Pages - Menu

Sunday, April 06, 2014

Catatan Bioteknologi Farmasi #3

Pada pertemuan ketiga, salah satu dari kelompok diminta untuk mempresentasikan video yang didapatnya tentang PCR dan ELISA. Jika searching di Youtube tentang PCR dan ELISA, akan ada banyak macam video yang bisa dilihat. 

PCR dan ELISA tersebut digunakan di bioteknologi farmasi dalam hal diagnostik molekuler. Sebelum adanya penggunaan ini, diagnosis menggunakan metode yang klasik membutuhkan waktu yang lebih lama yang artinya dengan adanya pengembangan ini, diagnosis dapat dilakukan lebih cepat. Dengan kata lain, pengembangan bioteknologi di bidang diagnostik molekuler sangat dibutuhkan untuk mendapatkan deteksi yang lebih spesifik, akurat, murah, dan cepat. Misalnya saja, jika dulu sebelum ada pengembangan ini, penyakit malaria belum bisa didiagnosis secara spesifik karena cara deteksinya masih bergantung pada penggunaan mikroskop. Padahal jenis  Plasmodium, penyebab malaria itu ada banyak, tapi tidak mampu dideteksi karena jenis protein yang dihasilkannya yang sama. Meskipun jenis proteinnya sama, kenyataannya gen yang menyandikannya berbeda. Tiap jenis Plasmodium memiliki pengobatan yang berbeda karena perbedaan tingkat keparahan penyakitnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu diagnosis yang lebih spesifik dan akurat. Dalam hal ini, adanya PCR dan ELISA, mampu melakukan diagnosis hingga level genomik.

Metode pendeteksian suatu molekul dalam diagnostik molekuler dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu metode deteksi imunologi dan metode deteksi DNA. Contoh metode deteksi imunologi tersebut adalah ELISA, sementara contoh metode deteksi DNA adalah PCR. 

ELISA merupakan singkatan dari Enzyme-Linked Immunosorbent Assay. Penjelasan lebih lengkapnya terkait ELISA dapat ditemukan di sini dan di sini. Ringkasnya, ELISA adalah suatu teknik biokimia yang digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi atau antigen dalam suatu sampel. Dalam hal ini secara umum ELISA dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu ELISA Direct, ELISA Indirect, dan ELISA Sandwich

ELISA Direct merupakan teknik ELISA yang paling sederhana, biasanya digunakan untuk mengukur konsentrasi antigen dalam sampel ELISA. Secara langsung dan sederhana karena hanya memerlukan peranan dari antigen yang diinginkan dan antibodi yang ditautkan enzim. Gagasannya adalah apabila terdapat antigen dalam suatu sampel yang ingin dideteksi, maka antibodi yang ditautkan enzim dapat berikatan pada antigen tersebut kemudian memberikan tanda adanya keberadaan antigen tersebut dengan adanya ikatan antara substrat dengan enzim pada antibodi tersebut yang mana substrat tersebut dapat memberikan warna. Jika antibodi tidak berikatan dengan antigen tentunya tidak akan ada ikatan dengan substrat sehingga tidak memberikan warna. Rincinya, percobaan dilakukan dengan menggunakan mikrotiter. Mikrotiter merupakan semacam dinding yang memiliki lubang di mana antigen atau antibodi dapat menempel. Jadi, antigen yang diinginkan dimasukkan ke dalam mikrotiter lalu nanti akan ada yang menempel di lubang dinding mikrotiter tersebut. Kemudian dibilas agar antigen yang tidak menempel dapat dibuang. Selanjutnya antibodi yang ditautkan enzim dimasukkan ke dalam mikrotiter agar dapat menempel dengan antigen tersebut. Dibilas kembali agar antibodi tertaut enzim yang tidak menempel pada antigen juga dapat dibuang. Selanjutnya dimasukkan substrat yang mana akan menempel pada enzim yang tertaut pada antibodi tersebut lalu memberikan warna. Pendeteksian selanjutnya dapat dihubungkan dengan spektrofotometri atau lainnya. 

ELISA Indirect, disebut indirect atau tidak langsung, karena pendeteksian yang dilakukan tidak langsung mengggunakan antibodi tertaut enzim, melainkan membutuhkan antibodi primer yang  bisa didapatkan dari serum dalam tubuh atau yang lainnya yang dapat berikatan dengan antigen tersebut. Jadi prinsipnya sama seperti ELISA pada umumnya, dibutuhkan adanya penempelan pada suatu antibodi terikat enzim lalu ditempelkan substrat agar bisa memberikan warna. Namun urutannya berbeda dengan yang direct. Tentunya dalam hal ini, pertama-tama yang dimasukkan ke dalam mikrotiter adalah antigen yang ingin dideteksi, selanjutnya dibilas. Lalu ditambah dengan antibodi primer, kemudian dibilas. Dimasukkan antibodi tertaut enzim, bilas, kemudian ditambah substrat sehingga dapat memberikan tanda berupa warna hasil deteksi adanya keberadaan antibodi tersebut.

ELISA Sandwich, disebut sandwich atau roti isi, karena antigen yang akan dideteksi nantinya akan dilapisi oleh antibodi primer dan sekunder. Jadi caranya adalah pertama dengan memasukkan antibodi primer ke dalam mikrotiter, kemudian dibilas, dimasukkan antigen yang akan dideteksi, lalu dibilas, selanjutnya dimasukkan antibodi sekunder tertaut enzim, dibilas, dan terakhir ditambah substrat akan memberikan tanda berupa warna ada atau tidaknya antigen yang dimaksud. ELISA jenis ini mirip seperti ELISA direct, namun bedanya, menggunakan ELISA jenis ini, dapat diperoleh tingkat sensitivitas yang lebih tinggi karena antigen yang akan dideteksi harus memiliki kemampuan dapat mengikat pada kedua antibodi tersebut. Namun kelemahannya, ELISA jenis ini memerlukan antigen yang bersifat multivalen atau memiliki dua atau lebih sisi antigeniknya. Selain itu, antibodi yang digunakan juga harus memiliki kemampuan berinteraksi dengan antigen yang sama namun pada sisi antigenik yang berbeda. Agar lebih terbayang perbedaan ketiga macam ELISA tersebut, dapat dilihat video di bawah ini.


Untuk lebih terbayang lagi seperti apa melakukan pengujian menggunakan ELISA dalam praktiknya, dapat dilihat video di bawah ini.


PCR merupakan singkatan dari Polymerase Chain Reaction. Diagnostik menggunakan PCR ini memudahkan peneliti untuk melakukan diagnosis dini, maksudnya sebelum jumlah virus atau bakteri yang menginfeksi berkembang lebih banyak dan menimbulkan gejala pada tubuh yang tidak menyenangkan, keberadaan virus atau bakteri tersebut sudah dapat dideteksi meskipun dalam jumlah yang sedikit karena justru dengan metode ini, DNA dari virus atau bakteri patogen tersebut diperbanyak agar dapat dideteksi. Seperti diketahui juga bahwa sebelum adanya diagnosis menggunakan metode ini, diagnosis pada suatu penyakit yang diakibatkan oleh virus atau bakteri baru bisa dilakukan ketika jumlah dari patogen tersebut di atas jumlah batas tertentu sehingga dalam jumlahnya yang masih sedikit belum bisa dideteksi sehingga mempersulit dilakukannya pencegahan. Oleh karena itu, penggunaan diagnosis menggunakan PCR ini diharapkan adanya infeksi dapat segera diketahui sebelum muncul gejala-gejala yang tidak menyenangkan yaitu dengan dilakukan pencegahan.

Perbanyakan unit DNA menggunakan PCR membutuhkan DNA sampel yang akan diperbanyak,  sepasang primer, nukleotida (terdiri dari basa nitrogen A, G, C, T, sebagai bahan penyusun DNA-nya, sering disebut juga sebagai dNTP (deoxyribonucleotida triphosphate)), dan DNA polimerase (enzim yang akan membantu perbanyakan penempelan sehingga terjadi pemanjangan untai DNA). Teknik pengerjaannya terdiri dari beberapa siklus yang tiap siklusnya terdiri dari tahap denaturasi, annealing (renaturasi), dan sintesis. Sebelumnya, seluruh bahan-bahan yang dibutuhkan dalam proses dimasukkan ke dalam PCR tube, kemudian dimasukkan ke dalam alat analisisnya. Setelahnya, diatur tiap siklusnya, yang pada tahap pertama, yaitu denaturasi diatur, pada suhu 95 derajat celcius sehingga DNA yang tadinya dalam untai ganda menjadi terpisah menjadi untai tunggal. Selanjutnya, suhu diturunkan menjadi 55 derajat celcius, sehingga primer dapat menempel pada tiap untai DNA, primer ditempel sebagai awalan dalam penempelan dNTP berikutnya dalam tahap sintesis. Jadi, pada tahap selanjutnya, yaitu pada suhu 72 derajat celcius (suhu pada tahap ini tergantung pada jenis DNA polimerase yang digunakan, tiap DNA polimerase memiliki suhu optimumnya masing-masing) sintesis terjadi dengan menempelnya DNA polimerase pada primer sehingga terjadi pemanjangan untai dengan adanya penempelan dari dNTP-dNTP yang sesuai. Satu siklus selesai sampai di sini. Siklus kedua terjadi dengan mengulang tahapan yang sama hingga didapatkan jumlah salinan yang dikehendaki. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat di sini, laman tersebut sangat saya rekomendasikan karena terdapat animasi interaktif yang memudahkan pembaca lebih memahami konsepnya. Ini ada tampilan dari lamannya.


Terdapat berbagai macam PCR, secara umum terdapat Real-Time PCR, Reverse Transcriptase-PCR, dan Nested PCR. Disebut Real-Time PCR, karena jumlah salinan yang sedang diperbanyak dapat diamati secara real time, atau pada saat proses reaksi perbanyakan tersebut, tidak perlu lagi menunggu reaksinya selesai dahulu baru diamati seperti pada PCR konvensional. Sementara Reverse Transcriptase-PCR biasa digunakan untuk mendeteksi RNA yang mana dalam PCR perlu diubah menjadi DNA terlebih dahulu, sehingga pada PCR jenis ini ditambah satu tahap lagi yaitu tahap sintesis cDNA dari mRNA menggunakan enzim reverse transcriptase yang mana merupakan satu-satunya enzim yang dapat merubah RNA menjadi DNA. Sementara Nested PCR merupakan PCR yang menggunakan dua pasang primer. Jadi, tidak seperti PCR pada umumnya yang menggunakan hanya satu pasang primer, pada PCR jenis ini dibutuhkan lebih dari satu pasang primer untuk mendapatkan fragmen DNA yang lebih spesifik (lebih pendek).

Demikian yang dapat saya sampaikan. Jika terdapat kesalahan dalam penyebutan atau penulisannya mohon dimaafkan. Catatan yang tersedia saya dapatkan dari berbagai sumber. Semoga dapat meningkatkan pemahaman. Terima kasih banyak sudah berkunjung :)

No comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)