Pada tulisan ini, saya mau berbagi catatan mata kuliah Obat Gangguan Saraf dan Otot mengenai epilepsi. Epilepsi merupakan gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan yag berulang-ulang yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi. Seseorang dapat dinyatakan epilepsi apabila telah mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab. Epilepsi oleh orang awam biasa disebut ayan atau sawan, sementara dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah seizure.
Terkait dengan prevalensinya (prevalensi merupakan suatu angka yang menunjukkan jumlah kejadian yang merupakan kasus lama, baik orang yang didiagnosis sebelumnya maupun yang baru mengalaminya), data dari WHO (2011) menunjukkan rata-rata prevalensi epilepsy aktif 8,2 per 1000 penduduk. Sementara terkait insidensinya (insidensi merupakan suatu angka yang menunjukkan kondisi adanya kasus baru pada suatu kelompok populasi pada periode tertentu), angka insidensi mencapai 50 per 100.000 penduduk. Di Indonesia, diperkirakan yang membutuhkan pengobatan epilepsi berkisar antara 1,5-1,8 juta.
Epilepsi berdasarkan jenisnya ada dua macam, yaitu epilepsi parsial dan umum. Epilepsi jenis parsial biasa terjadi pada anak-anak. Epilepsi parsial terdiri dari epilepsi parsial simpleks dan epilepsi parsial kompleks. Sementara epilepsi umum terdiri dari absence (petit mal), tonik-klonik (grand mal), mioklonik, tonik, dan atonik.
Epilepsi parsial simpleks adalah epilepsi yang terjadi dengan tanpa adanya gangguan pada kesadaran, tanda-tanda motorisnya antara lain kedutan pada wajah, tangan, tau salah satu sisi tubuh. Sementara tanda-tanda otonomiknya antara lain muntah, berkeringat, muka merah, dan dilatasi pupil.
Epilepsi parsial kompleks adalah epilepsi yang terjadi sebagian dan terdapat gangguan kesadaran walaupun pada awalnya berupa kejang parsial simpleks. Tanda-tandanya dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatik seperti mengecap bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
Epilepsi absence atau biasa disebut petit mal, merupakan epilepsi dengan gangguan kewaspadaan dan responsivitas, ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya kurang dari 15 detik, awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh. Umumnya dimulai pada usia antara 4-14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.
Epilepsi tonik-klonik atau biasa disebut grand mal merupakan epilepsi yang diawali dengan hilangnya kesadaran, dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstrimitas, batang tubuh, dan wajah, yang berlangsung kurang dari 1 menit. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kemih dan usus, tidak ada respirasi dan sianosis, saat tonik diikuti dnegan gerakan klonik pada ekstrimitas atas dan bawah, letargi (gangguan pemusatan perhatian), konfusi, dan tidur dalam fase postical.
Epilepsi mioklonik merupakan epilepsi dengan adanya kedutan-kedutan involunteer pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik berupa kedutan-kedutan sinkron dari leher, bahu, lengan atas, dan kaki. Umumnya berlangsung kurang dari 15 detik. Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
Epilepsi tonik dengan bentuk klinisnya berupa pergerakkan tonik yaitu berupa pergerakkan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai desebrasi (peningkatan tonus ekstensor pada ekstrimitas atas dan bawah.
Epilepsi atonik adalah epilepsi dengan hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah. Kejadiannya singkat dan dapat terjadi tanpa peringatan.
Jika ingin melihat video lain tentang epilepsi atonik, bisa klik link ini.
Penyebab terjadinya epilepsi antara lain kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu misalnya ibu menelan obat-obatan tertentu yang dapat merusak otak janin. Selain itu, epilepsi juga dapat terjadi karena mengalami infeksi, minum alkohol, tumor otak, atau mengalami cedera. Beberapa penyakit keturunan seperti fenilketonuria, scleoris tuberose, dan neurofibromatosis juga dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang. Kecenderungan timbulnya epilepsi ini merupakan suatu hal yang diturunkan karena ambang rangsangan serangan yang lebih rendah dari normal ini dapat diturunkan ke anak.
Mengenai algoritma terapinya, beberapa hal yang perlu diketahui bahwa obat yang digunakan adalah obat jenis OAE (Obat Anti Epilepsi), terapi kejangnya dimulai untuk yang mengalami kejang lebih dari 2 kali, terapi dimulai dengan monoterapi dan dosis kecil, lalu di awal dan seterusnya perlu diminimalisasi penggunaan antilepsi sedatif, jika obat pertama tidak efektif maka digunakan dosis kedua.
Berikut merupakan algoritma terapi yang dipresentasikan oleh teman saya.
Apabila diagnosisnya positif, maka segera diterapi dengan OAE. Jika sembuh, perlu ditanyakan apakah efek samping dapat ditoleransi atau tidak. Jika tidak maka turunkan dosis, jika iya, apakah kualitas hidupnya optimal? Jika tidak maka pertimbangkan penatalaksanaan yang lain, jika iya lanjutkan terapi, apabila tidak kambuh selama lebih dari 2 tahun maka dapat dihentikan pengobatannya, tetapi jika kambuh maka kembali pada penilaian awal. Jika di awal tidak sembuh, maka ditanyakan apakah efek samping dapat ditoleransi atau tidak, jika iya maka tingkatkan dosis, jika tidak, maka turunkan dosis dan tambahan OAE 2 selanjutnya jika sembuh maka hentikan OAE 1 dan tetap gunakan OAE 2, jika tidak sembuh maka efek sampingya apakah dapat ditoleransi atau tidak?Jika iya, maka tingkatkan dosis OAE 2, cek interaksi, dan cek kepatuhan, tetapi jika tidak, maka hentikan OAE yang tidak efektif dan tambahkan OAE yang lain. Jika sembuh maka lanjutkan terapi, sementara jika tidak rekonfirmasi diagnosis dan pertimbangkan pembedahan atau OAE lain.
Pengobatan dapat dihentikan apabila telah bebas kejang selama 2-5 tahun, pemeriksaan neurologis dan IQ normal, dan gamabran EEG normal dengan adanya terapi.
Epilepsi terjadi karena adanya aktivitas listrik yang abnormal, pada keadaan sehat, dapat diperiksa aktivitas listriknya dan memang bukan seperti aktivitas listrik orang yang normal sehingga kejang yang terjadi pada penderita diabetes melitus ketika hipoglikemia bukan merupakan epilepsi dan kejang yang terjadi pada bayi akibat demam tinggi juga bukan epilepsi karena kejang yang terjadi tidak disebabkan oleh abnormalnya aktivitas listrik, aktivitas listriknya tetap normal, kejang yang terjadi merupakan kejang sekunder yang mana disebabkan oleh adanya penyakit lain.
Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan adanya defisiensi pada neurotransmitter inhibitor seperti GABA (Gamma Amino Butyric Acid) atau terjadi karena adanya peningkatan neurotransmitter eksitatori seperti glutamat, aspartat, asetilkolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotriptin, purin, peptida, sitokin, dan hormon steroid.
Beberapa obat-obatan yang tergolong OAE antara lain karbamazepin, gabapentin, lamotrigin, golongan obat barbiturat, asam valproat, natrium valproat, golongan hidantoin (contohnya fenitoin), dan okskarbazepin.
Karbamazepin merupakan antikonvulsan yang kuat, berkhasiat sebagai antiepileptik, psikotropik, dan analgesik spesifik. Bekerja dengan cara mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi. Karbamazepin dapat memperbaiki permasalahan psikis seperti maniabipolar. Maniabipolar merupakan gangguan suasana hati yang mana terjadi perubahan yang sangat ekstrem antara kebahagiaan dan kesedihan.
Gabapentin merupakan analog GABA (asam amino yang ada di otak). Tidak bekerja pada reseptor GABA, tapi berperan dalam metabolisme GABA. Mekanisme kerjanya dengan meningkatkan konsentrasi dan mungkin tingkat sintesis dari GABA dalam otak yang dapat meningkatkan nonvesikular rilis GABA selama kejang. Selain itu, Gabapentin dapat mengurangi pelepasan neurotransmitter beberapa monoamin.
Lamotrigin merupakan golongan feniltriazin dan inhibitor dihidrofolat reduktase. Bekerja dengan menekan cetusan listrik neuron yang bertahan lama dan menghasilkan inaktivasi kanal Na dan Ca yang bergantung pada tegangan listrik dan penggunaan. Selain itu bekerja dengan cara mencegah neurotransmitter glutamat dan aspartat.
Yang termasuk golongan barbiturat adalah fenobarbital dan primidon. Fenobarbital bekerja dengan membatasi penjalaran aktivitas dan menaikkan ambang rangsangan. Fenobarbital bekerja dengan menekan letupan di fokus epilepsi, menghambat tahapan akhir oksidasi mitokondria, mengurangi pembentukkan fosfat berenergi tinggi yang mana senyawa ini penting untuk sintesis neurotransmitter dan repolarisasi membran sel neuron setelah depolarisasi. Primidon juga bekerja mirip seperti fenobarbital.
Asam valproat dan natrium valproat bekerja dengan meningkatkan GABA dan menghambat degradasinya serta mengaktivasi sintesisnya. Asam valproat juga berpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium.
Golongan hidantoin contohnya fenitoin, bekerja dengan cara menginhibisi kanal Na+ pada membran sel akson.
Okskarbazepin merupakan obat antiepilepsi yang baru atau generasi kedua, yang mana merupakan derivat yang sama efektifnya dengan karbamazepin pada dosis 50% lebih tinggi.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Maaf apabila terdapat kesalahan. Terima kasih sudah berkunjung :)
Epilepsi berdasarkan jenisnya ada dua macam, yaitu epilepsi parsial dan umum. Epilepsi jenis parsial biasa terjadi pada anak-anak. Epilepsi parsial terdiri dari epilepsi parsial simpleks dan epilepsi parsial kompleks. Sementara epilepsi umum terdiri dari absence (petit mal), tonik-klonik (grand mal), mioklonik, tonik, dan atonik.
Epilepsi parsial simpleks adalah epilepsi yang terjadi dengan tanpa adanya gangguan pada kesadaran, tanda-tanda motorisnya antara lain kedutan pada wajah, tangan, tau salah satu sisi tubuh. Sementara tanda-tanda otonomiknya antara lain muntah, berkeringat, muka merah, dan dilatasi pupil.
Epilepsi parsial kompleks adalah epilepsi yang terjadi sebagian dan terdapat gangguan kesadaran walaupun pada awalnya berupa kejang parsial simpleks. Tanda-tandanya dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatik seperti mengecap bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
Epilepsi absence atau biasa disebut petit mal, merupakan epilepsi dengan gangguan kewaspadaan dan responsivitas, ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya kurang dari 15 detik, awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh. Umumnya dimulai pada usia antara 4-14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.
Epilepsi tonik-klonik atau biasa disebut grand mal merupakan epilepsi yang diawali dengan hilangnya kesadaran, dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstrimitas, batang tubuh, dan wajah, yang berlangsung kurang dari 1 menit. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kemih dan usus, tidak ada respirasi dan sianosis, saat tonik diikuti dnegan gerakan klonik pada ekstrimitas atas dan bawah, letargi (gangguan pemusatan perhatian), konfusi, dan tidur dalam fase postical.
Epilepsi mioklonik merupakan epilepsi dengan adanya kedutan-kedutan involunteer pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik berupa kedutan-kedutan sinkron dari leher, bahu, lengan atas, dan kaki. Umumnya berlangsung kurang dari 15 detik. Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
Epilepsi tonik dengan bentuk klinisnya berupa pergerakkan tonik yaitu berupa pergerakkan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai desebrasi (peningkatan tonus ekstensor pada ekstrimitas atas dan bawah.
Epilepsi atonik adalah epilepsi dengan hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah. Kejadiannya singkat dan dapat terjadi tanpa peringatan.
Jika ingin melihat video lain tentang epilepsi atonik, bisa klik link ini.
Penyebab terjadinya epilepsi antara lain kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu misalnya ibu menelan obat-obatan tertentu yang dapat merusak otak janin. Selain itu, epilepsi juga dapat terjadi karena mengalami infeksi, minum alkohol, tumor otak, atau mengalami cedera. Beberapa penyakit keturunan seperti fenilketonuria, scleoris tuberose, dan neurofibromatosis juga dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang. Kecenderungan timbulnya epilepsi ini merupakan suatu hal yang diturunkan karena ambang rangsangan serangan yang lebih rendah dari normal ini dapat diturunkan ke anak.
Mengenai algoritma terapinya, beberapa hal yang perlu diketahui bahwa obat yang digunakan adalah obat jenis OAE (Obat Anti Epilepsi), terapi kejangnya dimulai untuk yang mengalami kejang lebih dari 2 kali, terapi dimulai dengan monoterapi dan dosis kecil, lalu di awal dan seterusnya perlu diminimalisasi penggunaan antilepsi sedatif, jika obat pertama tidak efektif maka digunakan dosis kedua.
Berikut merupakan algoritma terapi yang dipresentasikan oleh teman saya.
Apabila diagnosisnya positif, maka segera diterapi dengan OAE. Jika sembuh, perlu ditanyakan apakah efek samping dapat ditoleransi atau tidak. Jika tidak maka turunkan dosis, jika iya, apakah kualitas hidupnya optimal? Jika tidak maka pertimbangkan penatalaksanaan yang lain, jika iya lanjutkan terapi, apabila tidak kambuh selama lebih dari 2 tahun maka dapat dihentikan pengobatannya, tetapi jika kambuh maka kembali pada penilaian awal. Jika di awal tidak sembuh, maka ditanyakan apakah efek samping dapat ditoleransi atau tidak, jika iya maka tingkatkan dosis, jika tidak, maka turunkan dosis dan tambahan OAE 2 selanjutnya jika sembuh maka hentikan OAE 1 dan tetap gunakan OAE 2, jika tidak sembuh maka efek sampingya apakah dapat ditoleransi atau tidak?Jika iya, maka tingkatkan dosis OAE 2, cek interaksi, dan cek kepatuhan, tetapi jika tidak, maka hentikan OAE yang tidak efektif dan tambahkan OAE yang lain. Jika sembuh maka lanjutkan terapi, sementara jika tidak rekonfirmasi diagnosis dan pertimbangkan pembedahan atau OAE lain.
Pengobatan dapat dihentikan apabila telah bebas kejang selama 2-5 tahun, pemeriksaan neurologis dan IQ normal, dan gamabran EEG normal dengan adanya terapi.
Epilepsi terjadi karena adanya aktivitas listrik yang abnormal, pada keadaan sehat, dapat diperiksa aktivitas listriknya dan memang bukan seperti aktivitas listrik orang yang normal sehingga kejang yang terjadi pada penderita diabetes melitus ketika hipoglikemia bukan merupakan epilepsi dan kejang yang terjadi pada bayi akibat demam tinggi juga bukan epilepsi karena kejang yang terjadi tidak disebabkan oleh abnormalnya aktivitas listrik, aktivitas listriknya tetap normal, kejang yang terjadi merupakan kejang sekunder yang mana disebabkan oleh adanya penyakit lain.
Mekanisme terjadinya epilepsi ditandai dengan adanya defisiensi pada neurotransmitter inhibitor seperti GABA (Gamma Amino Butyric Acid) atau terjadi karena adanya peningkatan neurotransmitter eksitatori seperti glutamat, aspartat, asetilkolin, norepinefrin, histamin, faktor pelepas kortikotriptin, purin, peptida, sitokin, dan hormon steroid.
Beberapa obat-obatan yang tergolong OAE antara lain karbamazepin, gabapentin, lamotrigin, golongan obat barbiturat, asam valproat, natrium valproat, golongan hidantoin (contohnya fenitoin), dan okskarbazepin.
Karbamazepin merupakan antikonvulsan yang kuat, berkhasiat sebagai antiepileptik, psikotropik, dan analgesik spesifik. Bekerja dengan cara mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi. Karbamazepin dapat memperbaiki permasalahan psikis seperti maniabipolar. Maniabipolar merupakan gangguan suasana hati yang mana terjadi perubahan yang sangat ekstrem antara kebahagiaan dan kesedihan.
Gabapentin merupakan analog GABA (asam amino yang ada di otak). Tidak bekerja pada reseptor GABA, tapi berperan dalam metabolisme GABA. Mekanisme kerjanya dengan meningkatkan konsentrasi dan mungkin tingkat sintesis dari GABA dalam otak yang dapat meningkatkan nonvesikular rilis GABA selama kejang. Selain itu, Gabapentin dapat mengurangi pelepasan neurotransmitter beberapa monoamin.
Lamotrigin merupakan golongan feniltriazin dan inhibitor dihidrofolat reduktase. Bekerja dengan menekan cetusan listrik neuron yang bertahan lama dan menghasilkan inaktivasi kanal Na dan Ca yang bergantung pada tegangan listrik dan penggunaan. Selain itu bekerja dengan cara mencegah neurotransmitter glutamat dan aspartat.
Yang termasuk golongan barbiturat adalah fenobarbital dan primidon. Fenobarbital bekerja dengan membatasi penjalaran aktivitas dan menaikkan ambang rangsangan. Fenobarbital bekerja dengan menekan letupan di fokus epilepsi, menghambat tahapan akhir oksidasi mitokondria, mengurangi pembentukkan fosfat berenergi tinggi yang mana senyawa ini penting untuk sintesis neurotransmitter dan repolarisasi membran sel neuron setelah depolarisasi. Primidon juga bekerja mirip seperti fenobarbital.
Asam valproat dan natrium valproat bekerja dengan meningkatkan GABA dan menghambat degradasinya serta mengaktivasi sintesisnya. Asam valproat juga berpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta mempengaruhi kanal kalium.
Golongan hidantoin contohnya fenitoin, bekerja dengan cara menginhibisi kanal Na+ pada membran sel akson.
Okskarbazepin merupakan obat antiepilepsi yang baru atau generasi kedua, yang mana merupakan derivat yang sama efektifnya dengan karbamazepin pada dosis 50% lebih tinggi.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Maaf apabila terdapat kesalahan. Terima kasih sudah berkunjung :)
thank you sister
ReplyDeletesama-sama sister :)
Deletesama-sama
ReplyDelete