Pada semester 6 ini, setiap pagi hari Selasa saya tidak ada kelas, sehingga saya berniat untuk setiap hari Selasanya bangun siang (bangun subuh kemudian tidur lagi). Di minggu pertama, benar saya bangun pukul 07.30, tetapi saya dikagetkan dengan jarkom SMS dari angkatan kalau ada kelas pagi itu jam 8 pagi sementara saya baru benar-benar bangun dan belum bersiap-siap sama sekali. Oke, selanjutnya saya melanjutkan saja apa yang sudah terjadi, tanpa lihat waktu langsung bersiap dan baru siap pukul 08.00. Saya sampai di Farmasi sekitar pukul 08.30, lalu melihat dua teman saya sedang santai duduk-duduk di sofa lobi kemudian dari mereka katanya kelasnya diundur jam 10.00.
Oke, baik sekali, dengan perut lapar tanpa sarapan saya bergegas ke Farmasi mengejar kelas ternyata kelasnya diundur. Informasi diberikan lewat media whatsapp, sementara saya tidak aktif di whatsapp tanpa buka laptop (maklum, hp bukan android), sedikit komplain dengan teman pengurus, tetapi yasudahlah.
Jadi begini, di kelas pertama itu, dosen banyak mengantarkan kami kepada materi apa saja yang akan diberikan dan bagaimana sistem penilaiannya. Singkatnya akan ada 3 dosen yaitu Ibu Maryati, Ibu Yahdiana, dan Pak Hayun, dengan persen bobot penilaiannya masing-masing. 1 SKS cukup banyak dihabiskan terkait dengan pengantar tersebut, selanjutnya dosen pertama, Ibu Maryati menjelaskan singkat terkait dengan materinya.
Ibu Maryati menjelaskan bahwa apabila ingin mengidentifikasi alkaloid, maka senyawa tersebut perlu diisolasi terlebih dahulu bisa dengan digunakan NH4OH ditambah CHCl3, nanti pada lapisan CHCl3nya akan terdapat senyawa alkaloid tersebut dan juga ada senyawa fenol, sementara pada lapisan airnya akan terdapat senyawa sulfat dan barbital. Pada pengisolasian tersebut, tidak boleh menggunakan NaOH karena senyawa fenolnya dapat membentuk garam fenolat yang mana artinya akan terdapat pada lapisan airnya sehingga dengan demikian dapat mengecoh pengamatan yang seharusnya pada prosedur biasanya adanya di lapisan CHCl3.
Apabila ingin mengisolasi senyawa barbital maka perlu dilakukan pada suasana asam sekitar pH 1-3. Sementara untuk senyawa sulfa dapat digunakan aseton, namun apabila digunakan aseton, maka tidak dapat membedakan antara alkaloid dengan sulfa karena senyawa alkaloid juga dapat bereaksi dengan aseton.
Kemudian, dijelaskan terkait bagaimana caranya mengidentifikasi bahan berkhasiat yang terdapat dalam suatu sediaan farmasi, artinya bahan berkhasiat tersebut perlu dikeluarkan dari bentuk sediaannya terlebih dahulu. Dalam hal ini, ibu Maryati menjelaskan apabila bahannya berada dalam bentuk emulsi/suspensi dan salep/suppositoria.
Apabila dalam bentuk emulsi/suspensi, maka sediaan tersebut ditambah dengan alkohol 96% kemudian diuapkan di atas waterbath (jangan dengan kontak api langsung, bisa gosong), penambahan alkohol tersebut dilakukan beberapa kali hingga emulsi tersebut pecah sehingga bahan berkhasiat sudah dapat keluar dan diidentifikasi lebih lanjut. Dalam suatu emulsi, emulgator yang biasa digunakan diketahui biasanya GOM atau CMC. Dalam hal ini, apabila menggunakan GOM maka akan lebih mudah pecah, hanya dalam 1 kali penambahan alkohol saja sudah dapat pecah, sementara apabila digunakan CMC maka perlu ditambahkan hingga 3 kali baru bisa pecah, dengan kata lain dalam hal ini CMC memiliki kekuatan ikat yang lebih besar dibandingkan dengan GOM. Selain dengan penambahan alkohol 96%, dapat pula dilakukan dengan metode destilasi.
Sementara untuk bentuk salep dan suppositoria, caranya adalah dengan diletakkan bahan tersebut di dalam beaker glass kemudian ditambahkan dengan air, dipanaskan sehingga meleleh, didinginkan atau didiamkan sehingga terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan minyak dan lapisan air. Bahan berkhasiat dapat diambil dari lapisan airnya (tergantung kelarutan, biasanya bahan berkhasiat dalam suppositoria bersifat polar sehingga larutnya di dalam air).
Identifikasi pada bahan atau zat berkhasiat tersebut dapat diawali dengan reaksi pendahuluan yang terdiri dari pemerian, kelarutan, pH larutan, pemijaran, reaksi nyala, reaksi warna, sublimasi, kristal aseton-air, dan reaksi lainnya, selanjutnya dapat dilanjutkan dengan reaksi khusus.
Pada pemerian, yang perlu diperhatikan adalah bentuk, warna, bau, dan rasanya. Terkait dengan rasa memang perlu dicobakan karena ini berhubungan dengan obat yang penggunaannya memang dengan cara diminum, maka perlu dicobakan dengan cara merasakannya menggunakan ujung lidah, apakah memberikan rasa kekebalan, asin, manis, atau pahit, dan seterusnya. Sementara untuk zat-zat yang sekiranya beracun maka tidak perlu dirasakan.
Pada kelarutan, perlu diuji kelarutan zat berkhasiat tersebut di dalam air, etanol, HCl, NaOH, dan seterusnya. Kata dosen saya, kalau misalnya sudah dapat larut di dalam air, tidak perlu lagi diuji dengan etanol.
Terkait dengan pH larutannya, dapat dilakukan uji warna fluoresensinya. Apabila dilarutkan dalam pH asam, netral, atau basa, dilihat seperti apa warna yang ditimbulkannya. Misalnya saja pada senyawa alfa naftol yang pada pH basa, dapat memberikan fluoresensi hijau biru.
Pemijaran dapat dilakukan di atas spatel menggunakan spiritus. Kemudian diamati pemijarannya. Lalu dalam hal ini juga dapat diketahui terkait dengan sisa pemijaran, jadi bahan tersebut dimasukkan ke dalam wadahnya yang sesuai yang tahan panas dalam tanur, kemudian pada waktu yang ditentukan, diamati ada atau tidaknya sisa pijar. Setiap bahan tertentu akan memberikan warna tertentu pada sisa pijarnya bahkan ada yang tidak memberikan sisa pijar seperti Hg dan As. Sementara contoh senyawa yang memberikan sisa pijar adalah kalium dan natrium (sisa pijar berwarna putih) dan Bi (kuning jingga).
Reaksi nyala dapat dilakukan menggunakan kawat platina (kawat platinanya dibersihkan terlebih dahulu). Senyawa natrium memberikan warna kuning (dalam hal ini, uji natrium lebih tepatnya dengan menggunakan metode pembentukan kristal dengan asam pikrat yang mana nantinya jika diamati dapat memberikan bentuk diamond), kalsium memberikan warna merah bata, barium berwarrna hijau biru, dan stronsium berwarna merah anggur.
Reaksi warna dilakukan di atas plat tetes. Jadi zat tersebut ditambahkan dengan asam sulfat kemudian difluoresensi lalu diamati, dilakukan pula bagaimana jika ditambahkan HCl pekat, AgNO3, KOH etanol, atau lainnya. Setiap zat akan memberikan warna tertentu, bisa dibandingkan dengan standarnya untuk mengetahui.
Sublimasi dilakukan dengan cara menggunakan erlenmeyer, spiritus, kaca objek, semacam cincin, dan kapas yang dibasahi. Di dalam erlenmeyer ditambahkan air, kemudian di atasnya diletakkan kaca objek, lalu diatasnya kaca objek diletakkan cincin tersebut dan ditambah dengan bahan yang diidentifikasi dan ditambah juga dengan pereaksinya, lalu ditutup dengan kaca objek lainnya dan di atasnya diletakkan kapas yang sudah dibasahi. Erlenmeyer berisi air dipanasi menggunakan spiritus yang menyala. Pada hitungan 1-5 kaca objek yang paling atas diamati di bawah mikroskop, bentuk kristalnya yang kemudian diamati. Perlu diambil pada hitungan 1-5 karena jika lebih dari itu, kristal yang terbentuk bisa menumpuk sehingga nantinya dapat mengganggu pengamatan.
Reaksi menggunakan kristal dan air, prinsipnya sama yaitu adanya pembentukkan kristal dan kristalnya diamati di bawah mikroskop. Perlu diketahui terlebih dahulu, jadi bahannya itu larutnya di mana, apabila larutnya di aseton maka larutkan di dalam aseton, kemudian letakkan di atas kaca objek lalu ditetesi terus menerus sampai membentuk kristal. Atau sebaliknya, apabila larutnya di dalam air, maka larutkan di dalam air, lalu letakkan di atas kaca objek dan ditambah atau ditetesi dengan aseton terus menerus hingga membentuk kristal, amati di bawah mikroskop. Setiap zat memiliki bentuknya yang spesifik, dapat dibandingkan dengan standarnya.
Setelah itu dapat dilakukan reaksi yang khusus yang bisa dilakukan pada tiap bahan atau zat tersebut. Misalnya untuk senyawa alkaloid dapat direaksikan dengan Fe-kompleks, jadi sebelumnya ditambah dahulu dengan HCl encer, baru kemudian ditambah dengan Fe-kompleks, dipanaskan, maka akan membentuk kristal spesifik. Dapat juga ditambahkannya setelah dengan HCl encer, dengan pereaksi Dragendorf, tidak perlu dipanaskan, lalu diamati bentuk kristalnya. Untuk contoh saja, salah satu senyawa alkaloid yaitu Pilokarpin, kristalnya berbentuk pohon.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Tidak banyak materi yang diberikan saat itu, mohon maaf apabila ada yang salah dari penjelasan saya, semata-mata ini hanya catatan saya, bisa saja saya salah mendengar sehingga salah yang dicatat. Untuk lebih yakinnya silakan cari dari literatur lain yang lebih terpecaya. Terima kasih banyak sudah berkunjung. Semoga sedikitnya dapat bermanfaat :D
No comments:
Post a Comment
If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)