Hari Senin, 14 Desember 2009
Akhirnya pagi datang juga. Kami senang tidak terjadi hal-hal yang aneh semalam. Kami bergegas untuk segera membersihkan diri. Karena kami masih merasa takut berada sendirian di kamar mandi, kami memutuskan untuk saling menemani. Tadinya kami ingin mandi pada waktu yang bersamaan, karena disediakan satu bathtub dengan tirai dan juga ruang shower. Tapi ternyata shower-nya tidak berfungsi. Jadi kami memutuskan agar satu orang mandi di bathtub, dan satu orang lagi menemaninya berada di depan cermin, daripada tidak ada kegiatan, orang yang menemani memanfaatkan waktunya untuk membersihkan wajah dan menggosok gigi. Begitu seterusnya. Padahal, hal ini seharusnya tidak terjadi, kami tidak begitu takut mandi sendirian di kamar mandi saat di hotel Holiday inn. Tapi kenapa disini tidak?
Entah kenapa, selama di Bali, saya tidak menikmati perjalanan. Rasanya ingin segera kembali ke Jakarta dan berkumpul bersama keluarga. Mungkin karena saya merasa di sini tidak bisa bebas, banyak sekali peraturan yang ada, dan penuh suasana mistis. Dan kalau dilanggar, hal aneh mungkin akan terjadi. Karena Bali memang sangat kental dengan hal-hal mistis. Sudah tahu saya ini penakut dengan hal-hal seperti itu. Keadaan seperti ini membuat saya benar-benar tidak nyaman.
Kira-kira pukul delapan pagi, kami sarapan. Tidak begitu lama, kami langsung melanjutkan perjalanan. Di bus, kami diperkenalkan dengan tour guide yang baru, namanya Bli Koman. Katanya, wisata pertama yang akan kita kunjungi terletak di Batu Bulan, di sana kita akan menyaksikan acara Seni Budaya Bali yaitu Tari Barong dan Tari Keris. Dia mengatakan bahwa kita akan melihat leak yang palsu, yang diperankan oleh orang yang memiliki ilmu yang tinggi. Tidak sembarang orang dapat memerankan hal itu. Jadi kalau kita melihat rupa yang mirip dengan yang diperankan itu. Itulah yang disebut dengan leak. Apa maksud dari perkataan tour guide-nya barusan? Apakah kita akan melihat wujud leak yang sebenarnya? Saya tidak ingin sama sekali. Ya Allah.. hal itu semakin membuatku takut.
Pertunjukannya mulai pukul sembilan tepat. Syukurlah kami sampai di sana tepat waktu. Pertama kali masuk, kami diberikan sebuah kertas berisi panduan pertunjukan yang akan diberikan. Jadi, kita akan mengerti apa yang sedang diperlihatkan. Panduan tersebut tersedia dengan banyak bahasa. Karena bukan turis domestik saja yang menyaksikan, tapi juga ada beberapa yang dari mancanegara. Pertunjukkannya sangat spektakuler. Saking dahsyatnya, rasanya mata ini tidak ingin berkedip. Tidak ingin kehilangan satu momen pun yang ditampilkan. Beberapa temanku yang membawa kamera, duduk disamping panggung, agar bisa mendapatkan gambar dari dekat. Sedangkan saya dan teman-teman yang lain duduk di kursi bagian belakang. Terlihat di kursi bagian depan ada sekumpulan turis dari mancanegara.
Pertunjukkan tersebut ingin memberitahukan kita bahwa kita hidup selalu berdampingan dengan kebaikan dan keburukan. Tidak ada yang lebih dominan.
Setelah puas menyaksikan pertunjukan tersebut, kami hanya cukup berjalan sedikit untuk bisa tiba di Galuh, sebuah pusat kerajinan yang ada di Bali. Di sana kami diberi waktu untuk membeli barang-barang yang diinginkan. Bagiku, cukup dengan melihat-lihat saja sudah puas. Karena menurut saya berbelanja yang sebenarnya adalah nanti di Sukowati. Di Galuh ada banyak sekali benda-benda seni, lukisan, pakaian, alat musik, dan pajangan. Ada yang murah dan ada juga yang mahal. Untuk sebuah lukisan yang indah kita perlu menyiapkan uang yang banyak. Teman-temanku banyak yang membeli ikat kepala dari Bali. Tapi tidak untukku, pasti setelah dari Bali sudah tidak digunakan lagi.
Selanjutnya, kami melanjutkan wisata ke Tanjung Benoa. Sebuah tempat yang ada banyak permainan air. Seperti parasailing, banana bout, snorkeling, dan lain sebagainya yang pasti menyenangkan. Dan untuk bisa memainkan permainan tersebut, juga perlu biaya yang besar. Saya dan beberapa temanku yang lain lebih memilih ke Pulau Penyu. Dengan biaya yang cukup terjangkau, yaitu sekitar 50 ribu seorang, kami bisa menyewa perahu pulang pergi. Satu perahu butuh 10 orang, jadi sebelum kami ke sana, kami mencari-cari dulu teman yang berminat ke sana juga, sampai terkumpul menjadi 10 orang.
Perahunya di lengkapi dengan kaca tembus pandang di dasarnya. Sehingga kami bisa melihat keadaan di bawah perahu. Kami melihat tumbuhan air dan juga ikan-ikan di dalamnya, dari sana kita juga bisa lihat kedalaman laut.
Cukup lama juga perjalanan menuju Pulau Penyu. Jadi kami memanfaatkan waktu dengan berfoto-foto. Sampai di sana kami melihat bukan hanya ada penangkaran penyu, tapi hewan lainnya pun ada, seperti elang, ular, iguana, dan hewan-hewan yang dilindungi lainnya. Di sana kami hanya menghabiskan waktu untuk berfoto-foto. Untuk bisa berfoto dengan penyu, kita mesti turun ke dalam air. Untungnya saya sudah mempersiapkan celana ganti. Jadi kami bisa berfoto bergantian dengan penyu-penyu itu di dalam air yang tidak begitu dalam. Penyunya cukup berat, jadi butuh tiga orang agar bisa mengangkatnya.
Kemudian kami berfoto dengan elang. Pada saat temanku yang lain berfoto dengan elang, elang tersebut duduk di bahu mereka, tapi pada saat giliranku tiba, dia memilih untuk duduk di atas kepalaku. Temanku juga sempat berfoto dengan ular. Tapi saya tidak berani. Kegiatan tersebut membuat kami lapar, dan waktu perjalanan ini juga sudah hampir dua jam. Karena, tour leader kami memberikan waktu di Tanjung Benoa ini hanya dua jam. Lantas kami bergegas kembali ke tempat semula. Di sanalah kami mendapatkan makan siang.
Setelah kenyang, kami melanjutkan perjalan menuju Joger. Kalau menurut rundown, seharusnya setelah ini kami mengunjungi GWK, tapi kata guru-guru, kita tidak akan sempat ke sana, jadi kunjungan kita ke sana dibatalkan, lagipula patungnya belum selesai. Padahal saya sangat ingin sekali ke sana. Jadinya kami hanya diberi gambaran apa itu GWK. Kata tour guide-nya GWK adalah singkatan dari Garuda Wisnu Kencana, sebuah patung yang dibuat oleh seorang seniman dari Tabanan, Bali. Dia ingin membuat sebuah patung yang tertinggi di dunia. Kepalanya saja berukuran setinggi 22 meter. Di bagian atas terdapat sebuah air suci, seseorang yang sedang dalam keadaan kotor tidak diperbolehkan memasuki area tersebut.
Akhirnya kami langsung ke Joger tanpa ke GWK terlebih dahulu. Kata tour guide-nya, jika kita tidak membeli barang dari Joger, anggapan orang, kita belum pernah ke Bali. Karena di Bali-lah satu-satunya tempat keberadaan Joger, tidak ada di tempat lain. Padahal pendirinya adalah orang Jawa.
Sebelum sampai di Joger, kami berhenti di Central Park, karena untuk bisa sampai di sana, kita butuh kendaraan lain yang sudah disediakan. Kemudian sebelum menaiki kendaraan tersebut, kami diberikan dua karcis oleh tour leader-nya. Karcis tersebut digunakan agar bisa naik mobil warna merah. Tapi kalau naik mobil warna biru harus bayar sekitar dua ribu rupiah. Sebelum ke Joger, beberapa temanku, saya, dan Bu Ai, menyempatkan waktu sebentar di Central Park untuk kemudian menuju masjid untuk sholat zuhur dan ashar sebentar. Baru kemudian kembali lagi ke Central Park untuk menuju Joger menggunakan mobil yang merah.
Tidak kusangka di dalam mobil kami berdesak-desakkan. Bahkan ada yang duduk di jendela. Untungnya saya dipersilakan duduk oleh seorang ibu agar duduk disampingnya. Katanya, ia bersama suaminya tertinggal dari rombongannya yang berasal dari Kediri. Saya sempat berbincang-bincang sebentar. Sampai akhirnya kami tiba di Joger. Sebelum masuk kami diberi stiker bertuliskan VIP yaitu kepanjangan dari Very Iseng Person.
Cukup lama berbelanja di sana, akhirnya kami sadar bahwa kami hampir saja kehilangan sunset. Kami harus segera tiba di Pantai Kuta. Untuk menuju ke sana, kami menggunakan mobil warna biru. Sama saja seperti mobil yang merah. Selalu berdesak-desakkan. Kalau belum sampai 25 orang, mobil tidak akan berjalan. Jalanan menuju Pantai Kuta sangat macet, jadi kami memutuskan untuk berjalan kaki. Sesampainya di sana, ternyata kita tidak bisa melihat sunset, karena cuacanya sedang berawan, kami cuma bisa melihat langit yang kemerahan. Walau begitu, pemandangan sore harinya sangat bagus. Jadi kami hanya berfoto-foto saja di sana.
Kemudian kami kembali lagi ke Central Park untuk kemudian kembali ke hotel. Untuk ke Central Park saja kita mesti berdesak-desakkan lagi di dalam mobil merah, saya saja sampai tidak kedapatan tempat duduk, jadinya saya dipangku oleh Bu Ai. Saya tidak begitu lama dipangku, karena Bu Ai merasa tidak kuat, jadinya saya jongkok. Ini lebih nyaman daripada duduk di jendela. Kami membayarnya dengan karcis kedua kami.
Di Central Park, kami tidak segera kembali ke hotel, melainkan makan malam sebentar. Kami makan malam di sebuah lapangan yang luas, bersama dengan sekolah lain. Rupanya, sambil menikmati makan malam mereka sekolah lain itu, mereka menyaksikan teman mereka yang sedang beraksi di panggung. Selesai makan, saya, Leista, Amel, dan Hilya memutuskan untuk pergi ke Giant, tidak begitu jauh dari sini, masih di wilayah Central Park. Karena dari kemarin kami kehabisan minuman. Selama di perjalanan kami sering merasa dehidrasi, lantaran tour leader-nya tidak kunjung memberi kami minuman. Hanya pada saat kami berangkat dari Jakarta saja. Ketika kami sudah bersiap untuk kembali ke hotel, ternyata ada beberapa teman kami yang masih ingin berada di sini. Jadi, bus kami terbagi dua, bus dua dan tiga berisi anak-anak yang ingin kembali ke hotel, sedangkan bus satu dan bus empat berisi anak-anak yang masih ingin berada di sini. Kalau saya termasuk yang ingin kembali ke hotel. Menurut saya, di Pantai Kuta terlalu banyak orang, sangat sulit untuk menikmati suasana. Berbeda dengan Pantai Kute yang ada di Lombok. Benar-benar natural, seperti belum terjamah oleh manusia. Teman sekamarku yang lain juga memutuskan hal yang sama, yaitu Amel dan Leista. Kalau misalkan mereka berubah pikiran, bisa bahaya. Nanti saya sendirian di kamar, ke kamar mandi saja saya tidak berani sendiri.
Setibanya di hotel, kami sudah agak terbiasa dengan suasana yang ada di kamar, jadi tidak begitu canggung lagi setiap akan beraktivitas, kadang kami berani mengambil wudhu sendiri di kamar mandi. Tapi kalau urusan mandi, kami masih agak takut, jadi kami masih saling menemani. Setelah kami bertiga sudah selesai mandi dan merapikan barang-barang, kami berencana untuk segera tidur. Tapi, tidak jadi, karena kami tidak enak dengan Resti. Jadi, kami menunggunya sampai ia datang, lagipula dia juga belum mandi, pasti ia minta kami menemaninya. Sambil menunggunya, kami hanya mengobrol.
Setelah ia datang, ia bercerita kalau tadi ia mengunjungi sebuah batu atau seperti prasasti yang mengingatkan kita bahwa pernah terjadi bom meledak di situ. Dan berharap hal yang demikian tidak terjadi lagi. Setelah ia selesai beraktivitas, baru kami tidur, tidak lupa menyalakan televisi sampai pagi, agar kami tidak merasa takut.
0 comments:
Post a Comment
If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)