Pada pertemuan kedua ini yang dibahas adalah faktor-faktor yang mempengaruhi zat toksik. Seperti yang telah dijelaskan pada catatan esbelumnya, senyawa toksik tidak langsung memberikan efek toksik, tergantung dari jumlahnya. Dalam jumlah yang sesuai, suatu senyawa justru dapat dijadikan sebagai obat.
Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi respon toksik:
- Cara pemberian
- Absorpsi
- Distribusi
- Ekskresi
- Metabolisme baik fase I maupun fase II
Cara pemberian, absorpsi, distribusi, dan ekskresi merupakan faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor disposisi. Jadi, metabolisme lain sendiri.
Cara pemberian.
Untuk dapat menimbulkan efek toksik, tentunya toksikan harus kontak dengan sistem biologis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga, responnya dapat berupa letal atau non letal. Letal itu biasanya karena toksikan tersebut memiliki reseptor tertentu, sementara yang memberikan efek non letal itu melalui proses dari merusak jaringan terlebih dahulu. Efek yang ditimbulkan juga dapat berupa lokal atau sistemik. Untuk yang lokal, toksikan akan langsung memberikan efeknya saat pertama kali masuk, sementara yang sistemik, toksikan harus masuk terlebih dahulu dan tersirkulasi dalam darah terlebih dahulu lalu memberikan efek ketika sampai di target. Jalur masuk toksikan yang paling umum adalah jalur sistemik, jadi masuk ke dalam sistem pencernaan dulu, diabsorpsi, didistribusi, baru sampai ke tempat targetnya.
Berikut adalah beberapa hal yang terjadi apabila toksikan diberikan melalui:
- Alat pencernaan. Toksikan akan mengalmai hidrolisis, tetapi tidak selalu. Dengan adanya hidrolisis ini maka efek toksik menjadi berkurang atau menjadi tidak ada sama sekali. Oleh karena itu, ketika ada seseorang yang tergigit ular, lalu kita berniat menolongnya dengan cara menghisap darah pada luka bekas gigitan orang tersebut dengan tujuan agar bisa ularnya tidak semua masuk ke dalam tubuh orang tersebut, tidak perlu khawatir, karena bisa ular yang tertelan, akan masuk ke dalam saluran cerna dan mengalami hidrolisis, sehingga menjadi inaktif sehingga tidak akan menimbulkan efek toksik sama sekali.
- Paru-paru. Jika toksikan masuk ke dalam paru-paru, toksikan dapat memberikan efek secara cepat dan langsung karena di dalam paru-paru hampir tidak tersedia enzim. Apalagi alveoli yang terdiri dair membran satu sel dan luas permukaannya luas, maka akan sangat banyak yang dapat masuk sehingga efeknya menjadi cepat.
- Kulit. Jika toksikan masuk melalui kulit, efeknya akan lambat, karena kulit terdiri dari beberapa lapisan sel epitel, dan bisa jadi toksikan tidak akan sampai untuk memberikan efeknya. Meskipun demikian, apabila paparannya secara terus menerus misalnya sampai satu bulan tidak ada hentinya, bukan tidak mungkin toksikan tersebut dapat masuk menembus kulit pada akhirnya.
Berikut adalah contoh senyawa obat dengan dosis toksik yang diberikan melalui cara pemberian yang berbeda-beda, dan hasilnya menunjukkan bahwa tiap cara pemberian memberikan efek toksik yang berbeda-beda.
Agar suatu senyawa dapat masuk melewati membran, maka senyawa tersebut harus merupakan senyawa yang dapat mengikuti salah satu dari berbagai macam cara untuk masuk ke dalam membran. Beberapa caranya antara lain:
- Difusi pasif, artinya senyawa tersebut harus memiliki sifat seperti membran lipid bilayer sehingga dapat berdifusi dengan mudah, dan tentunya konsentrasinya harus cukup besar, apabila terlalu kecil maka tidak akan dapat terabsorpsi.
- Filtrasi, dapat melalui pori-pori atau saluran air pada membran. Melewati membran dengan cara filtrasi ini biasanya digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat hidrofilik dengan bobot molekul rendah, seperti hidrazin (NHNH2), amonia (NH3), dan sianida.
- Difusi terfasilitasi (harus memiliki perantara (carrier) dan digunakan biasanya untuk senyawa-senyawa endogen.
- Transport aktif.
- Pinositosis.
Transport aktif biasanya digunakan untuk senyawa yang memiliki gradien konsentrasi yang berlawanan, ada perantara (carrier), memerlukan energi metabolik, dan juga untuk senyawa endogen atau senyawa yang mirip dengan senyawa endogen. Contoh senyawa toksikan yang melalui membran dengan cara ini adlaah 5-Fluorourasil. Karena toksikan ini mirip dengan senyawa endogen yaitu urasil, maka toksikan tersebut dapat tertransportasikan secara aktif.
Seperti pepatah yang mengatakan bahwa ada banyak jalan menuju Roma, teraplikasi juga pada toksikan, beberapa toksikan apabila tidak bisa melalui membran dengan salah satu cara di atas, maka dapat melaluinya dengan cara lainnya sehingga pada akhirnya dapat tetap masuk.
Absorpsi.
Salah satu mekanismenya adalah melalui membran, jelas seperti yang dijelaskan di atas. Absorpsi yang terjadi dapat melalui kulit, paru-paru, dan saluran cerna.
Kulit terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian luar dan dalam. Di bagian luar tidak terdapat pembuluh darah, tetapi banyak memiliki pori-pori. Sementara kulit bagian dalam terdapat pembuluh darah yang bersifat permiabel. Zat atau senyawa yang dapat melewati atau menembus kulit adalah zat-zat yang bersifat lipofilik atau senyawa polar tetapi kecil.
Pada paru-paru, absorpsi berlangsung dengan cepat karena memiliki permukaan yang luas seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bersifat permeabel terhadap lipid baik solubel maupun insolubel.
Saluran cerna memiliki berbagai macam barrier lipid, sehingga lipid solubel lebih baik diabsorpsi. Untuk senyawa-senyawa yang dapat terionisasi, maka yang dapat diabsorpsi adalah yang berada dalam bentuk nonionik atau tidak terion. Dalam hal ini, bukan berarti senyawa yang berupa ion tidak dapat terabsorpsi, kenyataannya terdapat suatu senyawa yaitu Paraquat, yang dapat terabsorpsi. Namun dalam hal ini, senyawa tersebut tidak terabsorpsi dengan cara difusi, melainkan terabsorpsi dengan cara transport aktif seperti yang disebutkan sebelumnya, jika tidak bisa dengan salah satu cara, maka dapat melalui cara yang lainnya.
Paraquat merupakan senyawa toksik, yang digunakan sebagai pestisida.
Sebelumnya juga disampaikan bahwa di dalam saluran cerna, suatu senyawa dapat terhidrolisis. Hidrolisis yang terjadi dapat meningkatkan atau menurunkan sifat toksik suatu zat. Terdapat senyawa yang sebelum dihidrolisis bukan merupakan senyawa toksik, namun setelah dihidrolisis menjadi senyawa toksik. Contohnya adalah Sikasin, suatu glikosida azoksi metanol, yang dihidrolisis menjadi Metil azoksi metanol yang bersifat karsinogen.
Contoh lainnya adalah apabila terdapat senyawa nitrat atau nitrit, maka dapat terhidrolisis menjadi nitrosamin yang mana bersifat karsiongen methemoglobin.
Sementara itu, apabila senyawa nitrit terdapat dalam jumlah besar, maka dapat berbahaya karena dapat mengurangi kemampuan hemoglobin dalam menigkat oksigen.
Distribusi.
Berbeda dengan absorpsi, mekanisme distribusi memiliki caranya yang berbeda dalam menangkal efek toksik. Caranya antara lain:
- Dengan adanya ikatan dengan protein plasma. Apabila toksikan berikatan dengan protein plasma, maka hanya sedikit yang terbebas untuk memberikan efek toksiknya. Untuk informasi saja, setiap orang memiliki sensitivitas yang berbeda dalam ikatan antara senyawa dengan protein plasma. Misalnya obat hipoglikemik, pada orang biasa akan ada 90% obatnya yang terikat dengan protein plasmanya sehingga hanya 10% yang terbebas untuk menurunkan kadar gula darah mencapai normal. Sementara, pada orang tertentu, yang dapat berikatan bisa jadi hanya 80% sehingga yang terbebas mencapai 20%, dua kali lipat, akibatnya, efek hipoglikemik menjadi "kebablasan", kadar gula darah bahkan di bawah dari normal sehingga dapat membahayakan orang tersebut.
- Adanya lokalisasi jaringan. Untuk toksikan--tidak hanya toksikan, setiap senyawa--yang memiliki lipofilisitas tinggi, dapat terdeposit dalam jarignan lemak, artinya toksikan tersebut teramankan dan tidak dapat memberikan efek toksiknya.
- Level atau tingkat protein plasma. Kadar ini berkaitan dengan jumlah ikatan yang dapat terbentuk, apabila konsentrasinya kecil, maka tidak banyak toksikan yang dapat berikatan, akibatnya akan ada lebih banyak toksikan yang terbebas untuk memberikan efek toksiknya.
- Volume distribusi, termasuk distribusi plasma, antarsel, dan dalam sel.
Untuk senyawa tertentu, ternyata memiliki distribusi yang berbeda pada organ tertentu. Satu senyawa tersebut dapat lebih banyak terdistribusi pada satu organ, sementara hanya sedikit pada organ yang lain. Contohnya adalah senyawa aril alkilamin yang mana dapat merangsang sistem saraf pusat. Di bawah ini adalah grafiknya yang menjelaskan bahwa senyawa ini lebih banyak terdistribusi di adrenal, sementara hanya sedikit yang didistribusi ke hati.
Ekskresi.
Dalam hal ini, jelas toksikan dapat tereliminasi, di antaranya dapat melalui urin dari ginjal, empedu, paru-paru, saluran cerna, atau melalui susu, keringat, dan ludah.
Metabolisme.
Pada mekanisme ini, terbagi menjadi dua, yaitu fase I dan fase II. Fase I disebut juga biotransformasi, sementara fase II disebut fase konjugasi. Pada fase I, biasanya terjadi reaksi oksidasi, reduksi, dam hidrolisis. Tujuan dari adanya metabolisme adalah mendapatkan produk yang sangat polar sehingga dapat dieliminasi dari tubuh. Mekanisme ini terjadi di dalam hati. Meskipun demikian, akibat dari metabolisme ini, suatu senyawa dapat mengalami bioaktivasi atau biodegradasi.
Bioaktivasi merupakan suatu reaksi yang menyebabkan suatu senyawa mengalami perubahan menjadi senyawa yang aktif. Contohnya adalah senyawa Bromobenzen yang awalnya bukan senyawa yang berbahaya sama sekali, ketika dimetabolisme dapat diubah menjadi Bromobenzen 3,4-oksida yang berbahaya. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Contoh lainnya adalah adanya pembentukkan senyawa N-hidroksi yang bersifat karsinogen.
Pembentukkan senyawa toksik juga dapat dilakukan melalui jalur lain, misalnya dehidrogenasi seperti pada contoh di bawah ini:
Selain faktor-faktor utama yang telah disebutkan di atas seperti cara pemberian, absorpsi sampai metabolisme, juga terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi efek toksik, tetapi pengaruhnya tidak terlalu besar, yaitu:
- Faktor penerima (makhluk hidup), terdiri dari spesies, strain, individu (setiap hal individu atau spesies memiliki karakteristik dalam tubuh yang bervariasi, misalnya terkait waktu pengosongan lambung, tiap individu berbeda-beda sehingga dapat mempengaruhi efek toksik. Perbedaan lainnya juga pada adanya enzim pemetabolisme, beda spesies dapat memiliki perbedaan enzim pemetabolisme yang dimiliki; seks, status hormonal, dan kehamilan; umur, juga terkait dengan adanya perbedaan pada enzim pemetabolisme antara bayi, orang dewasa, dan orang tua; status gizi; dan penyakit, misalnya penyakit hati dan ginjal, maka terlihat pengaruhnya pada kemampuan metabolisme dan eksresi.
- Faktor lingkungan, terdiri dari fisik, misalnya suhu, tekanan barometik, iradiasi, dan cahaya.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D
No comments:
Post a Comment
If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)