Minggu yang lalu, pada hari Rabu, 20 Februari 2013, saya mendapatkan mata kuliah farmakognosi II untuk pertemuan kedua. Tidak banyak yang dapat saya sampaikan pada catatan ini karena jujur, saya kurang konsentrasi pada saat itu.
Dosen memulai pengajaran seperti biasa, mencoba mengajak aktif mahasiswanya dengan memanggil satu per satu mahasiswanya dan bertanya.
Masih seputar antibiotik, beliau mengatakan bahwa amoeba tidak cocok diberikan antibiotik. Saya hanya mencatat itu dan tidak tahu alasannya. Di saat membahas mengenai itu, beliau bertanya, definisi dari penggunaan obat 3 kali sehari itu bagaimana. Mahasiswa yang ia tanya kemudian menjawab, "Ya, artinya kalau sehari itu 24 jam, berarti harus diminum setiap 8 jam."
Ternyata, jawabannya tidak tepat. Pada intinya, beliau memberi tahu kepada kami bahwa meskipun pada saat kita tidur tubuh melakukan metabolisme, namun lama proses metabolismenya itu tidak sama dengan saat kita sedang tidak tidur. Jadi dalam hal ini, dalam sehari dihitung 16 jam, kurang lebih kita harus minum obat setiap 5 jam. "Kalau mesti minum obat setiap 8 jam, itu menyiksa diri sendiri jadinya, masa kalau terakhir minum obat jam 6 sore, mesti bangun jam 2 malam untuk minum obat berikutnya?" Begitulah yang diterangkan oleh beliau.
Untuk jamur, kita tidak bisa menggunakan antibiotik untuk membunuh atau menghambat pertumbuhannya. Karena memang dinding sel antara bakteri dan jamur itu berbeda. Dinding sel bakteri terbuat dari peptidoglikan yang bersifat relatif polar, sementara dinding sel jamur terbuat dari steroid yang bersifat nonpolar. Dengan alasan tersebutlah antibiotik tidak dapat digunakan untuk jamur karena antibiotik yang ada itu juga relatif polar yang mana dapat melarutkan dinding sel bakteri tetapi tidak untuk jamur.
Obat-obatan yang dapat kita gunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan jamur haruslah yang mengandung beberapa zat aktif seperti mikonazol, ketokonazol, dan lain sebagainya.
Macam-macam antijamur lainnya antara lain, Griseofulvin, Penicillium (bukan Penicillin), Epidermophyton, Microsporum, dan Trichophyton.
Selain antibiotik dan antijamur, kita juga perlu mengetahui adanya obat antikanker. Obat-obatan yang termasuk ke dalam obat antikanker antara lain Dactinomycin, Bleomycin, Doxorubicin, Daunorubicin, dan Mitomycin C.
Mengenai antikanker, biasanya dosis yang diberikan itu disesuaikan dengan luas tubuh. Untuk Dactinomycin, beliau mengatakan bahwa tidak hanya digunakan sebagai obat antikanker tetapi juga dapat digunakan untuk mengatasi efek sampingnya.
"Lalu apa saja efek samping dari obat antikanker pada umumnya yang kalian ketahui?" Begitulah yang beliau tanyakan kepada kami. Beberapa mahasiswa dapat menjawab dengan tepat seperti mual dan rambut rontok. Namun, efek samping yang lainnya tidak ada yang bisa menyebutkan.
Kemudian beliau menambahkan bahwa tidak hanya itu saja efek sampingnya, melainkan bisa juga menyebabkan mata kering akibat tidak bisa ditutup dan merasakan nyeri yang tidak tertahankan. Rasa nyeri yang tidak tertahankan inilah yang terkadang menyebabkan penderita kanker meminta untuk disuntik mati. Meskipun begitu, biasanya untuk nyeri yang tidak tertahankan ini, oleh dokter diberikan morfin, apabila tidak mempan juga maka diputus saraf rasa nyerinya.
Setelah membahas mengenai antibiotik, antijamur, dan antikanker, pelajaran dilanjutkan dengan membahas peptida. Saat itu saya belum mengerti kenapa kami mesti mempelajari peptida di mata kuliah farmakognosi.
Ternyata setelah diberi tahu bahwa peptida itu berguna selain untuk memenuhi gizi, berperan sebagai enzim, dan ada yang bersifat racun, beberapa macam peptida juga ada yang berfungsi sebagai obat dan peptida-peptida tersebut selain berasal dari manusia, hewan, dan mineral juga banyak dikandung oleh tumbuhan. Sekiranya dengan begitu saya sudah mengerti hubungan antara peptida dan farmakognosi tersebut. Mengenai hal ini, bukan berarti farmakognosi hanya mempelajari sekitar tumbuhan saja, melainkan juga hewan dan mineral, namun berdasarkan pengalaman saya mendapatkan mata kuliah farmakognosi I, yang lebih banyak dipelajari adalah yang berkaitan dengan tumbuhan.
Pembahasan lebih lanjutnya mengenai peptida baru akan dijelaskan pada pertemuan berikutnya.
Demikan yang bisa saya sampaikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat, terima kasih banyak atas kunjungannya :D
Macam-macam antijamur lainnya antara lain, Griseofulvin, Penicillium (bukan Penicillin), Epidermophyton, Microsporum, dan Trichophyton.
Selain antibiotik dan antijamur, kita juga perlu mengetahui adanya obat antikanker. Obat-obatan yang termasuk ke dalam obat antikanker antara lain Dactinomycin, Bleomycin, Doxorubicin, Daunorubicin, dan Mitomycin C.
Mengenai antikanker, biasanya dosis yang diberikan itu disesuaikan dengan luas tubuh. Untuk Dactinomycin, beliau mengatakan bahwa tidak hanya digunakan sebagai obat antikanker tetapi juga dapat digunakan untuk mengatasi efek sampingnya.
"Lalu apa saja efek samping dari obat antikanker pada umumnya yang kalian ketahui?" Begitulah yang beliau tanyakan kepada kami. Beberapa mahasiswa dapat menjawab dengan tepat seperti mual dan rambut rontok. Namun, efek samping yang lainnya tidak ada yang bisa menyebutkan.
Kemudian beliau menambahkan bahwa tidak hanya itu saja efek sampingnya, melainkan bisa juga menyebabkan mata kering akibat tidak bisa ditutup dan merasakan nyeri yang tidak tertahankan. Rasa nyeri yang tidak tertahankan inilah yang terkadang menyebabkan penderita kanker meminta untuk disuntik mati. Meskipun begitu, biasanya untuk nyeri yang tidak tertahankan ini, oleh dokter diberikan morfin, apabila tidak mempan juga maka diputus saraf rasa nyerinya.
Setelah membahas mengenai antibiotik, antijamur, dan antikanker, pelajaran dilanjutkan dengan membahas peptida. Saat itu saya belum mengerti kenapa kami mesti mempelajari peptida di mata kuliah farmakognosi.
Ternyata setelah diberi tahu bahwa peptida itu berguna selain untuk memenuhi gizi, berperan sebagai enzim, dan ada yang bersifat racun, beberapa macam peptida juga ada yang berfungsi sebagai obat dan peptida-peptida tersebut selain berasal dari manusia, hewan, dan mineral juga banyak dikandung oleh tumbuhan. Sekiranya dengan begitu saya sudah mengerti hubungan antara peptida dan farmakognosi tersebut. Mengenai hal ini, bukan berarti farmakognosi hanya mempelajari sekitar tumbuhan saja, melainkan juga hewan dan mineral, namun berdasarkan pengalaman saya mendapatkan mata kuliah farmakognosi I, yang lebih banyak dipelajari adalah yang berkaitan dengan tumbuhan.
Pembahasan lebih lanjutnya mengenai peptida baru akan dijelaskan pada pertemuan berikutnya.
Demikan yang bisa saya sampaikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat, terima kasih banyak atas kunjungannya :D
0 comments:
Post a Comment
If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)