorta setiap kali kontraksi ventrikel (isi sekuncup, sekitar 80 cc). Biasanya CO dihitung dengan rumus SV x frekuensi jantung per menit. Misalnya frekuensi per menit 70 kali, maka CO = 80 x 70 kali/menit = 560 cc/menit.
TPR atau sering disebut tahanan perifer adalah tahanan yang harus dimiliki untuk menekan darah melalui sistem sirkulasi dan membuat aliran. Penurunan aliran darah renal yang terjadi, menyebabkan penurunan produksi urin sehingga lebih banyak cairan yang tertahan, akibatnya terjadi peningkatan volume darah. Adanya peningkatan volume darah berkontribusi terhadap peningkatan end diastolic volume yang akibatnya stroke volume pun mengalami peningkatan pada akhirnya. End diastolic volume merupakan total volume darah yang telah ada di dalam bilik jantung ditambah dengan darah yang diperoleh saat serambi mengalami kontraksi yang dengan adanya kontraksi tersebut menyebabkan terdorongnya darah melewati katup yang terbuka ke dalam bilik.
Selain akibat adanya penurunan pada tekanan arteri, peningkatan pada aktivasi simpatis juga mempengaruhi peningkatan pelepasan renin. Renin adalah hormon yang diproduksi di ginjal. Bila tekanan darah terlalu rendah maka ginjal akan mensekresikan renin yang akan membentuk angiotensin. Lalu, angiotensin akan menimbulkan konstriksi arteriol di seluruh tubuh sehingga dapat meningkatkan tekanan darah ke tingkat normal. Penjelasan mengenai sisten renin-angiotensin-aldosteron sebagai pengatur tekanan darah dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Lebih
jelasnya terkait penjelasan peranan renin-angiotensin-aldosteron dalam pengaturan
tekanan darah, dapat dibaca langsung di artikel yang ditulis oleh
Hernawati di sini.
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut bahan renin (angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam sirkulasi. Renin menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukkan angiotensin I selama sepanjang waktu tersebut.
Dalam beberapa detik setelah pembentukkan angiotensin I, terdapat dua asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentuk angiotensin II peptida asam amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi selama beberapa detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada paru-paru, yang dikatalis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah yang terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzym (ACE). Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase.
Selama angiotensin II ada dalam darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan tekanan arteri. Pengaruh pertama, yaitu vasokonstriksi, timbul dengan cepat. Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya dapat meningkatkan tekanan arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan darah.
Cara utama kedua, angiotensin meningkatkan tekanan arteri dengan bekerja pada ginjal untuk menurunkan ekskresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau volume darah dalam arteriola eferen turun, enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma (angiotensionogen) menjadi peptida yaitu angiotensin II. Angiotensin II berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II menaikkan tekanan darah dengan cara menyempitkan arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut akan mengurangi jumlah garam dan air yang diekskresi dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah.
Pengaruh lain angiotensin II adalah perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak di atas ginjal, yang membebaskan hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron yang membuat tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium dan air, serta meningkatkan volume dan tekanan darah. Hal tersebut akan memperlambat kenaikan volume cairan ekstraseluler yang kemudian meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan berhari-hari. Efek jangka panjang ini bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler, bahkan lebih kuat dari pada mekanisme vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan tekanan arteri ke nilai normal.
Lebih jelasnya terkait peranan renin-angiotensin-aldosteron dalam pengaturan tekanan darah, dapat dibaca langsung di artikel yang ditulis oleh Hernawati di sini.
Pada sistem kardiovaskuler, dikenal istilah sistol dan diastol. Keadaan pada saat jantung relaksasi dan mengisi dengan darah disebut diastol, sementara keadaan saat jantung berkontraksi dan memompa darah, disebut sistol. Sistem konduksi jantung merupakan sistem pencetus yang menyebabkan jantung dapat mengalami kontraksi atau relaksasi. Sistem konduksi ini melibatkan nodus SA (Sinoatrial), nodus AV (Atrioventrikular), bundel his, sampai ke serabut purkinje. Serabut SA berhubungan langsung dengan serabut atrium sehingga potensial aksi yang mulai dari nodus SA dapat segera menyebar ke atrium. Depolarisasi yang terjadi pada atrium menyebabkan atrium berkontraksi dan akhirnya bermuara pada nodus AV setelah seluruh otot atrium terpolarisasi. Di nodus AV, (1) impuls jantung ditahan selama 0,08 - 0,12 deting untuk memungkinkan pengisian ventrikel selama atrium berkontraksi, (2) terjadi pengaturan jumlah impuls atrium yang mencapai ventrikel, dan (3) terjadi penghasilan impuls dengan frekuensi 40-60 kali per menit. Selanjutnya impuls diteruskan ke Bundel his. Dari bundel his, diteruskan ke serabut Purkinje. Akibatnya terjadi depolarisasi yang diikuti dengan kontraksi ventrikel.
Pada sistem kardiovaskuler, terdapat keadaan patofisiologi dalam bentuk trombus, embolus, embolisme, aneurisme, perubahan tekanan kapiler, stenonis, inkompeten katup, dan gangguan pada sistem konduksi.
Trombus adalah bekuan darah yang terbentuk dalam sistem vaskular, menyebabkan diameter pembuluh menyempit, aliran darah melambat, merusak intima pembuluh darah atau meningkatkan koagulabilitas darah. Intima pembuluh darah/tunika intima adalah lapisan terdalam dari pembuluh darah yang terdiri dari selapis sel endotel yang membatasi permukaan dalam pembuluh.
[Sumber Gambar: softilmu.com]
Trombus terjadi ketika terdapat pembuluh darah yang mengalami cedera. Akibatnya terjadi stimulasi platelet dan mediator inflamasi ke area cedera. Stimulasi ini menyebaban teraktivasinya kaskade koagulasi darah. Pembentukkan bekuan darah akibat proses inilah disebut trombus. Aliran darah dapat melambat bahkan dapat menyebabkan blok secara total. Terkait dengan kaskade koagulasi darah, penjelasannya dapat dilihat pada video di bawah ini.
Embolus merupakan substansi atau materi yang dibawa oleh darah. Biasanya merupakan fragmen dari trombus. Materinya dapat berupa fragmen plak ateroma, tumor, lemak, cairan amnion (selama partus), udara, dan lain-lain. Apabila embolus terdapat pada sistem pembuluh darah maka dapat menyebabkan embolisme. Embolisme merupakan embolus yang terbawa bersama darah dan dapat menyebabkan obstruksi/penghambatan pada pembuluh darah. Dampak yang serius terjadi apabila embolisme terdapat di paru-baru, arteri koroner, atau arteri serebral.
Aneurisme adalah kelainan pembuluh darah yang muncul akiabt penipisan dan degenerasi dinding pembuluh darah. Kondisi ini menyebabkan kelemahan pada dinding pembuluh darah sehingga membentuk tonjolan seperti balon. Tonjolan ini lebih tipis dibanding pembuluh darah normal sehingga dapat pecah kapan pun secara tiba-tiba. Pecahnya aneurisma sangat fatal karena dapat menyebabkan kematian.
Perubahan tekanan kapiler terjadi baik ketika tekanan filtrasi lebih besar dibanding reabsorpsi sehingga menyebabkan edema interstisial, ataupun sebaliknya ketika tekanan reabsorpsi lebih besar dibanding filtrasi sehingga menyebabkan peningkatan volume plasma, SV, dan CO. Penyebab terjadinya peningkatan filtasi adalah hipertensi dan inflamasi, sementara penyebab terjadinya peningkatan reabsorpsi adalah penurunan tekanan darah.
Stenosis adalah penyempitan pembukaan katup sehingga aliran darah terhambat. Faktor risikonya adalah cacat kongenital atau hasil inflamasi. Akibatnya dapat terjadi hipertropi otot jantung. Sementara yang dimaksud dengan inkompeten katup adalah katup yang tidak dapat menutup sempurna. Katup AV dan katup pada aorta kiri memiliki beban yang lebih besar daripada aorta kanan, sehingga rentan mengalami kerusakan. Faktor risika inkompeten katup adalah infeksi, fibrosis akibat inflamasi, dan kongenital.
Gnagguan pada sistem konduksi dapat berupa bradikardi, takikardi, asistol, dan fibrilasi. Bradikardi adalah ketika denyut jantung kurang dari 60 bpm, takikardi ketika denyut jantung lebih dari 100 bpm. Asistol adalah keadaan ketika tidak ada aktivitas listrik sehingga tidak ada CO sama sekali. Sementara fibrilasi adalah keadaan ketika kontraksi otot jantung tidak ritmik/terkoordinasi dan cepat. Aktivitas otot jantung (ritme) dapat direkam melalui mesin EKG. Perubahan yang tampak pada EKG terkait dengan peningkatan atau penurunan kontraksi akibat abnormalitas konduksi. Gambar di bawah ini adalah contoh hasil rekaman EKG.
Demikian catatan kali ini. Semua informasi saya peroleh dari handout saat kuliah dan hasil eksplorasi di internet. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Jangan dijadikan sebagai referensi, rujuklah dari sumber yang lebih valid. Catatan ini ditujukan hanya untuk meningkatkan pemahaman saja. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D
Never exhausted to learn. Congratulation on your graduation my brother! I'm proud of you. You were able to spare your time between your career and your study. You almost didn't have any holidays every week, because you worked from Monday to Friday, then studied on Saturday and/or Sunday. You worked in Sukabumi, and then studied in Jakarta, you go back and forth, you spent 5 hours from Sukabumi to Jakarta, and 5 hours again from Jakarta to Sukabumi. What a hardwork! Finally, you got what you deserve! Master degree was in your hand and higher position was followed you. I hope you always be successful in your whole life!
Two days ago, I was participating in a paper competition, but I failed. I know the reason why I failed. It's because I was not serious during the preparation. So, I got a lesson learned. No matter how much competition you always win, as long as you don't have serious preparation, you will never get what you deserve. A winning is for a person who works hard to achieve that, not for a talented person but lack of preparation. So that's why untalented person, as long as he works and tries hard, he will get what he dreams of. That's why, every person is allowed to dream big, no matter how small he is.
I come to believe this thought. I have a dream within this year that I want to reach that so much. It's like my main purpose of my life for this year and for next two years. I know, I'm not born to meet all the requirements easily so I need to strive hard to be qualified. I'm still doing my effort on the preparation. I have been prepared for that since July. For next two months will be the end of my preparation. I hope in the end, I can get what I deserve because I believe, result never betrays the effort.
However, sometimes I couldn't get what I want, though I have tried it so hard. After trying hard, all the decisions are in God's hand. The human just need to accept that. God has a reason why He decides that way. For some reasons, the human can really believe what is the best for them. But, it's only God who know what is the best for His human. Human may think it's the best for them, but in reverse God may think it's not, it's the worst for His human. So He may decide other things that it's the best for Human because God always has a reason behind it. For some human who feel unfairness, they just haven't known the reason behind that. If the human finally reveal the reason, the human may feel grateful for the fate and thank to God.
Keep trying is okay, but after all of the trying, the human can only accept for what God has decided and believe there is another thing better which we more deserve to get. Never think negatively to God's decision. I wish what I think is the best for me is what God think is the best for me too.