|
[Sumber Gambar: cbw.ge] |
Pada catatan ini, saya akan membahas mengenai kedeputian I Badan POM, yaitu
Kedeputian Bidang Pengawasan Produk Terapetik (PT) dan Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Aktif (NAPZA). Penjelasan mengenai kedeputian ini diperoleh dari
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, juga perdasarkan SK KBPOM tahun
2001 tersebut yang tidak mengalami perubahan.
Deputi
Bidang Pengawasan PT dan NAPZA mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan
di bidang pengawasan PT dan NAPZA. Deputi ini terdiri dari:
- Direktorat
Penilaian Obat dan Produk Biologi.
- Direktorat
Standardisasi PT dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
- Direktorat
Pengawasan Produksi PT dan PKRT.
- Direktorat
Pengawasan Distribusi PT dan PKRT.
- Direktorat
Pengawasan NAPZA
- Kelompok
Jabatan Fungsional.
Direktorat
Penilaian Obat dan Produk Biologi mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian,
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang penilaian obat dan produk biologi.
Dalam melaksanakan tugasnya, direkotrat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyiapan
bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian
bimbingan dan pembinaan di bidang penilaian obat baru.
- Penyiapan
bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian
bimbingan dan pembinaan di bidang penilaian obat copy dan
produk biologi.
- Penyiapan bahan
perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan
dan pembinaan di bidang evaluasi produk terapetik penggunaan khusus.
- Penyusunan
rencana dan program penilaian obat dan produk biologi.
- Koordinasi
kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang penilaian obat
dan produk biologi.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan penilaian obat dan produk biologi.
- Pelaksanaan
tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang
Pengawasan PT dan NAPZA.
Direktorat
Penilaian Obat dan Produk Biologi terdiri dari:
- Subdirektorat
Penilaian Obat Baru.
- Subdirektorat
Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi.
- Subdirektorat
Evaluasi Uji Klinik dan PT Penggunaan Khusus.
Di
bawah ini adalah gambar struktur organisasi Direktorat Penilaian Obat dan
Produk Biologi.
|
[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi BPOM, 2016] |
Subdirektorat
Penilaian Obat Baru mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi, dan pelaksanaan penilaian
obat baru. Dalam melaksanakan tugasnya, Subdirektorat ini menyelenggarakan
fungsi:
- Penyusunan rencana
dan program penilaian obat baru.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, sertaa pelaksanaan penilaian Obat
Baru Jalur I dan Obat Baru Jalur III.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian Obat Baru Jalur II.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan penilaian obat baru.
Subdirektorat
Penilaian Obat Baru terdiri dari (1) Seksi Penilaian Obat Baru Jalur I dan III,
dan (2) Seksi Penilaian Obat Baru Jalur II.
Subdirektorat
Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria, prosedur, valuasi serta pelaksanaan penilaian obat copy,
produk biologi, dan reevaluasi obat. Dalam melaksanakan tugasnya, subdirektorat
ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program penilaian obat copy, produk biologi, dan
reevaluasi obat.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian obat copy.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian produk biologi.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan reevaluasi obat.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan penilaian obat copy, produk biologi, dan
reevaluasi obat.
Subdirektorat
Penilaian Obat Copy dan Produk Biologi terdiri dari (1) Seksi
Penilaian Obat Copy, (2) Seksi Penilaian Produk Biologi, dan (3)
Seksi Reevaluasi Obat.
Subdirektorat
Evaluasi Uji Klinik dan Produk Terapetik Penggunaan Khusus mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan evaluasi produk terapetik penggunaan
khusus. Dalam melaksanakan tugasnya, subdirektorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program evaluasi produk terapetik penggunaan khusus.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan evaluasi produk dan uji
klinik.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan evaluasi produk
terapetik penggunaan khusus.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan evaluasi produk terapetik penggunaan khusus.
- Pelaksanaan
urusan tata operasional di lingkungan Direktorat.
Subdirektorat
Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus terdiri dari (1) Seksi Evaluasi
Produk dan Uji Klinik, (2) Seksi Evaluasi Produk Terapetik Penggunaan Khusus,
dan (3) Seksi Tata Operasional.
Pengawasan obat dan makanan pada umumnya dilakukan baik pre market maupun post
market. Pre market artinya sebelum diedarkan, sementara post
market artinya setelah diedarkan. Pengawasan pre market meliputi
pemastian khasiat, keamanan, mutu (termasuk pemenuhan CPOB) dan kebenaran
informasi produk obat yang akan beredar. Sementara pengawasan post
market meliputi pemantauan keamanan dari konsistensi jaminan mutu obat
yang beredar. Dalam hal ini, Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi
berperan dalam pengawasan pre-market, yaitu melalui mekanisme
registrasi. Penjelasan mengenai mekanisme registrasi, dapat dibaca melalui Peraturan
Kepala Badan POM RI No. HK 03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan
Tata Laksana Registrasi Obat. dan Peraturan Kepala Badan POM RI No. 3 Tahun
2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan POM No.
HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011. Mekanisme registrasi ini, juga telah banyak
di bahas pada catatan saya di post ini ketika saya mendapat mata kuliah
Registrasi.
Keputusan registrasi dari Badan POM dapat berupa persetujuan registrasi atau
penolakan registrasi. Persetujuan registrasi dapat berupa pemberitahuan
persetujuan (approvable lettter), persetujuan izin edar, persetujuan
impor khusus ekspor, persetujuan khusus ekspor, persetujuan perubahan, atau
persetujuan notifikasi. Masa berlaku izin edar adalah 5 tahun, kecuali untuk
obat berdasarkan perjanjian atau penunjukkan dengan masa kerjasama kurang dari
5 (lima) tahun, jadi masa berlakunya disesuaikan dengan masa berlaku kerjasama
pada dokumen perjanjian.
Approvable letter merupakan surat pemberitahuan persetujuan kepada
industri farmasi untuk melakukan persiapan pembuatan obat dengan skala
komersial atau persiapan pelaksanaan importasi obat sebelum diterbitkan persetujuan
izin edar. Adanya approvable letter ini dilatar belakangi oleh
hasil penilaian in-situ memberikan gambaran terjadi perubahan formula pada
tahap eskalasi skala produksi komersial dibandingkan produk skala lab, lalu
dokumen pengembangan produk, besar bets, dan formula berbeda, serta adanya carry
over registrasi dalam proses evaluasi.
Tujuan adanya approvable letter antara lain:
- Menjamin
obat yang beredar di pasaran yang diproduksi dengan bahan baku yang
berkualitas (tidak substandar) dan tidak berbahaya.
- Dokumen yang
diserahkan oleh pendaftar saat melakukan registrasi sama dengan dokumen
yang diterapkan pendaftar dalam memproduksi obat skala komersial.
- Mempercepat
evaluasi registrasi obat copy produksi dalam negeri.
Sementara
manfaatnya bagi pendaftar antara lain:
- Melakukan
persiapan produksi obat skala komersial seperti pencetakan kemasan dan
lain-lain.
- Mengurangi
pendaftaran variasi setelah diperolehnya persetujuan izin edar.
- Mempersingkat
jangka waktu pendaftaran produk.
Approvable
leetter bukan
sebagai pengganti persetujuan izin edar. Approvable letter ini
berlaku 2 tahun sejak surat diterbitkan. Persetujuan izin edar diterbitkan
apabila hasil pembuatan obat skala komersial memenuhi persyaratan atau telah
menyerahkan bukti importasi obat.
Mengenai evaluasi produk terapetik penggunaan khusus, hal ini didasarkan pada
Permenkes No. 1010 Tahun 2008 tentang Registrasi Obat, pada pasal 2 disebutkan:
- Obat yang
diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus dilakukan registrasi
untuk memperoleh Izin Edar.
- Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk (a) Obat
penggunaan khusus atas permintaan dokter, (b) Obat Donasi, (c) Obat untuk
Uji Klinik, (d) Obat Sampel untuk Registrasi.
Pengadaan
obatnya dilakukan melalui Special Access Scheme (SAS) yang
melibatkan 2 institusi yaitu Kementrian Kesehatan dan Badan POM. SAS adalah
mekanisme pemasukan obat yang tidak memiliki izin edar namun sangat diperlukan
dalam kondisi tertentu ke dalam wilayah Indonesia melalui mekanisme jalur
khusus untuk tujuan penelitian, pengembangan produk, dan penggunaan
sendiri/pribadi. Dasar hukum SAS adalah:
- Keputusan
Kepala Badan POM No. HK.00.05.3.00914 Tahun 2002 Tentang Pemasukan Obat
Jalur Khusus.
- Peraturan
Kepala Badan POM No. 39 Tahun 2013 Tentang "Standar Pelayanan Publik
di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan" Anak Lampiran II.15.
Produk
yang diurus pada jalur khusus, dibedakan institusi yang mengurusinya. Sejak
tahun 2008, yang diurus melalui Kementrian Kesehatan antara lain:
- Obat
penggunaan khusus untuk keperluan pribadi dengan dokter penanggung jawab.
- Obat
penggunaan khusus untuk kebutuhan rumah sakit/program.
- SAS untuk
Donasi (selain vaksin/produk biologi).
- Alat
kesehatan.
Sementara
yang diurus melalui Badan POM antara lain:
- Obat/Bahan
Baku Obat (BBO)/Baku Pembanding untuk pengembangan produk (dalam rangka
registrasi) atau penelitian.
- Obat untuk
uji ekivalensi dan uji klinik.
- Vaksin/Produk
Biologi untuk penggunaan khusus, yaitu untuk keperluan pribadi dengan
justifikasi dokter penanggung jawab, atau untuk kebutuhan program/donasi.
Vaksin/Produk
Biologi untuk penggunaan terapi khusus adalah vaksin/produk biologi yang
dibutuhkan pasien berdasarkan justifikasi ilmiah dokter dalam jumlah terbatas
dengan kriteria:
- Untuk
mengatasi penyakit yang mengancam jiwa atau serius, atau
- Produk yang
tersedia tidak dapat mengatasi atau mengontrol kondisi pasien secara
memadai, atau
- Produk tidak
tersedia karena produksi/suplai peredaran produk yang sama (sejenis) yang
mempunyai izin edar terhenti.
Dokumen
yang dipersyaratkan antara lain:
- Justifikasi
dokter penanggung jawab untuk produk yang dibutuhkan oleh pasien.
- Informasi
khasiat dan keamanan produk yang memadai, yang dapat menunjang aspek
keamanan penggunaan obat.
- Informasi mutu
produk yang akan didatangkan.
- Informasi
jumlah kebutuhan pokok (tidak melebihi 12 bulan penggunaan formal).
- Informed
consent dari
pasien yang membutuhkan.
- Informasi
status peredaran produk di negara lain.
- Invoice.
Mengenai
uji klinik, peraturan uji klinik di Indonesia didasarkan pada Pedoman Cara Uji
Klinik yang Baik di Indonesia melalui Keputusan Kepala Badan POM No.
02002/SK/KBPOM/Tahun 2001 Tentang Tata Laksana Uji Klinik yang diadaptasi dari
ICH-GCP (E6).
Direktorat
Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Rumah Tangga mempunyai tugas penyiapan
perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta
pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan
dan standardisasi produk terapetik dan perbekalan rumah tangga. Dalam
melaksanakan tugas, direktorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program standardisasi PT dan PKRT.
- Koordinasi
kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang standardiasi
produk terapetik dan PKRT.
- Penyiapan
bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan,
pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang pengaturan PT dan PKRT.
- Penyiapan
bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan,
pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang standardisasi dan
penilaian bioavailabilitas dan bioekivalensi obat.
- Penyiapan
bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian
bimbingan teknis, dan pembinaan di bidang bimbingan industri farmasi.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang standardisasi PT dan PKRT.
Direktorat
Standardisasi PT dan PKRT terdiri dari:
- Subdirektorat
Standardisasi dan Pengaturan PT dan PKRT.
- Subdirektorat
Standardisasi dan Penilaian Bio Availabilitas/Bio Equivalensi Obat.
- Subdirektorat
Bimbingan Industri Farmasi.
Di
bawah ini adalah gambar struktur organisasi Direktorat Standardiasi
Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
|
[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Standardisasi PT dan PKRT BPOM, 2016] |
|
Subdirektorat
Standardisasi dan Pengaturan PT dan PKRT mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan
kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta
pelaksanaan pengaturan dan standardisasi PT dan PKRT. Dalam melaksanakan
tugasnya, subdirektorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program standardisasi dan pengaturan PT dan PKRT.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan standardisasi PT dan
PKRT.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan PT dan PKRT.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan standardisasi dan pengaturan PT dan PKRT.
Subdirektorat
Standardisasi dan Pengaturan PT dan PKRT terdiri dari (1) Seksi Standardisasi
PT dan PKRT, dan (2) Seksi Pengaturan PT dan PKRT.
Standar atau pedoman yang saat ini sedang disusun antara lain:
- Farmakope
Indonesia (FI) edisi V/Suplemen FI edisi V.
- Standar Obat
Non Kompendial (SOB).
- Pedoman dan
tanya jawab Uji Disolusi.
- Standar
Pengawasan Mutu Obat (antiTB, antiMalaria, antiretroviral).
Regulasi
yang saat ini disusun antara lain:
- Surat
Keputusan (SK) Tim Pelaksana Penyusunan Suplemen Farmakope Indonesia edisi
V.
- SK
Pembentukkan Komite Sains Farmakope Indonesia.
- SK
Pembentukkan Forum Komunikasi Tim Ahli.
- SK
Pembentukkan Panitia Penyusun Suplemen Farmakope Indonesia.
- SK
Pemberlakukan Suplemen Farmakope Indonesia.
Selain
itu juga dilakukan penyusunan dan penyebaran Buletin Informasi Produk Terapetik
ke Balai/Balai Besar POM, Rumah Sakit Pemerintah, dan Puskesmas, serta
penyusunan kajian Good Pharmaceutical Practices, Pharmacope
International, dan WHO Technical Report Series.
Dasar hukum disusunnya Farmakope Indonesia adalah Undang-Undang No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan Pasal 105 bahwa "Sediaan Farmasi yang berupa obat
dan bahan baku obat harus memenuhi syarat Farmakope Indonesia atau baku standar
lainnya". Di bawah ini adalah alur proses penyusunan Farmakope Indonesia.
|
[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Standardisasi dan Pengaturan PT dan PKRT BPOM, 2016] |
|
Di
bawah ini adalah skema perkembangan Farmakope Indonesia.
|
[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Standardisasi dan Pengaturan PT dan PKRT BPOM, 2016] |
Pada
saat sesi tanya jawab, ada yang bertanya, "Apa saja faktor yang menjadi
penyebab lamanya penyusunan Farmakope Indonesia?". Kemudian dijelaskan,
"Untuk tahun 1962 sampai 1972, terlihat diperlukan waktu sekitar 10 tahun
agar bisa disusun edisi terbarunya, ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya
yaitu belum terbentuknya komite penyusun, belum tersedia komputer sehingga
penulisan dilakukan secara manual, dan sulitnya mengumpulkan staf ahlinya.
Sementara penyebab lamanya penyusunan antara tahun 1995 sampai 2009 adalah
karena terjadinya suatu kesalahan dalam penyusunan sehingga harus diketik ulang
yang membutuhkan waktu, yang seharusnya edisi terbaru itu diterbitkan
setiap 5 tahun sekali."
Edisi-edisi yang terbaru, akan meliputi monografi hasil revisi dan monografi
baru. Monografi hasil revisi, artinya pada edisi sebelumnya, monografi tersebut
mengalami perubahan baik pada acuannya maupun pada parameter ujinya. Sementara
monografi baru merupakan produk terapetik baru yang dipilih berdasarkan
prioritas:
- Paling
banyak digunakan.
- Memiliki
risiko untuk dipalsukan/disalahgunakan.
- Merupakan
produk terdaftar/obat esensial/obat program.
- Produk tidak
termasuk kriteria di atas tetapi berdasarkan justifikasi ilmiah diperlukan
monografinya (misalnya atas permintaan stake holders,
universitas, laboratorium, dll).
Subdirektorat
Standardisasi dan Penilaian Bio Availabilitas/Bio Equivalensi (BABE) Obat mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedurm serta pelaksanaan standardisasi dan penilaian BABE.
Dalam melaksakan tugasnya, subdirektorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program standardisasi dan penilaian BABE obat.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan standardisasi BABE obat.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penilaian BABE obat.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan standardisasi BABE obat.
- Pelaksanaan
urusan tata operasional di lingkungan Direktorat.
Subdirektorat
ini terdiri dari (1) Seksi Standardisasi BABE Obat, (2) Seksi Penilaian BABE
Obat, dan (3) Seksi Tata Operasional.
Hal-hal yang dilakukan subdirektorat ini antara lain:
- Merumuskan/merevisi
regulasi terkait Uji BABE, misalnya SK Obat Wajib Uji Ekivalensi atau Tata
Laksana Uji bioekivalensi.
- Menyusun/merevisi
pedoman/standar, seperti pedoman Uji BE, Standar Laboratorium Uji BABE,
Buku Tanya Jawab Pedoman Uji BE, atau Metodologi Uji BE Spesifik Zat
Aktif.
- Melakukan
penilaian protokol, dengan memberikan Persetujuan Protokol Uji BE (PPUB).
- Melakukan
penilaian laporan hasil Uji BABE Obat Copy/generik yang
didaftarkan di Indonesia.
- Melakukan
inspeksi, dengan menilai kemampuan laboratorim BE dalam melakukan uji BE
dan verifikasi terhadap penerapan GCP dan GLP. Kemudian menerbitkan surat
pengakuan Badan POM terhadap fasilitas laboratorium Uji BE yang memenuhi
standar.
- Menyiapkan
materi harmonisasi BABE ASEAN.
Subdirektorat
Bimbingan Industri Farmasi mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan
pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, serta pelaksanaan bimbingan industri
farmasi. Dalam melaksanakan tugasnya, subdirektorat ini menyelenggarakan
fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program bimbingan industri farmasi.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebjakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan bimbingan pengembangan produksi.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijkan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan bimbingan pengembangan
ekspor.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan bimbingan industri farmasi.
Subdirektorat
ini terdiri dari (1) Seksi Bimbingan Pengembangan Produksi dan (2) Seksi
Bimbingan Pengembangan Ekspor.
Hal-hal yang dilakukan
subdirektorat ini antara lain:
- Pemutakhiran
regulasi/pedoman/standar/kriteria/kajian di Bidang Pengawasan PT
(Perubahan Penggolongan Obat/PPO).
- Pemutakhiran
Database Bahan Baku Obat (BBO).
- Analisis
Klasifikasi Pos Tarif Produk Farmasi dan HS Code Produk Farmasi.
- Sosialisasi
Kebijakan/Regulasi/Pedoman/Standar/Kriteria/Kajian Bidang Obat ke Stakeholder.
- Verifikasi
Pelaksanaan Fasilitas Subsidi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP).
Terkait
kegiatan yang pertama, pada tahun 2015 rancangan Permenkes tentang perubahan
penggolongan obat yang berisi 11 + 2 zat aktif diajukan perubahan golongannya
dan sedang ditindak lanjuti oleh Binfar dan Kemenkes.
Database Bahan Baku Obat
(BBO) perlu disusun untuk skrining kualitas BBO dan supplier, serta
sebagai acuan/rekomendasi untuk IF (Industri Farmasi) atau PBF (Pedagang Besar
Farmasi) dalam pengadaan importasi BBO yang memenuhi syarat mutu.
Analisis Klasifikasi Pos Tarif Produk Farmasi dan HS Code Produk Farmasi
bertujuan untuk mendukung IF dengan memberikan proteksi, meningkatkan daya
kompetitif IF dalam negeri untuk menghadapi globalisasi dan FTA, serta tetap
memperluas akses obat dengan mutu yang tinggi dan harga yang terjangkau bagi
masyarakat luas. Begitu pula adanya subsisi dari pemerintah terhadap bea masuk
juga bertujuan dalam mendukung program pemerintah dalam pengadaan obat yang
terjangkau oleh masyarakat luas, utamanya infus. Pada tahun 2015, hanya ada 2
industri farmasi penerima fasilitas BMDTP.
Direktorat
Pengawasan Produksi Produk Terapetik (PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
(PKRT) mempunyai
tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi
di bidang pengawasan produksi PT dan PKRT. Dalam melaksanakan tugasnya,
direktorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program pengawasan produksi PT dan PKRT.
- Koordinasi
kegaiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengawasan
produksi PT dan PKRT.
- Penyiapan
bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian
bimbingan teknis dan pembinaan di bidang inspeksi dan sertifikasi produksi
PT dan PKRT.
- Penyiapan
bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian
bimbingan teknis dan pembinaan di bidang harga obat.
- Penyiapan
bahan perumusan kebijakan teknis dan penyusunan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian
bimbingan teknis dan pembinaan di bidang pengawasan bahan baku obat dan
analisis penerapan cara pembuatan obat yang baik.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan di bidang pengawasan produksi PT dan PKRT.
Direktorat
Pengawasan Produksi PT dan PKRT terdiri dari:
- Subdirektorat
Inspeksi dan Sertifikasi Produksi PT dan PKRT.
- Subdirektorat
Harga Obat dan Farmakoekonomi.
- Subdirektorat
Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis Cara Pembuatan Obat Yang Baik.
Di
bawah ini adalah gambar struktur organisasi direktorat ini.
|
[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT BPOM, 2016] |
Subdirektorat
Inspeksi dan Sertifikasi Produksi PT dan PKRT mempunyai tugas melaksanakan penyaian bahan perumusan
kebijakan teknis, dan penyusunan pedomanm standar, kriteria dan prosedur, serta
pelaksaan inspeksi dan sertifikasi PT dan PKRT. Dalam melaksanakan tugasnya,
subdirektorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program inspeksi dan sertifikasi PT dan PKRT.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi sarana produksi
PT dan PKRT.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan sertifikasi sarana
produksi PT dan PKRT.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan inspeksi dan sertifikasi PT dan PKRT.
Subdirektorat
ini terdiri dari (1) Seksi Inspeksi Sarana Produksi PT dan PKRT dan (2)
Seksi Sertifikasi Sarana Produksi PT dan PKRT.
Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi mempunyai tuga
melaksanakan penyiapan bahan permusan kebijakan teknis dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pemantauan dan analisis harg
obat dan farmakoekonomi. Dalam melaksanakan tugasnya, subdirektorat ini
menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program pemantauan dan analisis harga obat dan farmakoekonomi.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pemantauan dan analisis
harga obat.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan farmakoekonomi.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan pemantauan dan analisis harga obat dan farmakoekonomi.
Subdirektorat
Harga Obat dan Farmakoekonomi terdiri dari (1) Seksi Pemantauan dan Analisis
Harga Obat dan (2) Seksi Farmakoekonomi.
Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis Cara Pembuatan Obat
Yang Baik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan
kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta
pelaksanaan pengawasan bahan baku obat dan analisis cara pembuatan obat yang
baik. Dalam melaksanakan tugasnya, subdirektorat ini menyelenggarakan
fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program pengawasan bahan baku obat dan analisis cara pembuatan
obat yang baik.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan bahan baku
obat.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosdur, serta pelaksanaan analisis penerapan cara
pembuatan obat yang baik.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan pengawasan bahan baku obat dan analisis cara pembuatan
obat yang baik.
- Pelaksanaan
urusan tata operasional di lingkungan Direktorat.
Subdirektorat
ini terdiri dari (1) Seksi Pengawasan Bahan Baku Obat, (2) Seksi Analisis
Penerapan Cara Pembuatan Obat Yang Baik, dan (3) Seksi Tata Operasional.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan direktorat ini antara lain:
- Melakukan
inspeksi CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik)/CPBAOB (Cara
Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat Yang Baik).
- Melakukan
pengawasan BBO (Bahan Baku Obat), Produk Darah, Produk Farmasi RS, dan
Stemcell.
- Pengawasan post
market melalui sampling dan pengujian.
Perlu
diketahui bahwa ada dua jenis inspeksi CPOB, yaitu inspeksi pre
market dan inspeksi post market. Inspeksi pre market meliputi
pengurusan perizinan dan sertifikasi (diberikan setelah melakukan
pemenuhian CPOB sebelum fasilitas digunakan). Perizinan dan sertifikasi
ini diurus/diberikan kepada industri yang baru berdiri, pindah lokasi industri,
atau adanya penambahan fasilitas produksi baru. Pemenuhan CPOB juga
diperlukan sebelum mendapatkan nomor registrasi obat impor dalam rangka
pengawasan obat impor.
Inspeksi post market dilakukan berupa pemeriksaan rutin
sarana Industri Farmasi dalam rangka konsistensi penerapan CPOB, kemudian dilakukan follow
up inspection untuk melihat perbaikan yang telah dilakukan berdasarkan
inspeksi sebelumnya. Secara singkat, berikut adalah tahapan yang dilakukan
direktorat ini dalam melakukan inspeksi penerapan CPOB maupun CPBAOB:
- Perencaan
inspeksi.
- Persiapan
inspeksi CPOB/CPBAOB.
- Pelaksanaan
inspeksi CPOB/CPBAOB.
- Pelaporan
inspeksi.
- Tindak
lanjut inspeksi CPOB/CPBAOB.
Tindak
lanjut inspeksi dapat berupa:
- Perbaikan
terhadap hasil inspeksi.
- Peringatan.
- Peringatan
keras.
- Larangan
produksi.
- Penghentian
sementara kegiatan produksi.
- Pencabutan
sertifikat CPOB/CPBAOB.
- Rekomendasi
pembekuan izin industri farmasi.
- Rekomendasi
pencabutan izin industri farmasi.
Hal
ini semua dilakukan demi keselamatan pasien/konsumen.
Pada kegiatan pengawasaan BBO, produk darah, produk farmasi RS, dan stemcell,
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
- BBO:
asistensi regulatori untuk industri BBO dan sertifikasi CPBAOB.
- Produk
darah: revisi pedoman terkait produk darah dan asistensi regulatori UTD (Unit Transfusi
Darah).
- Produk
Farmasi RS: penyusunan pedoman CPOB di rumah sakit dan asistensi
regulatori RS.
- Stemcell:
sertifikasi laboratorium pengolahan sel punca.
Pengawasan post
market melalui sampling dan pengujian bertujuan
untuk:
- Melindungi
masyarakat dari penggunaan obat yang tidak memenuhi syarat mutu, keamanan,
dan khasiat.
- Menjamin
konsistensi mutu obat pasca pemasaran.
- Untuk
mendeteksi dini kemungkinan adanya obat palsu/obat ilegal/tidak
terdaftar di pasaran.
- Melihat tren
dan sebaran obat ilegal termasuk palsu di wilayah Indonesia.
- Menjamin
pendaan obat beredar sesuai dengan yang disetujui.
- Menjamin
rokok beredar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Obat-obat
yang tidak stabil/mudah rusak, obat-obat yang membutuhkan perlakuan khusus (cold
chain product), pemenuhan CDOB pada jalur distribusi obat, dan tren
penyalahgunaan obat adlaah hal-hal yang dapat menjadi pertimbangan dalam
penentuan kriteria obat yang disampling. Tindak lanjut pengawasan post
market ini apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi syarat maka
akan dilakukan penarikan terhadap produk tersebut.
Untuk informasi saja, Indonesia melalui BPOM telah tergabung ke dalam PIC/S
(Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme). Indonesia telah menjadi
anggota sejak 1 Juli 2012, sebagai anggota yang ke 41. Manfaat menjadi angota
PIC/S antara lain:
- Meningkatnya
peluang industri farmasi lokal untuk ekspor ke negara anggota PIC/S.
- Meningkatnya
peluang industri farmasi lokal untuk ekspor ke negara lain.
- Sebagai
indikator bahwa negara tersebut memiliki inspektorat GMP yang diakui
secara internasional.
Dengan
adanya Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT dalam melaksanakan pengawasan
CPOB dan CPBAP maka dapat:
- Meningkatkan
akses terhadap obat yang aman, berkualitas, dan efektif.
- Meningkatkan
daya saing Industri Farmasi, baik di dalam negeri maupun di tingkat
internasional.
- Meningkatkan
peluang ekspor.
- Meningkatkan
level kepercayaan publik/konsumen terhadap Industri Farmasi.
Direktorat
Pengawasan Distribusi PT dan PKRT mempunyai tugas penyiapan perumusan ebijakan teknis, dan
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian,
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan distribusi PT dan PKRT.
Dalam melaksanakan tugasnya, direktorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program pengawasan distribusi PT dan PKRT.
- Koordinasi
kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengawasan
distribusi PT dan PKRT.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi dan sertifikasi distribusi PT dan
PKRT.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan promosi dan penandaan PT
danPKRT.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria
dan prosedur, serta pelaksanaan surveilan dan analisis risiko PT dan PKRT.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan pengawasan distribusi PT dan PKRT.
- Pelaksanaan
urusan tata operasional di lingkungan Direktorat.
Direktorat
ini terdiri dari:
- Subdirektorat
Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT.
- Subdirektorat
Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT.
- Subdirektorat
Surveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT.
Subdirektorat
Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT mempunyai tugas melaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi dan sertifikasi distribui PT
dan PKRT, dan penanggulangan produk ilegal. Dalam melaksanakan tugasnya,
subdirektorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program inspeksi dan sertifikasi sarana distribusi PT dan
PKRT, dan penanggulangan produk ilegal.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi sarana
distribusi PT dan PKRT dan penanggulangan produk ilegal.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan sertifikasi sarana
distribusi PT dan PKRT.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penanggulangan produk
ilegal.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan inspeksi dan sertifikasi sarana distribusi PT dan PKRT,
dan penanggulangan produk ilegal.
Subdirektorat
ini terdiri dari (1) Seksi Inspeksi Sarana Distribusi PT dan PKRT, (2) Seksi
Sertifikasi Sarana Distribusi PT dan PKRT, dan (3) Seksi Penanggulangan Produk
Ilegal.
Salah satu tugas subdirektorat ini adalah mengawasi penerapan Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB) pada sarana distribusi melalui kegiatan
inspeksi dan sertifikasi. Penerapan CDOB ini telah diatur dalam Peraturan
Kepala Badan POM No. HK.03.1.34.11.12.7542 yang disahkan pada 23 November
2012 dan berlaku untuk obat dan bahan obat. CDOB ini berupa pemastian
mutu pada rantai distribusi obat dan/atau bahan obat yang meliputi proses
dari pengadaan, penyimpanan, penyaluran, hingga pengembalian. CDOB merupakan
standar distribusi obat yang diterapkan untuk memastikan bahwa kualitas produk
yang dicapai melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur
distribusi.
Aspek-aspek CDOB yang terdapat pada peraturan Kepala Badan POM tersebut
antara lain:
- Manajemen
Mutu.
- Organisasi
Manajemen dan Personalia.
- Bangunan dan
Peralatan.
- Operasional.
- Inspeksi
Diri.
- Penanganan
Keluhan, Kembalian, Diduga Palsu, Recall.
- Transportasi.
- Sarana
Distribusi Berdasarkan Kontrak.
- Dokumentasi.
- Anex I Bahan Obat.
- Anex II
Produk Rantai Dingin.
- Anex III
Narkotika dan Psikotropika.
Subdirektorat
Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan
kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta
pelaksanaan pengawasan promosi dan penandaan PT dan PKRT. Dalam
melaksanakan tugasnya, direktorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program pengawasan promosi dan penandaan PT dan PKRT.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan promosi PT
dan PKRT.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan penandaan PT
dan PKRT.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan pengawasan promosi dan penandaan PT dan PKRT.
- Pelaksanaan
urusan tata operasional di lingkungan Direktorat.
Subdirektorat
ini terdiri dari (1) Seksi Pengawasan Promosi PT dan PKRT, (2) Seksi Pengawasan
Penandaan PT dan PKRT, dan (3) Seksi Tata Operasional.
Salah satu yang diawasi oleh subdirektorat ini adalah iklan obat. Iklan obat
adalah informasi mengenai obat jadi yang memiliki izin edar, dilakukan oleh
industri farmasi pemilik NIE (Nomor Izin Edar) yang disampaikan melalui
media dengan tujuan untuk meningkatkan peresepan, pendistribusian,
penjualan, atau penggunaan obat. Bentuk pengawasan yang dilakukan
oleh BPOM dilakukan baik sebelum beredar maupun sesudah beredar. Sebelum
diedarkan, rancangan iklan yang dibuat, dinilai oleh BPOM dan tim independen
(Farmakologi, Psikologi, Komunikasi, dll). Sementara sesudah beredar,
pengawasan dilakukan leh Badan POM dan Balai Besar/Balai POM seluruh
Indonesia.
Penandaan adalah keterangan lengkap mengenai obat, efikasi, keamanan, cara
penggunaannya serta informasi lain yang dianggap perlu untuk
dicantumkan pada etiket, brosur, dan kotak yang disertakan pada obat,
sesuai persetujuan izin edar. Tujuan pengawasan pada penandaan ini adalah agar
kebenaran informasi penandaan pada kemasan PT dan PKRT tidak
menyimpang dari yang disetujuai, serta pengawasan juga dilakukan terhadap
pelaksanaan pencantuman HET dan nama generik. Pengawasan pada penandaan
juga dilakukan saat sebelum beredar dan sesudah beredar. Sebelum diedarkan, kemasan
yang akan diedarkan dikirim ke BPOM oleh Industri Farmasi, lalu akan dievaluasi kesesuaiannya
dengan yang disetujui. Apabila disetujui, maka kemasan siap untuk
diedarkan dan disosialisasikan ke Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia.
Sementara pengawasan sesudah diedarkan, juga dilakukan oleh Badan POM bersama
Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia. Tindak lanjut apabila terjadi
pelanggaran dapat berupa peringatan, peringatan keras, atau sanksi.
Subdirektorat Suveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan surveilan dan
analisis risiko PT dan PKRT. Dalam melaksanakan tugasnya, subdirektorat ini
menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program surveilan dan analisis risiko PT dan PKRT.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan surveilan PT dan PKRT.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan analisis risiko PT dan
PKRT.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan surveilan dan analisis risiko PT dan PKRT.
Subdirektorat
ini terdiri dari (1) Seksi Surveilan PT dan PKRT dan (2) Seksi Analisis Risiko
PT dan PKRT.
Adanya subdirektorat ini dilatarbelakangi bahwa setiap pasien
itu unik, obat yang tepat untuk saya belum tentu tepat untuk orang lain
atau bahkan bisa menjadi pilihan yang buruk untuk orang lain. Selain
itu, tidak ada satu produk pun yang 100% aman. Uji preklinik maupun klinik
belum sepenuhnya mengungkapkan ESO (Efek Samping Obat) utamanya ESO yang
jarang, ESO setelah penggunaan jangka lama, dan penggunaan pada kelompok
tertentu. Penetrasi penggunaan obat di masyarakat tidak dapat diprediksi.
Data prevalensi dan insidensi belum tersedia, serta terdapat potensi
masalah penggunaan obat di masyarakat terkait kesesuaian indikasi,
durasi/dosis, dan faktor risiko. Oleh karena itulah aktivitas surveilan/farmakovigilans
diperlukan untuk menjamin bahwa obat beredar tetap aman.
Tujuan surveilan/farmakovigilans antara lain:
- Deteksi dini
ESO yang belum dikenal.
- Deteksi
kemungkinan interaksi obat.
- Deteksi
adanya peningkatan frekuensi ESO yang telah diketahui.
- Identifikasi
faktor risiko dan kemungkinan mekanisme terjadinya ESO tersebut.
- Penilaian
keamaan jangka panjang.
- Studi kelompok
dengan faktor risiko (anak-anak, orang tua, wanita hamil).
- Analisis risk/benefit sehingga
dapat dilakukan risk control yang tepat.
- Memperoleh
profil keamanan obat dengan basis populasi Indonesia.
Saat
ini pelaporan ESO melalui form kuning dilakukan oleh tenaga
kesehatan namun masih dengan sifat sukarela (volunteer), sementara pelaporan
ESO melalui form CIOMS ini wajib dilakukan oleh Industri Farmasi.
Panitia MESO (Monitoring ESO)/Farmakovigilans Nasional terdiri dari ahli
farmakologi, dokter, dan apoteker dengan tugas (1) melakukan evaluasi terhadap
laporan ESO dan kajian aspek keamanan, dan (2) menyusun rekomendasi untuk
ditindaklanjuti. Keputusan/tindak lanjut regulatorinya dapat berupa:
- Pembatasan
dosis.
- Pembatasan
indikasi.
- Pembatasan distribusi.
- Perubahan
labeling.
- Pembekuan
izin edar dan penarikan produk.
- Pembatalan
izin edar dan penarikan produk.
Direktorat
Pengawasan NAPZA mempunyai
tugas penyiapan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis, dan
evaluasi di bidang pengawasan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Dalam
melaksanakan tugasnya, direktorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program pengawasan NAPZA.
- Koordinasi
kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengawasan
NAPZA.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan di bidang pengawasan
narkotika.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan di bidang pengawasan
psikotropika.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan di bidang pengawasan
prekursor.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan di bidang pengawasan
rokok.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan di bidang pengawasan zat
adiktif.
Direktorat
ini terdiri dari:
- Subdirektorat
Pengawasan Narkotika.
- Subdirektorat
Pengawasan Psikotropika.
- Subdirektorat
Pengawasan Prekursor.
- Subdirektorat
Pengawasan Rokok.
Di
bawah ini adalah struktur organisasi Direktorat Pengawasan NAPZA.
|
[Sumber Gambar: Slide PPT Direktorat Pengawasan NAPZA BPOM, 2016] |
|
Sebelum
ke penjelasan tiap subdirektoratnya, sangat penting untuk memahami
definisi dari narkotika, psikotropika, dan prekursor, agar dapat memahami
perbedaannya. Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009, Narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun
semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menyebabkan ketergantungan. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997,
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Sementara prekursor narkotika berdasarkan UU No. 35 Tahun
2009 adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam
Undang-Undang ini.
Pengawasan terhadap NAPZA dilakukan secara komprehensif, mulai dari kegiatan
impor, produksi, penyaluran, penyerahan, hingga penggunaan.
Subdirektorat Pengawasan Narkotika mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan narkotika. Dalam melaksanakan
tugasnya, subdirektorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program pengawasan narkotika.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi narkotika.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan
sertifikasi narkotika.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan pengawasan narkotika.
- Pelaksanaan
urusan tata operasional di lingkungan Direktorat.
Subdirektorat
ini terdiri dari (1) Seksi Inspeksi Narkotika, (2) Seksi Pengaturan dan
Sertifikasi Narkotika, dan (3) Seksi Tata Operasional.
Subdirektorat Pengawasan Psikotropika mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar,
kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan psikotropika. Dalam
melaksanakan tugasnya, subdirektorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program pengawasan psikotropika.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi
psikotropika.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan
sertifikasi psikotropika.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan pengawasan psikotropika.
Subdirektorat
ini terdiri dari (1) Seksi Inspeksi Psikotropika dan (2) Seksi Pengaturan dan
Sertifikasi Psikotropika.
Subdirektorat Pengawasan Prekursor mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, serta pelaksanaan pengawasan prekursor. Dalam menjalan tugasnya,
subdirektorat ini menyelenggarakan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program pengawasan prekursor.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi prekursor.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan
sertifikasi prekursor.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan pengawasan prekursor.
Subdirektorat
ini terdiri dari (1) Seksi Inspeksi Prekursor, dan (2) Seksi Pengaturan dan
Sertifikasi Prekursor.
Subdirektorat Pengawasan Rokok mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan
perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan
prosedur, serta pelaksanaan pengawasan rokok. Dalam melaksanakan tugasnya,
subdirektorat ini menyelenggarkaan fungsi:
- Penyusunan
rencana dan program pengawasan rokok.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan produk rokok.
- Pelaksanaan
penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,
standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan iklan dan
promosi rokok.
- Evaluasi dan
penyusunan laporan pengawasan rokok.
Subdirektorat
ini terdiri dari (1) Seksi Pengawasan Produk Rokok, dan (2) Seksi Pengawasan
Iklan dan Promosi Rokok.
Ruang lingkup pengawasan oleh subdirektorat ini adalah pengawasan
terhadap kebenaran kandungan kadar nikotin dan tar, pencantuman peringatan
kesehtan dan informasi kesehatan pada kemasan produk tembakau, pencantuman
peringatan kesehtan pada iklan produk tembakau, maupun persyaratan iklan
lainnya. Apabila terjadi pelanggaran, maka sanksi administratifnya dapat
berupa:
- Teguran
lisan.
- Teguran
tertulis.
- Penarikan
produk.
- Rekomendasi
penghentian sementara kegiatan.
- Rekomendasi penindakan
kepada instansi terkait.
Tindak
lanjut dalam penerapan sanksi d dan e dalam 30 hari harus dilaksanakan oleh
instansi penerima rekomendasi (masih tahap pembahasan dengan Kementrian
Perindustrian, Perdagangan, Bea Cukai terkait rekomendasi pengawasan
BPOM).
Tindak
lanjut juga dapat berupa sanksi pidana. Pada Pasal 199, UU N0. 36 Tahun 2009,
"Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau memasukkan rokok ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tidak mencantumkan
peringatan kesehtan berbentuk gambar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114
dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)".
Strategi
perkuatan pengawasan produk tembakau oleh BPOM dilakukan melalui:
- Pemantapan
regulasi dan standar terkait pengawasan produk tembakau.
- Penguatan
sistem, sarana, dan prasarana laboratorium pengujian rokok.
- Penguatan
pengawasan iklan dan produk tembakau.
- Pemberdayaan
masyrakat dalam rangka pengawasan iklan dan produk tembakau.
- Penguatan
kerja sama lintas sektor.
Demikian.
Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah
berkunjung :D